Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno sebagai tersangka. Dia diduga menerima uang korupsi kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal tahun anggaran 2017.
Selain Siti, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Amir Mirza Hutagalung (AMH) Ketua DPD Partai Nasdem kota Brebes, yang merupakan pengusaha sekaligus orang kepercayaan Wali Kota Tegal serta Cahyo Supardi (CHY), Wakil Direktur RSUD Kardinah Tegal.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, total uang suap yang diterima Siti Masitha dan Amir Mirza mencapai Rp 5,1 miliar. Uang tersebut akan digunakan untuk maju dalam Pilkada Kota Tegal tahun 2018.
Advertisement
"Sejumlah uang tersebut diduga akan digunakan untuk membiayai pemenangan keduanya di Pilkada 2018 di Kota Tegal," ujar Basaria dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (30/8/2017).
Menurut Basaria, Siti akan kembali maju menjadi Wali Kota Tegal dengan didampingi Amir sebagai Wakil Wali Kota Tegal.
Uang Rp 5,1 miliar tersebut didapat dari dua proyek yang kini sudah ditangani penyidik KPK. Adapun rinciannya sebagai berikut, terkait uang dugaan suap pengelolaan pelayanan dana kesehatan berjumlah Rp 1,6 miliar dan Rp 3,5 miliar diduga uang suap yang berasal dari fee proyek di Pemkot Tegal. Uang tersebut mereka terima dari Januari hingga Agustus 2017.
Namun, saat operasi tangkap tangan yang dilakukan, penyidik KPK hanya menemukan uang cash sebesar Rp 200 juta, dan Rp 100 juta dalam bentuk rekening.
"Jadi total keseluruhan uang yang disita KPK berjumlah Rp 300 juta," kata Basaria.
Saksikan video di bawah ini:
Â
Terima Suap
Siti Mashita dan Amir diduga sebagai penerima suap, sementara Cahyo diduga selaku pemberi suap. Uang yang disita dalam OTT tersebut sebesar Rp 300 juta, yakni Rp 200 juta dan Rp 100 dari rekening Amir.
Sebagai penerima Siti Masitha dan Amir disangka Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Cahyo disangka Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pas 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement