JK: Pemerintah Tidak Bertindak Diktator dengan UU Ormas

Setelah melalui proses alot, DPR akhirnya mengesahkan Perppu Ormas menjadi Undang-Undang.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 25 Okt 2017, 11:30 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2017, 11:30 WIB
20170315-Wapres-JK-Beberkan-Hasil-Rapat-HEL
Wakil Presiden Jusuf Kalla menjawab pertanyaan pewarta usai melakukan rapat di Kemenpora, Jakarta, Rabu (15/3). Rapat membahas persiapan Asian Games 2018. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyatakan, dengan disahkannya Perppu Ormas menjadi undang-undang, tak serta merta menghilangkan prinsip keadilan. JK pun menegaskan bahwa pemerintah tidak otoriter dengan menerbitkan Perppu Ormas.

"Prinsip pokoknya, keadilan tetap ada. Tidak sama sekali pemerintah bertindak diktaktor. Karena tetap ada instansi atau lembaga peradilan yang membatalkan pemerintah punya. Itu esensinya. Jadi perbedaan sistem saja, dibalik saja," ucap JK usai bertemu dengan pihak BUMN di kantor Wapres, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

JK menjelaskan, sistem terbalik yang dimaksud adalah hanya prosesnya yang agak berbeda dengan Undang-Undang yang lama. Sehingga, tidak ada klausul menghilangan proses pengadilan.

"Perppu ini pada dasarnya kalau undang-undang yang ada, pemerintah kalau mau membubarkan harus lewat pengadilan. Jadi pengadilan yang memutuskan akhirnya. Perppu ini dibalik sedikit. Pemerintah membubarkan, kemudian yang tidak setuju dibawa ke Pengadilan. Ujung-ujungnya pengadilan juga sebenarnya. Cuma terbalik dia punya proses. Jadi hanya perbedaan proses, intinya tidak beda," tandas JK.

Setelah melalui proses alot, DPR akhirnya mengesahkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Organisasi Kemasyarakat atau Perppu Ormas menjadi undang-undang.

Pengambilan keputusan itu dilakukan melalui voting. Dari 445 anggota dewan yang hadir, ada 314 dewan yang sepakat dengan Perppu Ormas menjadi undang-undang. Sementara 131 anggota dewan tidak setuju.

Ada tujuh fraksi yang menerima Perppu menjadi undang-undang, mereka adalah PDIP, PPP, Hanura, Golkar, Demokrat, Nasdem, dan PKB. Sementara tiga fraksi yang menolak adalah Gerindra, PKS, dan PAN.

Saksikan video di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya