Kapolri: Komnas HAM Sebaiknya Datang Juga ke Papua untuk Mediasi

Tito meminta Komnas HAM tak hanya menyalahkan kepolisian kalau nanti ada upaya tegas dilakukan terhadap kelompok kriminal bersenjata.

oleh Putu Merta Surya PutraRezki Apriliya Iskandar diperbarui 17 Nov 2017, 06:07 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2017, 06:07 WIB
Kapolri Tito Karnavian RDPU dengan Komisi III DPR
Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian didampingi Wakapolri Komjen Pol Syafruddin mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10). . (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian berpendapat seharusnya Komnas HAM mengirimkan juga perwakilan ke Papua guna terlibat langsung operasi pembebasan sandera di sana. Tito meminta Komnas HAM tak hanya menyalahkan kepolisian kalau nanti ada upaya tegas dilakukan terhadap kelompok kriminal bersenjata (KPK).

"Saya pikir juga mungkin teman-teman Komnas HAM bisa datang ke sana untuk melakukan mediasi. Jangan nanti kalau ada apa-apa menyalahkan petugas saja," ucap Tito di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (16/11/2017).

Tito mengatakan, Polri dan TNI di Papua bersungguh-sungguh melaksanakan tugasnya menciptakan situasi kondusif, bahkan sampai harus berkorban nyawa. Karena itu, publik jangan hanya menyalahkan aparat terkait permasalahan di Tembagapura, Papua.

"Ingat, polisi dan TNI yang ada di situ mereka juga bertarung nyawa. Jangan nanti mereka bertindak kemudian ada korban, disalahkan lagi," kata Tito.

Kapolri menyebut apa yang dilakukan KKB terhadap warga setempat merupakan bentuk penyanderaan karena terbukti telah merampas kemerdekaan para warga.

"Katanya tidak disandera, tetapi apalagi istilahnya untuk menamakan situasi di mana masyarakat tidak boleh keluar dari situ dengan ancaman. Cuma bedanya tidak diikat tangan kakinya," ujar Tito.

"Sama saja dalam bahasa hukum itu namanya penyanderaan, perampasan kemerdekaan, tidak memperbolehkan orang lain untuk melakukan mobilitas sebebas-bebasnya. Itu namanya perampasan kemerdekaan," tegas Tito.

Dia kembali menegaskan bahwa yang kini menjadi prioritas aparat adalah menyelamatkan warga setempat dan jangan sampai memakan korban lagi.

"Kita lihat warga yang ada di sana. Otomatis nomor satu prioritasnya adalah menyelamatkan warga, jangan sampai ada korban baik dari pihak warga maupun KKB, mereka kan warga negara kita juga," ujar Tito menandaskan.

Tetap Utamakan Negosiasi

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, untuk masalah yang terjadi di Papua, baik pihak TNI maupun kepolisian masih mengedepankan negosiasi. Meski demikian, semuanya telah disiapkan.

"Sampai saat ini kita semuanya melakukan negosiasi dan ada batas-batas waktunya. Dalam ini, TNI dengan Polri mempersiapkan segala kemungkinan. Yang jelas keberadaan negara di manapun harus hadir," ucap Gatot di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (16/11/2017).

Dia pun menepis kabar senjata milik anggota KKB dibeli dari TNI. Itu semuanya hasil rampasan.

"Itu hasil rampasan. Saya ulangi itu hasil rampasan ya. Bukan diberi, bukan membeli. Jelas ya," tandas Gatot.

Sejak tiga pekan terakhir, KKB wilayah Tembagapura yang diperkirakan memiliki 35 pucuk senjata api dengan pengikut mencapai seratusan orang. Mereka telah menguasai sejumlah perkampungan sekitar Tembagapura mulai dari Utikini Lama, Kimbeli, Waa-Banti, Opitawak hingga ke Aroanop.

KKB wilayah Tembagapura yang dipimpin Ayuk Waker itu dituding sebagai dalang utama dari serangkaian aksi kekerasan di wilayah Tembagapura akhir-akhir ini, seperti teror penembakan terhadap kendaraan dan fasilitas PT Freeport Indonesia, penembakan terhadap anggota Brimob, penembakan terhadap warga sipil, pemerkosaan dan lainnya.

Hingga kini diperkirakan sekitar 1.300 warga sipil masih terjebak di kampung-kampung itu. Mereka dilarang bepergian lantaran dijadikan tameng hidup oleh KKB untuk melakukan perlawanan kepada aparat keamanan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya