Liputan6.com, Jakarta Industri hulu dan minyak dan gas bumi (migas) terus berupaya meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan untuk menyejahterakan masyarakat dan pembangunan daerah. Hal ini dilakukan industri migas dengan mengadakan proyek hulu migas.
Proyek hulu migas tidak hanya menghasilkan penerimaan negara melalui penjualan minyak dan gas bumi, tetapi juga mendukung perekonomian nasional dengan melibatkan sektor-sektor lain dalam pengembangan proyek ini.
Saat ini, ada lima proyek industri migas yang telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional berdasarkan kajian dari Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Penetapan ini dilakukan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2017 (Perpres No 58 tahun 2017) yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 15 Juni 2017.
Advertisement
Regulasi tersebut juga mengatur bahwa menteri atau kepala lembaga selaku penanggung jawab proyek strategis nasional mengajukan penyelesaian perizinan dan non-perizinan yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek ini. Perizinan dan non-perizinan ini diajukan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan begitu, penyelesaian proyek akan lebih cepat dilakukan.
Berikut adalah profil singkat proyek-proyek hulu migas yang masuk dalam daftar proyek strategis nasional:
1. Lapangan Jangkrik
Lapangan Jangkrik merupakan proyek gas bumi yang berlokasi di Selat Makassar. Lapangan ini merupakan bagian dari Wilayah Kerja Muara Bakau yang dioperasikan oleh Kontraktor Eni Muara Bakau B.V. Di sana, dihasilkan gas sebesar 600 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan kondensat sebesar 3.200 barrel per hari (BCPD).
Gas dari lapangan laut dalam ini disalurkan ke Kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur, dan 50 persen dari gas tersebut akan digunakan untuk memenuhi pasokan dalam negeri. Proyek ini telah mulai berproduksi semenjak bulan Mei 2017, lebih cepat enam bulan dari target. Nilai investasi proyek mencapai 3,77 miliar Dolar AS untuk biaya modal dan 1,36 miliar Dolar AS untuk biaya operasi. Investasi tersebut termasuk yang digunakan untuk membangun fasilitas produksi sebesar 2,6 miliar Dolar AS.
2. Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD)Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) mencakup pengembangan lima lapangan laut dalam, yaitu Bangka, Gehem, Gendalo, Maha, dan Gadang. Lima lapangan ini berada di laut dalam Selat Makassar. Dari lima lapangan tersebut, Lapangan Bangka sudah mulai berproduksi sejak Agustus 2017 dengan produksi sebesar 100 MMSCFD gas dan 4.000 BCPD kondensat.
Lapangan Bangka dioperasikan oleh Kontraktor KKS Chevron Rapak Ltd. Fasilitas produksi Lapangan Bangka terdiri atas dua sumur bawah laut yang terhubung ke unit produksi terapung yang sudah beroperasi, yaitu West Seno, yang dimodifikasi untuk menyalurkan produksi ke terminal Santan dan Bontang. Gas dari lapangan ini disalurkan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
3. Pengembangan Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru
Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru berlokasi di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Lapangan Jambaran Tiung Biru merupakan gabungan atau unitisasi dua wilayah kerja migas, yaitu Wilayah Kerja Cepu dan Wilayah Kerja Pertamina EP. Dengan cadangan sekitar 2 triliun kaki kubik (TCF), Lapangan Jambaran Tiung Biru merupakan proyek gas di darat (onshore) terbesar di Indonesia dalam 10 tahun terakhir.
Pengembangan lapangan ini menelan biaya investasi (capital expenditure) sebesar 1,547 miliar Dolar AS atau sekitar Rp 20 triliun. Jumlah ini belum termasuk untuk pembangunan pipa Gresik-Semarang sepanjang 267 kilometer dengan investasi 515 juta Dolar AS atau sekitar Rp 7 triliun.
Operator Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru adalah PT Pertamina EP Cepu. Saat ini proyek ini sedang dalam proses konstruksi fasilitas produksi, termasuk fasilitas pemrosesan gas dengan kapasitas 330 MMSCFD. Lapangan ini diharapkan akan mulai berproduksi di awal 2021.
4. Proyek Tangguh LNG Train 3
Tangguh Train 3 merupakan proyek penambahan satu fasiitas produksi LNG (train) pada fasilitas Kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat. Kilang ini sudah mulai berproduksi sejak 2009 dengan menggunakan dua train dengan total kapasitas produksi mencapai 7,6 metric tons per annum (mtpa). Dengan penambahan satu train, kapasitas produksi total kilang ini akan meningkat menjadi 11,4 mtpa.
Fasilitas LNG Tangguh dioperasikan oleh Kontraktor KKS BP Berau Ltd. Keputusan investasi final atau final investment decision (FID) Train 3 dibuat pada 1 Juli 2016 dengan nilai investasi mencapai 8 miliar Dolar AS.
Keputusan pengembangan Train 3 ini menjadi catatan penting dalam sejarah industri hulu migas Indonesia. Komitmen ini dibuat saat harga minyak sedang terpuruk dan minat untuk berinvestasi pada proyek LNG yang mahal sedang rendah. Menurut laporan 2017 World LNG Report yang dipublikasikan oleh International Gas Union (IGU) pada 2016, hanya ada dua FID proyek LNG dan salah satunya adalah Tangguh Train 3.
Tangguh LNG Train 3 memiliki arti besar bagi proyek pembangkit 35.000 MW. Sebanyak 75 persen dari produksi LNG tahunan dari Train 3 ini akan dipasok ke PLN. Ini setara dengan 3.000 MW listrik bagi Indonesia. Proyek Tangguh Train 3 juga akan memasok sampai 20 MMSCFD gas untuk pembangkit listrik di Papua Barat. Ini setara dengan 50 persen kebutuhan listrik provinsi tersebut.
5. Lapangan Abadi
Lapangan Abadi merupakan bagian dari Wilayah Kerja Masela yang berada di Laut Arafuru. Lokasinya berada sekitar 650 kilometer dari Ambon. Pulau terdekat dengan lapangan ini adalah Pulau Selaru. Pengembangan lapangan ini diharapkan akan ikut mengembangkan perekonomian di kawasan tersebut. Saat ini Inpex Masela Ltd selaku operator Wilayah Kerja Masela sedang menyusun rencana pengembangan Lapangan Abadi.
(Adv)