Liputan6.com, Jakarta 17 Juli 2017 menjadi awal Setya Novanto berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus megakorupsi pengadaan KTP Elektronik. Siapa menduga, perjalanan untuk membawa Ketua DPR itu ke pengadilan akan penuh liku bagi Komisi Antirasuah.
Sadar menyandang status tersangka berarti hanya sejengkal dari palu Hakim Tipikor, Setya Novanto melawan. Tidak hanya perlawanan hukum, sejumlah siasat juga dilancarkan.
Masih segar dalam ingatan saat Setnov mendadak sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit Premier Jatinegara ketika ia menanti putusan sidang praperadilan pertama akhir September lalu.
Advertisement
Lebih lanjut pada saat ia mengalami kecelakaan dan harus dirawat ketika penyidik KPK mencarinya setelah gagal menjemput paksa paksa akhir November lalu. Meski akhirnya tak berkutik dan menjalani pemeriksaan di KPK, siasat sakit tak pernah jauh dari Setya Novanto.
Rabu pekan lalu, saat Pengadilan Tipikor mulai menyidangkan perkara korupsi yang menempatkannya sebagai terdakwa lagi-lagi Setnov mendadak sakit sejak turun dari mobil tahanan KPK.
Tujuannya satu, yaitu agar pembacaan dakwaan di pengadilan tindak pidana korupsi ditunda sehingga sidang praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka tidak gugur. Namun majelis hakim berpikir lain sidang tetap dibuka.
Usai pembacaan dakwaan oleh jaksa tindak pidana korupsi Rabu lalu sidang akan terus bergulir. Rabu mendatang giliran tim pengacara Setya Novanto menyampaikan eksepsi. Setya Novanto pun harus bersiap untuk menangkis sejumlah fakta persidangan yang menyebut keterlibatannya.
Antara lain pengakuan Mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini bahwa ia pernah diminta meneruskan pesan Setnov kepada Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman agar tidak mengaku kenal Setya Novanto kepada Penyidik KPK. Dan pengakuan Andi Narogong yang menyebut Setya Novanto terlibat pengaturan proyek e-KTP sejak awal.
Belum lagi temuan agen FBI yang menyebutkan adanya pemberian jam tangan mewah merk Richard Mille kepada Setya Novanto seperti yang dipakainya saat bertemu Presiden Amerika Donald Trump September 2015. Jam seharga Rp 1,3 miliar itu hasil patungan pemberian Johanes Marliem bersama Andi Narogong.
Tak bisa dipungkiri, kasus korupsi pengadaan e-KTP mendapat sorotan tajam masyarakat. Apalagi mereka merasakan dampaknya yakni tidak kunjung mendapatkan e-KTP meski sudah lama mengurusnya. Bak menebar angin kini Setnov menuai badai di tengah upayanya memperoleh pengadilan.