YLBHI: Jurnalis Paling Berpotensi Dijerat UU MD3

YLBHI menilai UUD MD3 merupakan upaya DPR untuk menghindari kritikan tajam dari masyarakat.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 14 Feb 2018, 07:25 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2018, 07:25 WIB
ilustrasi-jurnalis-130605d.jpg
Ilustrasi Jurnalis.

Liputan6.com, Jakarta - Pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 menuai perdebatan. Sebab Pasal 122 huruf k, yang merupakan salah satu pasal yang disahkan DPR, dinilai berpotensi menjerat profesi jurnalis.

Pada Pasal 122 huruf k UU MD3 menyebut "dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas: mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang, perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

"Kalau (pemberitaan) dianggap merendahkan (anggota DPR), maka potensi yang pertama kena adalah teman-teman jurnalis," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur di Jakarta Pusat, Selasa (13/2/2018).

Menurutnya, selama ini para jurnalis sering kali memulai berita yang berisi kritikan terhadap anggota dewan. Jika kritik tersebut dianggap sebagai penghinaan kepada DPR, MKD bisa melaporkan jurnalis itu kepada pihak Kepolisian.

"Dengan pasal seperti ini (Pasal 122 huruf k) ada anggota dewan yang merasa direndahkan namanya direndahkan martabatnya dengan tulisan jurnalis, dia (anggota DPR) bisa meminta MKD untuk menindaklanjuti. Bisa gugatan perdata, pidana, bisa somasi," jelas Isnur.

Untuk itu, YLBHI mengkritik pasal yang dianggap membuat DPR dan anggotanya memiliki kewenangan super power. Isnur menilai UUD MD3 merupakan upaya DPR untuk menghindari kritik tajam dari masyarakat.

"(Pasal 122 huruf k) Ini akan memakan banyak korban apalagi di tengah-tengah pengguna sosial yang sangat banyak," ucapnya.

Bisa Gugat ke MK

DPR Sahkan Revisi Undang-Undang MD3
Suasana Rapat Paripurna Pengesahan RUU MD3 menjadi UU di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2). Rapat Paripurna DPR resmi mengesahkan RUU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD menjadi Undang Undang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan bila masyarakat tidak setuju dengan UU MD3 yang disahkan, dapat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Artinya, kalau tidak setuju iya sudah. Merasa melanggar hak, ada MK," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 12 Februari 2018.

Ada delapan fraksi yang menyetujui disahkannya UU MD3 itu yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Saat pengesahan itu pun diwarnai aksi walk out dari Partai Nasdem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menginginkan adanya penundaan penggesahan dan pengambilan keputusan tingkat dua.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya