Liputan6.com, Jakarta - Wacana terbentuknya poros ketiga untuk mengusung capres-cawapres mulai ramai belakangan ini. Poros ketiga disebut-sebut akan dibentuk partai yang belum menentukan sikap pada Pilpres 2019, seperti Partai Demokrat, PAN dan PKB.
Romahurmuziy mengatakan terwujud atau tidaknya poros ketiga tersebut cuma ketiga partai tersebut yang bisa menjawab. Dia mengungkapkan, lima parpol sudah menyatakan dukungan pencalonan Jokowi 2019 yaitu PDIP, PG, PPP, Nasdem dan Hanura. Adapun Gerindra dan PKS hampir pasti berkoalisi mengusung Prabowo.
Baca Juga
"Maka hanya tiga parpol yang belum menentukan sikap soal Pilpres 2019, yakni: Demokrat, PAN dan PKB. Maka pertanyaan tentang akan terwujud kah poros ketiga sepatutnya ditujukan pada ketiga partai itu. Karena hanya dan hanya jika mereka bertiga bergabung maka baru poros ketiga akan terwujud," kata Romi, sapaan akrab Romahurmuziy via pesan pendek, Minggu (25/3/2018).
Advertisement
Romi menjelaskan, seorang calon presiden yang populer akan memberikan efek positif kepada partai pengusungnya. Seperti dalam literatur politik AS dikenal istilah coat tail effect. Pengalaman Indonesia pada Pemilu 2004 dan 2009, kata Romi, efek itu tidak otomatis kepada semua partai pengusung. Lihat saja SBY-effect hanya terjadi kepada PD tahun 2004 dan 2009.
"Sedangkan semua partai pengusung SBY, baik PKB, PAN maupun PPP justru mengalami reverse coat tail effect pada 2009. Sementara survei opini public akhir-akhir ini, menunjukkan bahwa Jokowi effect dan Prabowo effect hanya terjadi pada PDIP dan Gerindra saja. Itulah mengapa pimpinan partai-partai politik berlomba-lomba menjadi RI 2-nya," jelas Romi.
Menurut Romi, dengan asumsi ada 10 parpol pengusung sementara yang tersedia hanya dua posisi RI 2 untuk Jokowi dan Prabowo jika dua poros, maka keberadaan poros ketiga seolah menjadi sangat diperlukan parpol yang belum menentukan sikap. Padahal masalahnya justru di situ.
"Tersisa 3 parpol yang belum tentukan sikap: Demokrat, PKB, PAN, namun posisi yang tersedia tinggal 2, yakni calon RI 1 dan calon RI 2. Berdasarkan perolehan kursi, adalah wajar jika Demokrat mengunggulkan putra mahkota AHY untuk menjadi capres. Adapun PAN dan PKB, salah satu harus mengalah menjadi calon wapres," kata dia.
Problemnya, lanjut Romi, apa iya Zulhas dan Cak Imin yang sudah 20 tahun malang melintang di panggung politik nasional mau menanggalkan segudang pengalamannya kepada AHY yang sama sekali belum memiliki pengalaman manajerial sektor publik pada skala nasional?
"Yang kedua, siapa yang menjadi cawapres, Zulhas kah atau cak Imin," tegas dia.
Â
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Sulit Lawan Jokowi dan Prabowo
Pertarungan dalam politik terbagi dua: pertarungan untuk kemenangan, dan pertarungan untuk kehormatan. Poros ke-3 kalaupun muncul akan sulit meraih kemenangan. Berdasarkan berbagai survei mutakhir, sulit membayangkan kombinasi AHY, Zulhas atau cak Imin akan meraih kemenangan melawan paslon Jokowi atau Prabowo.
"Jika kemudian poros ke-3 ditujukan hanya untuk menjaga kehormatan dalam teori coat tail effect tadi, lantas maukah di antara cak Imin dan Zulhas untuk mengalah satu sama lain tidak menjadi cawapres? Jika jawabannya tidak, maka wacana Poros ke-3 hanyalah kembang-kembang politik sesaat. Bukan sebuah alternatif, bahkan juga bukan pelarian," tutur Romi.
Reporter : Mardani
Advertisement