Liputan6.com, Jakarta - Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Zaini Misrin dihukum mati oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan kepada pihak Indonesia. Pria asal Madura itu dieksekusi karena diduga melakukan pembunuhan terhadap majikannya.
Eksekusi mati TKI Zaini Misrin tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak. Pemerintah dan stakeholder lainnya dianggap kurang berupaya maksimal untuk mencegah warganya yang dipancung di negeri kaya minyak tersebut.
Pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, Arab Saudi memiliki kedaulatan dalam mengatur hukum di negaranya sendiri. Karena itu, menurutnya, pemerintah Indonesia tidak bisa mencampuri keputusan yang dilakukan pemerintah Arab Saudi.
Advertisement
"Langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah tepat dengan memanggil Duta Besar Arab Saudi dan menyampaikan protes. Kita harus menghargai kedaulatan setiap negara," kata Guru Besar Universitas Indonesia ini, Senin (26/3/2018).
Dia meminta pemerintah Indonesia tak salah langkah dalam menangani kasus seperti ini, apalagi sampai berniat memutus hubungan kedua negara. Menurutnya, jika hal itu terjadi, maka yang rugi adalah Indonesia.
Apalagi, dia menilai, hubungan dua negara makin mesra setelah kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud.
"Semua pihak harus melihat masalah ini secara proporsional. Tidak perlu sampai memutuskan hubungan diplomatik yang justru malah merusak hubungan kedua negara," katanya.
Dia menyatakan Konvensi Wina 1963 tak mengatur sanksi pemberian notifikasi hukuman mati warga negara asing (WNA). Dengan alasan itu, menurutnya, Arab Saudi tak perlu menginformasikan tentang eksekusi mati TKI Zaini Misrin kepada pemerintah Indonesia.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Hubungan Baik Arab-RI
Meski demikian, menurutnya, atas alasan kemanusiaan harusnya negara apa pun yang menganut hukuman mati menyampaikan pemberitahuan kepada negara asal warga itu.
"Selain rasa kemanusiaan, kedua negara punya hubungan baik yang telah terjalin berpuluh-puluh tahun. Karena itu, sudah sepantasnya pemerintah Arab Saudi memberi notifikasi kepada Pemerintah Indonesia terlebih dulu," katanya.
Dia menjelaskan berdasarkan Hukum Internasional merujuk pada Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Kekonsuleran (Konvensi Wina 1963), Indonesia dan Arab Saudi telah menjadi anggota melalui aksesi masing-masing pada tanggal 4 Juni 1982 dan 29 Juni 1988.
Dalam pasal 36, kata dia, mengatur tentang pemberian notifikasi bagi negara yang menangkap dan menghukum mati warga negara asing (WNA) kepada pemerintah negara asalnya.
"Sayangnya, dalam Konvensi Wina itu tidak mengatur sanksi bagi negara yang tidak memberikan notifikasi. Itulah lemahnya hukum internasional, ada pelanggaran, tapi tidak diberikan sanksi," katanya.
Reporter : Mardani
Advertisement