Liputan6.com, Jakarta - Amnesty International Indonesia menyesalkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. MA dipandang telah melewatkan kesempatan untuk mengakhiri ketidakadilan yang dialami mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
"MA kehilangan kesempatan untuk memperbaiki hukuman yang tidak adil dan memastikan perlindungan atas kemerdekaan berpendapat dan berkeyakinan di Indonesia," ucap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, di kantornya, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Baca Juga
Dia mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 1 PNPS 1965 dan Pasal 156 (a) KUHP tentang penodaan agama sudah banyak memenjarakan seseorang. Termasuk, lanjut dia, Ahok.
Advertisement
"Praktik pemenjaraan dengan vonis penodaan agama, tidak adil dan melanggar kewajiban HAM Indonesia dalam hukum internasional," kata Usman.
Menurut dia, undang-undang itu menimbulkan "pembelahan sosial". Ini semakin parah ketika UU tersebut digunakan untuk urusan kontestasi politik.
Oleh karena itu, PK Ahok dan beberapa kasus lain, seperti Ahmad Mushaddeq, Mahful Muis Tumanurung, bahkan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), pemerintah harus meninjau kembali keberadaan UU tersebut.
"Berharap pemerintah Indonesia meninjau kembali penghapusan pasal penodaan agama. Karena ini bertentangan dengan hukum internasional serta konstitusi Indonesia," pungkas Usman.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Penjelasan MA
Juru Bicara MA Suhadi membenarkan soal penolakan PK Ahok. Namun, dia tidak menjelaskan alasan majelis hakim tidak mengabulkan PK Ahok.
"Tidak dikabulkan alasan PK-nya oleh majelis. Detailnya nanti di dalam putusan dijabarkan," kata Suhadi.
Menurut dia, putusan diketok oleh Artidjo Alkostar sekitar pukul 16.00 WIB. "Sekitar pukul 04.00 sore. Saya baru saja mendapat kabarnya," ujar Suhadi, Senin.
Advertisement