Liputan6.com, Jakarta - Hakim agung Artidjo Alkostar menuturkan, dia tidak mau dirinya diberikan julukan atau penghargaan. Sebab, menurut dia, sebagai seorang hakim tidak boleh bermimpi mendapatkan hadiah sekali pun.
"Kalau hakim itu tidak boleh bermimpi saja, mendapat hadiah itu ndak boleh, ndak boleh hakim," kata Artidjo di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat (25/5/2018).
Ia bercerita pernah mendapat hadiah dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Kampus almameternya itu memberikan sebuah award (penghargaan). Begitu juga sebuah universitas di Jakarta yang dia rahasiakan namanya. Semuanya Artidjo tolak.
Advertisement
"Saya itu kan pernah mau diberi award dari UII dari almamater saya. Saya tolak, saya tolak. Ada juga dari Jakarta, tidak perlu saya sebutkan, memberikan award juga. Saya tolak juga," kata dia.
Adapun alasan penolakan karena, menurut Artidjo, penghargaan seperti itu berpotensi mempengaruhi independensi seorang hakim. Tak hanya itu, julukan atau penobatan verbal pun dia tolak demi independensi.
"Hakim itu harus bebas dari harapan-harapan yang berpotensi untuk mempengaruhi independensi. Penghargaan ini, sebutan ini. Jadi, harus bersih, harus independen," tegas Artidjo.
Momok Koruptor
Artidjo merupakan hakim agung yang terkenal sebagai momok bagi para koruptor. Sebut saja terdakwa korupsi Hambalang, Anas Urbaningrum.
Hukumannya di tingkat kasasi diperberat menjadi 14 tahun dari 8 tahun di tingkat pertama, serta ditambah uang pengganti.
Artidjo memasuki masa pensiun setelah berusia 70 tahun pada 22 Mei 2018. Per 1 Juni 2018, 18 tahun pengabdiannya di Mahkamah Agung harus berakhir.
reporter: Ahda Bayhaqi
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement