JK: Revisi Revisi UU KUHP Kewenangan DPR, Bukan Jokowi

Jk mengatakan DPR memiliki kewenangan untuk mencabut pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jun 2018, 23:06 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2018, 23:06 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla Lepas Parade Asian Games 2018
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sambutaan saat melepas parade Asian Games 2018 di Monas, Jakarta, Minggu (13/5). Parade Asian Games ini diikuti oleh 4.800 peserta dari berbagai kelompok masyarakat dan institusi. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Presiden Jokowi meminta agar pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dicabut dari revisi UU KUHP.

Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, seharusnya KPK mengirim surat ke DPR bukan Jokowi. "Wajibnya (menyurati) ke DPR," kata Kalla usai menghadiri acara buka puasa bersama di kediaman Chairul Tanjung di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6/2018).

JK menjelaskan, yang merevisi UU KUHP adalah DPR. Dengan demikian, DPR lah yang memiliki kewenangan untuk mencabut pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.

"Itu kewenangan DPR lah jangan Presiden lagi. Itu kan dibahas di DPR, kewenangannya DPR bukan Presiden," ujar dia.

Pada Selasa, 29 Mei 2018, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengungkapkan alasan mengirim surat kepada Kepala Negara. KPK menilai masuknya pasal-pasal tindak pidana khusus, termasuk korupsi dalam revisi UU KUHP bisa memperlemah pemberantasan korupsi.

"Saya kira masyarakat Indonesia sebagai korban dari kejahatan korupsi ini akan mendukung jika Presiden berupaya melawan pelemahan terhadap pemberantasan korupsi dan sekaligus diharapkan Presiden juga memimpin penguatan pemberantasan korupsi yang salah satu caranya adalah membuat aturan yang lebih keras pada koruptor melalui revisi UU Tipikor yang ada saat ini," ujar Febri.

 

Buat Kajian Mendalam

Sah, Jokowi Teken Aturan THR dan Gaji ke-13 PNS
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Wapres Jusuf Kalla (kanan) saat akan memberi keterangan terkait THR di Jakarta, Rabu (23/5). Berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun ini THR juga diberikan kepada pensiunan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Febri menambahkan, KPK telah melakukan kajian mendalam terkait RUU KUHP. Mereka melibatkan sejumlah guru besar, ahli dan praktisi hukum di beberapa universitas.

"Ada kekhawatiran yang tinggi jika RUU KUHP dipaksakan pengesahannya dalam kondisi saat ini. Kita tidak bisa membayangkan ke depan bagaimana risiko terhadap pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya," kata dia.

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya