Liputan6.com, Jakarta - Selasa sore, 31 Juli 2018, Prabowo Subianto bersilaturahmi ke rumah Neno Warisman, penyanyi era 1980-an yang banting setir jadi aktivis politik.
Setelah menggelar pertemuan tertutup, sambil menikmati hidangan sate ayam hingga es dawet, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut disambut awak media yang langsung menyodorkan pertanyaan yang jawabannya dinanti banyak orang: siapa gerangan cawapres yang akan mendampinginya dalam Pilpres 2019?
Advertisement
Baca Juga
Prabowo mengaku sudah mengantongi sejumlah nama. "Sudah di kantong," ucap Prabowo, Selasa malam, (31/7/2018).
Namun, tak ada satu pun nama yang terlontar dari bibir mantan Danjen Kopassus itu. Prabowo justru berkelakar dengan menghitung kantong di bajunya. "Kantong satu, kantong dua, kantong tiga," kata dia.Â
Didesak para jurnalis, Prabowo tetap merahasiakan calon pasangan yang akan digandeng untuk melawan petahana, Joko Widodo atau Jokowi.Â
"Ah kau ini mancing saja. Mancing saja. Yang penting bukan maunya saya. Yang penting maunya rakyat. Kan begitu," ujar Prabowo.
Beberapa hari ini, Prabowo memang terlihat sibuk. Jadwalnya kian padat, bertemu dengan pimpinan sejumlah partai politik. Tujuannya, tak lain tak bukan adalah untuk menjalin koalisi.Â
Ia sudah menemui Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, Presiden PKS Sohibul Iman, pun dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY digadang-gadang sebagai salah satu kandidat cawapres, meski usianya baru akan genap 40 tahun pada 10 Agustus 2018.Â
Pertemuan dengan SBY bahkan berlanjut di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin 30 Juli 2018. Usai pertemuan, SBY menyatakan, pihaknya menyerahkan pilihan cawapres sepenuhnya pada Prabowo.
Sebelumnya ada sejumlah nama kandidat calon RI-2. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengungkapkan, ketua umumnya telah mengantongi empat nama kandidat cawapres, di antaranya Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri, Ustaz Abdul Somad. Satu nama lain masih dirahasiakan.Â
Sementara itu, Prabowo juga menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai kandidat kuat cawapresnya.Â
"Pak Anies salah satu calon, tokoh muda yang kami pandang kapabel. Jadi saya kira Beliau calon serius juga. Calon wakil yang serius," kata Prabowo di rumahnya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat 6 Juli 2018.
Jadi, siapa yang akan didaftarkan sebagai cawapres Prabowo di KPU pada tanggal 4-10 Agustus mendatang?Â
Direktur Pencapresan DPP PKS Suhud Aliyudin mengatakan, sepengetahuan pihaknya, belum ada nama yang mengerucut sebagai calon pendamping Prabowo.Â
"Belum final. Siapa yang mendampingi Pak Prabowo. Kalau beliau, positif jadi capres. Ini kan ada beberapa nama dari PKS, Pak SBY kan ada Mas AHY, kemudian PAN ada Zulhas (Zulkifli Hasan), jadi ini masih proses komunikasi, tapi ini belum final. Masih dalam proses pembicaraan," ujar Suhud saat dihubungi Liputan6.com, Selasa sore, (31/7/2018).
Semua kandidat masih cair. Partai koalisi kubu Prabowo masih tarik ulur. "Belum (mengerucut). Tapi memang di antara nama-nama itu, ijtimak ulama menyebut dua nama, Pak Ali Segaf Al Jufri, kemudian Ustad Somad. Dari Pak SBY ada mas AHY, PAN ada Zulhas. Ini yang sedang dibahas intensif," jelas dia.
Semua nama yang berpeluang mendampingi Prabowo, menurut Suhud, akan ditentukan pada tingkat pimpinan partai koalisi. Setelah diputuskan, pimpinan PKS akan meneruskannya ke Majelis Syuro.Â
Â
Saksikan video terkait kandidat cawapres Prabowo berikut ini:Â
Siapa Cawapres Paling Menguntungkan untuk Prabowo?
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin memperkirakan, proses penentuan nama cawapres Prabowo akan berjalan alot.Â
Apalagi, hingga kini, partai yang tergabung dalam koalisi Prabowo, terlebih PKS, tetap ngotot mengajukan nama sembilan kadernya menjadi pendamping mantan Danjen Kopassus tersebut.
"Karena persoalannya adalah ketiga partai (PAN, PKS, Demokrat) itu menyodorkan kadernya masing-masing jadi cawapresnya. Dugaan saya, Prabowo lebih condong ke Demokrat, ke AHY," ujar Ujang saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (31/7/2018).
Pilihan terhadap AHY bukan tanpa itungan. Menurut Ujang, nama-nama seperti Zulkifli Hasan dinilai tidak dapat mendongkrak elektabilitas Prabowo melawan Jokowi. Termasuk sembilan nama kader PKS.
"Sembilan nama itu juga tidak membawa dampak signifikan untuk Prabowo. Makanya yang memungkinkan adalah AHY, tapi walaupun dalam konteks memang berat melawan incumbent. Jadi kalau ingin bertarung jiwanya kalah dulu, ya jangan bertarung kan?," ujar Ujang.
Terkait nama Ustaz Abdul Shomad dan Salim Segaf Aljufri yang muncul dari hasil ijtimak ulama GNPF, Ujang menilai, mereka tidak akan memberikan dampak berarti.
Ijtimak ulama yang notabene berasal dari kelompok 212 itu dianggap pesonanya kini memudar setelah ikatannya tak lagi solid.
"Kelompok 212 sudah terpecah kan, terbagi-bagi, sudah berkeping-keping. Jadi artinya kelompok 212 tidak sesolid yang dulu ketika Pilkada DKI. Walaupun yang direkomendasikan adalah Salim Segaf Aljufri, tapi menurut saya tidak akan menolong dalam konteks mengangkat elektabilitasnya," jelas Ujang.
Dia menerangkan beda halnya saat Pilkada DKI 2017. Kala itu, gerakan 212 dikomandoi langsung oleh Pimpinan FPI Rizieq Shihab.
"Itu lain ceritanya tapi dalam konteks politik kekinian yang alumni 212 sudah tercerai berai, sudah memilih sana memilih sini, maka Salim Segaf Aljufri tidak mampu mengangkat dalam konteks kemenangan Prabowo," jelas dia.
Ustaz Abdul Somad sendiri telah menolak rekomendasi ijtimak ulama untuk menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto. Ustaz Somad kemudian mempromosikan kandidat lainnya, Salim Segaf Al Jufri.
Sang pemuka agama menyampaikan, ia ingin fokus di bidang pendidikan dan dakwah. Meski begitu, Somad tak ragu tetap berkomunikasi dengan Salim Segaf Al Jufri atau Prabowo.
Ujang menilai, nama Salim Segaf Aljufri belum terlalu dikenal di tengah masyarakat. Ketua Dewan Syuro PKS itu hanya dikenal di kalangan kader-kader PKS.
"Ini catatan penting. Jadi ia tidak terlalu mampu mendongkrak elektablitas Prabowo," ujar dia.
Bagi Ujang, selain AHY, ada satu nama yang ideal untuk mendampingi Prabowo. Nama itu adalah Anies Baswedan. Namun, keduanya, secara kalkulasi politik, agak mustahil dipasangkan.
"Karena Anies tidak punya partai jadi kalau dipasangkan dengan Prabowo otomatis cuma Gerindra, yang lain kabur karena tidak diberi jatah cawapres," ujar dia.
Advertisement
Prabowo-Anies Atau Prabowo-AHY?
Jokowi dan Prabowo diperkirakan akan kembali berhadapan dalam Pilpres 2019. Karena keduanya bukan sosok baru, publik lebih penasaran dengan siapa kandidat cawapres.Â
Tak hanya Prabowo yang belum menjatuhkan pilihan. Siapa cawapres Jokowi pun masih misterius. Keduanya diperkirakan akan menyiapkan sosok yang sepadan.
"Ketika ijtimak ulama melahirkan sosok Salim Segaf Aljufri, artinya kan dari kalangan Islam. Diperkirakan Jokowi akan bersiap-siap mengeluarkan kandidat seperti Maruf Amin, karena sama-sama merepresentasikan Islam yang kuat," ujar Ujang Komarudin, yang juga pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, kepada Liputan6.com.
Sementara, jika Prabowo menggandeng AHY, dia memperkirakan, Jokowi akan memilih Mahfud MD
Namun, Ujang mengakui, pertarungan dengan incumbent akan lebih menarik jika Prabowo bersanding dengan Anies Baswedan.
Hal senada disampaikan pengamat sosial politik dari The Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo. Dia menilai, calon ideal bagi Prabowo untuk menghadapi Jokowi adalah Anies Baswedan dan AHY.
Pasangan Prabowo-Anies, menurut dia, memiliki beberapa kelebihan juga kelemahan.Â
"Anies sebagai gubernur belum menunjukkan prestasi yang monumental. Anies juga berjanji akan memimpin Jakarta sampai selesai masa jabatannya. Maka jika Anies maju di pilpres tapi kalah. maka ibarat bunga, dia bisa layu sebelum mekar," jelas Karyono kepada Liputan6.com, Selasa (31/7/2018).
Sementara pasangan Prabowo-AHY, imbuh dia, memiliki kelebihan yaitu potensi dukungan pemilih Partai Demokrat dari kalangan nasionalis. Apalagi, menurut Karyono, sosok AHY memiliki potensi membidik pemilih milenial.
"Tetapi, sosok AHY memiliki kelemahan yaitu dinilai masih terlalu muda, belum cukup pengalaman dan ada kesan disetir ayahnya. Ditambah lagi ada sebagian pemilih yang menilai pasangan capres yang berlatar belakang sama-sama militer dinilai kurang ideal," terang Karyono.
Hal berbeda disampaikan pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Ia menilai, pasangan Prabowo-Gatot Nurmantyo akan bisa menjadi lawan sebanding Jokowi dalam Pilpres 2019. Pun bila Prabowo bersanding dengan Salim Segaf Aljufri.
Namun begitu, Prabowo dinilai akan lebih cocok jika bersanding dengan kader partai. Untuk hal ini, Prabowo harus tepat menghitung kalkulasinya agar tidak salah dalam melangkah.
"Prabowo nggak boleh salah memilih wakilnya, harus hati-hati betul," kata Pangi.