Apa Itu Likuifaksi, Fenomena Tanah Bergerak Saat Gempa di Palu

Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,4 yang mengguncang Kabupaten Donggala dan Kota Palu mengakibatkan likuifaksi.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Okt 2018, 10:58 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2018, 10:58 WIB
Potret Memilukan Kota Palu Usai Gempa - Tsunami Dilihat dari Udara
(Foto: m.bahrunnajach/instagram.com)

Liputan6.com, Jakarta - Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,4 yang mengguncang Kabupaten Donggala dan Kota Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat 28 September 2018 menimbulkan fenomena likuifaksi atau 'tanah bergerak'.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, likuifaksi adalah penurunan tanah akibat memadatnya volume lapisan tanah.

"Fenomena ini biasanya terjadi saat gempa bumi terjadi yaitu pada daerah-daerah atau zona-zona dengan tanah yang mengandung air. Misalnya yang sering terjadi itu di dekat pantai atau di daerah gempa, ada lapisan yang mengandung air misalnya tanah pasir," jelas Dwikorita saat dihubungi oleh Liputan6.com, Senin (1/10/2019).

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini memaparkan bahwa likuifikasi terbagi menjadi dua jenis. Ada yang berupa semburan air dari dalam tanah keluar memancar seperti air mancur.

"Bisa juga lapisan pasir itu menjadi padat karena gempa yang sangat kuat dan airnya terperas keluar sehingga mengalir membawa lapisan tanah tadi, jadi seakan-akan hanyut," ujar Dwikorita.

Pihak BMKG sendiri hingga saat ini belum bisa mencapai lokasi bencana. Namun, melihat pantauan dari media, Dwikorita menyatakan bahwa likuifaksi yang terjadi di Palu adalah tipe yang tanahnya hanyut bersama air.

"Suatu massa tanah yang luas yang ikut hanyut bersama air tadi. Ini baru visual dari televisi, itu perlu dilihat lagi," ujar Dwikorita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Bahayanya Likuifasi

Bahaya dari fenomena 'tanah bergerak' ini adalah bangunan akan ambles masuk ke dalam. Hal itu karena airnya terperas ke luar dan tanahnya memadat jadi permukaan tanah turun. Pondasi bangunan ada di tanah itu jadi ikut turun, sehingga bangunannya ambles.

"Sehingga kalau ada bangunan bertingkat, itu yang kelihatan hanya tinggal tingkat tengah dan atas, tingkat bawahnya masuk ke dalam tanah," kata Dwikorita.

"Jadi itu kekuatannya cukup tinggi, bisa menghanyutkan semua material benda-benda yang ada di permukaan tanah tadi," papar Dwikorita.

Untuk pemulihan likuifaksi sendiri, Dwikorita menyatakan diperlukannya rekayasa setelah gempa selesai dan tidak ada guncangan-guncangan. Pemulihan tanah pun masih belum dapat dipastikan.

"Tergantung seberapa luas dampaknya. Kalau tidak terlalu luas, bisa. Tapi kalau sangat luas, ya tidak mudah. Rekayasa itu bisa tapi sangat dipengaruhi juga oleh seberapa besar volume dan luas area yang terlikuifaksi tadi," kata Dwikorita.

 

Reporter: Melissa Octavianti 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya