Jusuf Kalla: Sistem Demokrasi Harus Dikoreksi Sesuai Zaman

Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, lanjut JK, menerima banyak kritikan dari negara-negara asing karena menerapkan beberapa kebijakan yang proteksionis, antara lain terkait perdagangan dan Islamofobia.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Nov 2018, 16:09 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2018, 16:09 WIB
Jusuf Kalla Hadiri Pembukaan KTT ASEM
Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla saat tiba menghadiri pembukaan KTT ASEM (Asia-Europe Meeting) ke-12 di Brussels, Belgia, (18/10). KTT ASEM ke-12 mengangkat tema Europe and Asia: Global Partners for Global Challenges. (AFP Photo/Aris Oikonomou)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, sistem demokrasi haruslah dikoreksi lagi apakah masih sesuai diterapkan sebagai sistem pemerintahan di suatu negara seiring dengan perkembangan zaman.

"Demokrasi juga harus dikoreksi sesuai zamannya. Demokrasi mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Sekarang tentu pertanyaannya ialah demokrasi bagaimana yang kita harapkan untuk memajukan bangsa ini?" kata Wapres saat membuka Rapat Kerja Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam di Jambi, Sabtu (24/11/2018).

Jusuf Kalla mengatakan, negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya, kini perlahan justru menutup diri terhadap kerja sama dari negara lain.

Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, lanjut pria yang kerap disapa JK ini, menerima banyak kritikan dari negara-negara asing karena menerapkan beberapa kebijakan yang proteksionis, antara lain terkait perdagangan dan Islamofobia.

"Mulai bertanya-tanya apakah Amerika yang merupakan suatu negara demokrasi yang sangat tinggi, tapi yang terpilih Trump, yang berkampanye dengan cara diskriminatif. Artinya tidak demokratis, Islam tidak boleh masuk, mendekati Korea (Utara) dan sebagainya," ucap JK.

Inggris pun menerapkan kebijakan eksklusif setelah meloloskan diri dari Uni Eropa lewat referendum Brexit (British Exit). Contoh kebijakan dari dua negara maju tersebut menimbulkan pertanyaan baru apakah sistem demokrasi masih sesuai diterapkan saat ini, kata Wapres.

"Di Inggris, (referendum) Brexit menang. Itu juga karena ingin proteksionis. Maka terjadilah suatu paham-paham yang putar balik pada masa lalu," kata Jusuf Kalla.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Harapan untuk KAHMI

Di bidang ekonomi, Amerika juga mulai menerapkan kebijakan eksklusif dengan menerapkan pajak tinggi bagi barang eskpor dari negara lain. Sementara negara penganut paham komunis-sosialis seperti China justru ingin membuka diri lewat kerja sama dengan negara lain.

"Kalau masa lalu, negara demokratis cenderung ekonominya terbuka dan negara yang tidak demokratis - sosialis atau komunis, ekonominya tertutup, proteksionis. Sekarang terbalik, Amerika ingin proteksionis sementara China yang sosialis-komunis itu ingin ekonomi terbuka," jelasnya.

Oleh karena itu, Wapres berharap KAHMI sebagai organisasi intelektual dapat membaca perubahan-perubahan tersebut sehingga bersama-sama dapat menemukan sistem pemerintah yang sesuai, tetapi tidak menjadikan Indonesia sebagai bangsa otoriter.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya