Korban Gempa dan Likuefaksi di Balaroa Tolak Hunian Sementara

Abdurahman mengatakan, sebaiknya anggaran pembangunan huntara diberikan secara tunai kepada korban likuefaksi.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jan 2019, 08:08 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2019, 08:08 WIB
Usai Gempa Palu, Kawasan Terdampak Likuifaksi Disemprot Disinfektan
Helikopter BNPB menyemprotkan cairan disinfektan ke kawasan terdampak likuifaksi di Petobo dan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (18/10). Likuifaksi adalah fenomena yang terjadi ketika tanah jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan. (Yusuf Wahil/AFP)

Liputan6.com, Palu - Ribuan korban bencana gempa bumi dan likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, menolak untuk direlokasi ke hunian sementara (huntara) yang saat ini sedang dalam proses perampungan oleh pemerintah. Alasannya, huntara itu tidak layak huni.

"Huntara yang dibangun tidak layak," kata Ketua Forum Korban Likuefaksi Kelurahan Balaroa, Abdurrahman M Kasim, Senin (15/1/2019).

Abdurahman mengatakan, sebaiknya anggaran pembangunan huntara diberikan secara tunai kepada korban likuefaksi, termasuk memberikan ganti rugi atas hak keperdataan warga yang hilang seluas 47,5 hektare.

Selain itu, forum juga menuntut agar pemerintah menyegerakan pembangunan hunian tetap (huntap), mendistribusikan logistik tepat sesuai data, serta meminta pemerintah segera mencairkan dana santunan kematian kepada para ahli waris.

"Kalau dua minggu tidak direalisasikan, kami akan datang lagi dengan massa yang lebih besar," tegas Abdurrahman seperti dikutip Antara.

Sejumlah perwakilan massa aksi mengelar pertemuan di ruang Wali Kota Palu, di mana salah seorang terlihat membawa poster bertuliskan "No Huntara, Huntap Yes".

Sementara itu, Kepala Dinas PU Kota Palu Iskandar Arsyad dalam pertemuan bersama warga mengatakan permintaan untuk tidak menerima huntara agar dapat dipertanggungjawabkan.

Kata dia, huntara memiliki masa waktu selama dua tahun dan di saat bersamaan dilakukan pembangunan huntap. Iskandar juga meminta jaminan kepada warga apakah saat pembangunan huntap mereka mampu tinggal di shelter pengungsian.

"Saya sudah mendapat petunjuk dari Wali Kota Palu, seluruh pengungsi tanda tangan jika tidak menginginkan huntara," kata Iskandar.

Menurut dia, tidak sedikit warga Balaroa yang mendatangi Wali Kota Palu untuk mendapatkan huntara.

"Jangan sampai dari 2.000 kepala keluarga (KK) di Balaroa, ada juga mereka yang menginginkan pembangunan huntara," kata Iskandar.

Dia berharap agar persoalan ini dapat disikapi dengan baik oleh Ketua Forum, supaya nantinya tidak terjadi masalah di kemudian hari.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Lahan Huntap Minim

Pemerintah kota, kata Iskandar, tetap akan menyiapkan apa yang menjadi keinginan para pengungsi, khususnya pembangunan huntap. Tetapi terkait pengembalian dana pembangunan huntara, itu menjadi kewajiban pemerintah pusat.

Dia menjelaskan, jika masyarakat hanya menginginkan huntap tanpa huntara, lokasi yang berada di Sport Center hanya 4 hektare lebih dan apabila dibangunkan huntap hanya berkapasitas sekira 200 KK atau 200 rumah. Sementara warga Balaroa, berdasarkan data forum sebanyak 2.000 KK.

"Masalah ini juga perlu disikapi secara bijak, mari kita bekerja sama antara pemerintah kota dengan masyarakat Balaroa, untuk menyelesaikan masalah ini," harap Iskandar.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya