4 Pernyataan Jokowi-JK soal Pembebasan Bersyarat Abu Bakar Baasyir

Dokumen yang disodorkan sesuai prosedur Peraturan Menteri Hukum dan HAM sebelum pembebasan bersyarat Abu Bakar Baasyir dipenuhi berisi sejumlah poin pernyataan.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 23 Jan 2019, 06:32 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2019, 06:32 WIB
Abu Bakar Baasyir
(FOTO:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir akan segera bebas. Baasyir divonis 15 tahun penjara dalam kasus bom Bali dan hingga saat ini sudah menjalani 9 tahun masa hukumannya.

Pria berusia 80 tahun ini, kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Khusus Terorisme Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Pembebasan Abu Bakar Baasyir dilakukan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena alasan kemanusiaan.

Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK juga tetap ingin Baasyir memenuhi aspek hukum tersebut agar bisa dibebaskan.

Berikut pernyataan Jokowi dan JK terkait syarat pembebasan bersyarat Abu Bakar Baasyir dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

1. Bukan Pembebasan Murni

Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjawab pertanyaan wartawan saat menerima perwakilan nelayan seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/1). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan pembebasan terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir akan dilakukan dengan mekanisme bebas bersyarat. Jokowi memastikan pembebasan Abu Bakar Baasyir sesuai dengan sistem dan mekanisme hukum.

"Kita ini juga ada sistem hukum. Ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat," ujar Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Selasa, 22 Januari 2019.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan ada syarat yang harus dipenuhi Abu Bakar Baasyir agar bebas. Jokowi tak ingin menabrak sistem hukum.

"Ya, gimana kalau masa ini ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita tempuh. Saya justru nabrak kan enggak bisa. Apalagi ini situasi yang basic. Setia pada NKRI, setia pada Pancasila," katanya.

Jokowi mengatakan pembebasan Abu Bakar Baasyir karena pertimbangan faktor kemanusiaan. Faktor kesehatan dan usia menjadi salah satu pertimbangan Jokowi.

"Gini kan sudah saya sampaikan bahwa karena kemanusiaan dan Ustaz Baasyir sudah sepuh, kesehatannya juga sering terganggu. Bayangkan kalau kita sebagai anak melihat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu. Itulah yang saya sampaikan secara kemanusiaan," ucap Jokowi.

 

2. Harus Setia NKRI dan Pancasila

Jokowi Tinjau Reaktivasi Jalur KA Cibatu-Garut
Presiden Joko Widodo meninggalkan Stasiun Cibatu seusai meninjau proyek reaktivasi jalur Cibatu-Garut, Jawa Barat, Jumat (18/1). Jokowi sempat melambaikan tangan kepada masyarakat sebelum memasuki mobil dinasnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Abu Bakar Baasyir harus mematuhi aturan yang dibuat pemerintah agar dapat bebas, salah satunya menyatakan setia kepada NKRI.

"Tetapi kita ini juga ada sistem hukum. Ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Nah syaratnya harus dipenuhi, kalau nggak kan saya nggak mungkin nabrak," kata Jokowi.

"Contoh setia pada NKRI, setia pada Pancasila. Itu basic sekali itu. Sangat prinsip sekali. Saya kira jelas sekali," sambung Jokowi.

Jokowi mengatakan, pemerintah saat ini tengah mengkaji wacana pembebasan Abu Bakar Baasyir.

"Ya ini semuanya masih kajian di Menko Polhukam. Termasuk juga terserah pada keluarga besar Ustaz Abu Bakar Baasyir," ucap dia.

 

3. Harus Penuhi Aspek Hukum

20160816-sidang tahunan mpr-jakarta-jokowi jk zulkifli
Jokowi-JK dan Ketua MPR Zulkifli Hasan sebelum sidang tahunan MPR dimulai. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK memastikan, pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir berdasarkan pertimbangan kemanusiaan.

Kendati demikian, pemerintah tidak mengabaikan prosedur hukum pembebasan pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu.

"Kalau tak memenuhi aspek hukum ya minimal itu agak sulit juga (dibebaskan). Nanti dibelakang hari orang gugat," kata JK.

Mantan Ketua Umum Golkar ini menyebut, pemerintah melalui Kemenko Polhukam masih terus mengkaji sejumlah aspek pembebasan Abu Bakar Baasyir. Seperti aspek ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hukum, dan lain sebagainya.

"Harus dikaji aspek hukumnya dan ketersediaan beliau untuk memenuhi syarat syarat yang ditentukan seperti taat kepada NKRI. Itu syarat syarat yang biasa saja sebetulnya," kata dia.

Mengenai kemungkinan pemerintah akan membuat dasar hukum khusus untuk membebaskan Abu Bakar Baasyir, JK menegaskan tidak. Dia memastikan, peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk kepentingan umum bukan perorangan.

"Tentu tidak mungkin 1 orang dibikinkan peraturan untuk satu orang. Harus bersifat umum peraturan itu," ucap JK.

 

4. Abaikan Keberatan Australia

Wapres Jusuf Kalla Buka Pameran Alutsista Indo Defence 2018
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi sambutan saat membuka pameran Indo Defence 2018 di JiExpo and Forum, di Kemayoran, Jakarta Rabu (7/11). Pameran ini digelar selama empat hari dari tanggal 7-10 November 2018. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Australia menyampaikan keberatan kepada pemerintah terkait rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir. Pesan itu disampaikan Perdana Menteri (PM) Australia, Scott Morrison.

Atas hal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, pemerintah tidak mempertimbangkan keberatan Australia dalam proses pembebasan Abu Bakar Baasyir. Pemerintah hanya memperhatikan aspek hukum dan kemanusiaan.

"Kita tidak mempertimbangkam keberatan atau tidak keberatannya negara lain," tegas JK.

JK lalu mencontohkan kebijakan dalam negeri Australia yang mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel. Padahal, saat itu Indonesia telah melayangkan keberatan kepada Australia.

"Sama juga Australia tidak menjadikan protes Indonesia soal Yerussalem harus dipenuhi. Permintaan juga soal Yerussalem tapi tetap diakui," ucap JK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya