Mahyudin Jelaskan Perbedaan Peran MPR Sebelum dan Setelah Reformasi

Mahyudin optimis demokrasi di Indonesia berkembang hingga mencapai titik ideal.

oleh Cahyu diperbarui 09 Feb 2019, 12:06 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2019, 12:06 WIB
Mahyudin
Mahyudin optimis demokrasi di Indonesia berkembang hingga mencapai titik ideal. (foto: dok. MPR)

Liputan6.com, Jakarta Ratusan masyarakat Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, memenuhi Aula Serbaguna, Kantor Camat Loa Janan, pada Sabtu (9/2/2019). Mereka yang terdiri dari ibu-ibu, pelajar, pramuka, guru, dan masyarakat umum berada di sana untuk mengikuti Seminar Empat Pilar MPR.

Dalam acara tersebut, hadir Wakil Ketua MPR, Mahyudin, sebagai pembicara utama. Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa MPR sebelum UUD Tahun 1945 diamandemen merupakan lembaga tertinggi negara. Sebagai lembaga tertinggi, MPR yang beranggotakan anggota DPR, utusan golongan, dan daerah, bermusyawarah untuk menentukan masa depan bangsa.

"MPR saat itu dianggap sebagai representasi rakyat Indonesia," ujar Mahyudin.

Setelah adanya gerakan reformasi yang dilalukan oleh mahasiswa pada 1998 dengan tuntutan adanya demokratisasi, membuat tatanan bernegara dan berbangsa berubah.

"Akhirnya UUD Tahun 1945 diamandemen," ucap Mahyudin.

Amandemen yang terjadi membuat MPR tak lagi menjadi lembaga tertinggi.

"Anggotanya pun juga berubah," kata Mahyudin.

Selepas reformasi, anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD. Kedudukan MPR pun menjadi setara dengan DPR, DPD, MK, KY, BPK, dan lembaga negara lainnya.

Walaupun MPR tak lagi sebagai lembaga tertinggi, ujar Mahyudin, MPR tetap memiliki kewenangan tertinggi, yaitu mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD). Namun, ia mengakui bahwa melakukan amandemen memerlukan proses yang rumit. Misalnya, tahap awal harus diusulkan oleh sepertiga anggota MPR disertai alasan mengapa perlu amandemen. 

Perubahan lain yang terjadi setelah amandemen adalah metode pemilihan presiden.

"Dulu presiden dipilih anggota MPR, sekarang dipilih langsung oleh rakyat," ujar Mahyudin.

Selain itu, masa jabatan seseorang untuk menjadi presiden kini dibatasi dua periode.

"Berbeda pada masa sebelum era reformasi," ucap Mahyudin.

Berbicara soal Pemilu Presiden, ia berharap agar masyarakat menggunakan hak pilihnya. Menggunakan hak pilih secara elegan. Jangan mencaci maki, memfitnah, dan menyebar hoax tentang calon presiden yang ada. 

Mahyudin mengatakan, bangsa Indonesia sedang dalam proses perjalanan menuju ke titik ideal soal demokratisasi dan Pemilu Presiden. Calon presiden bisa berasal dari mana saja.

"Bisa saja nanti ada Presiden dari Kalimantan Timur. Mungkin ia dari pelajar yang hadir dalam acara ini," kata dia.

Dalam kesempatan tersebut, Mahyudin juga memaparkan tugas MPR. Tugas MPR antara lain, memasyarakat Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, melakukan kajian ketatanegaraan, dan menyerap aspirasi masyarakat.

Terkait memasyarakatkan Empat Pilar, menurutnya hal ini penting dilakukan sebab ada tantangan kebangsaan yang menghadang bangsa ini. 

"Dulu semua elemen masyarakat wajib mengikuti Penataran P4. Beberapa tahun setelah reformasi, model seperti itu tak ada lagi sehingga MPR melihat ada kekosongan dalam masalah pemantapan ideologi," ujar Mahyudin.

Ia mengakui, kekosongan pemantapan ideologi menimbulkan perubahan perilaku masyarakat. Hadirnya teknologi komunikasi seperti handphone membuat perilaku masyarakat berubah drastis.

"Masyarakat sekarang lebih suka main handphone. Bahkan, di kamar antara suami dan istri main handphone sendiri-sendiri. Sebelum ada handphone masyarakat suka gotong royong," ucap Mahyudin.

Tak hanya itu yang terjadi, imbuhnya, bangsa ini sekarang juga mengalami krisis ketauladanan kepemimpinan. Mahyudin mengatakan, sekarang banyak pejabat negara dan daerah ditangkap karena melakukan korupsi.

"Dari ketua lembaga negara, wakil rakyat, kepala daerah, sampai kepala desa ada yang ditangkap karena korupsi," kata Mahyudin.

Dirinya pun merasa prihatin atas fenomena di atas. Untuk itu, ujar Mahyudin, MPR melakukan sosialisasi agar masyarakat ingat nilai-nilai luhur bangsa dan mengimplementasikan dalam keseharian.

 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya