Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan antara bos Lippo Group James Riady dengan Bupati Neneng Hasanah Yasin ternyata bukan kebetulan seperti diungkap James pada sidang lalu. James Riady diketahui justru yang meminta diadakan pertemuan dengan Bupati Neneng untuk membahas Meikarta.
Hal itu terungkap dalam kesaksian Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang, Edi Dwi Soesianto yang dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus suap perizinan Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (11/2/2019).
Sidang kasus suap perizinan Meikarta sendiri tetap menghadirkan terdakwa Direktur Operasional Billy Sindoro dan tiga terdakwa lainnya, pegawai Lippo Group, Henry Jasmen serta dua konsultan Lippo Group yaitu Taryudi dan Fitra Djaja Purnama.
Advertisement
Dalam sidang, Edi Dwi Soesianto diketahui berperan mengurus izin bersama Bartholomeus Toto selaku Direktur Lippo Cikarang. Edi menjelaskan bahwa ia mengatur pertemuan Bupati Neneng dengan James. Ia juga diminta oleh Billy Sindoro untuk meminta nomor handphone ajudan Bupati Neneng.
Awalnya, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperdengarkan rekaman pembicaraan antara Edi dengan Bartholomeus Toto. Dalam percakapan tanggal 6 Januari 2018 tersebut, Edi dan Toto memang berkomunikasi mengatur pertemuan James.
Pertemuan Bupati Neneng dengan James kemudian diatur oleh Yusup E Taufik selaku salah satu pegawai Pemkab Bekasi. Dalam komunikasi dengan Taufik, Edi menjelaskan bahwa yang bertemu bupati merupakan pejabat tinggi Lippo.
Jaksa KPK menanyakan, kepada Edi ada kalimat 'perintah penting'. "Apa maksudnya 'perintah penting," tanya jaksa.
"Ada perintah penting dari pak Toto, minta Taufik serius ada Pak James sama Billy mau menghadap ibu," jawab Edi.
"Pertemuan untuk apa," tanya jaksa.
"Ada kemungkinan bisa jadi terkait Meikarta. Menurut pemahaman saya iya untuk Meikarta. Taufik kasih nomornya Marfuah," ujar Edi.
"Apa kepentingannya Billy minta nomor Marfuah," tanya jaksa.
"Pak Toto menghubungi saya, kemudian saya hubungi Taufik. Pak James dan Billy ingin menemui bupati," ucap Taufik.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bukti Rekaman
Dalam surat dakwaan jaksa, Sekretaris Direksi PT Lippo Cikarang, Melda Peni Lestari disebut memberikan Rp10,5 miliar kepada Edi Dwi Soesianto. Melda memberikan uang itu kepada Edi Dwi atas persetujuan Bartholomeus Toto untuk menyuap Bupati Bekasi Neneng, yang telah mengeluarkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPTT) proyek Meikarta.
Penerbitan IPPT sendiri sebagai syarat pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB).
Usai persidangan, jaksa KPK Yadyn mengatakan bukti rekaman percakapan dan kesaksian Edi Soesianto menyanggah keterangan James Riady yang sebelumnya mengaku pertemuan dengan Bupati Neneng hanya kebetulan.
"Kita bisa sanggah keterangan dari Edi Soes dan percakapan telepon tadi, bahwa tujuannya hanya menjenguk Neneng Hasanah itu kita bisa bantah juga. Neneng Hasanah dalam persidangan sebelumnya menjelaskan bahwa di sana ada proses dimana mereka memperlihatkan gambar-gambar terkait proyek Meikarta," kata Yadyn.
Yadyn mengatakan kesaksian Edi juga membuat jelas bahwa pertemuan tersebut sudah direncanakan. Peran Edi Soes tergambar sebagai perantara yang menghubungkan pihak Lippo dengan Pemkab Bekasi melalui EY Taufik.
"Ini sudah direncanakan, Toto menghubungi Edi Soes. Edi Soes menghubungi EY Taufik, EY Taufik menghubungi Marpuah, Marpuah menghubungi ajudan, ajudah menghubungi Neneng Hasanah Yasin, itu alurnya," kata Yadyn.
Sebelumnya, James Riady yang hadir dalam persidangan pekan lalu mengaku pertemuan dengan Bupati Neneng hanya sebatas menjenguk dan mengucapkan selamat usai Neneng melahirkan. Dia membantah adanya pembicaraan soal Meikarta.
Advertisement