HEADLINE: KKB Berulah Lagi, Sinyal Kerawanan Pemilu 2019 di Papua?

Tiga personel TNI gugur dalam baku tembak di Kabupaten Nduga, Papua. Kerawanan yang harus diantisipasi jelang pemilu.

oleh Nafiysul QodarDelvira HutabaratLizsa Egeham diperbarui 09 Mar 2019, 00:03 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2019, 00:03 WIB
Penembakan Senjata Api
Ilustrasi Foto Penembakan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Personel TNI yang tengah melakukan pergeseran pasukan dalam rangka pengamanan dan pembangunan infrastruktur Trans Papua Wamena-Mumugu di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga jadi target serangan, Kamis pagi 7 Maret 2019.

Jumlah aparat dan penyerang tak imbang, 25 dibanding 70. Pihak lawan tak menggunakan tangan kosong. Mereka bersenjatakan panah, tombak, hingga bedil dengan peluru tajam. 

Tiga anggota TNI pun gugur dalam kontak tembak, yakni Sersan Dua Mirwariyadin, Sersan Dua Yusdin, dan Sersan Dua Siswanto. Sementara di pihak penyerang, diperkirakan tujuh hingga 10 orang kehilangan nyawa. Entah berapa persisnya. Jasad-jasad mereka yang tumbang langsung dibawa pergi. 

Hari itu, dua kali pasukan TNI diserang Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya, demikian menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi.

Pertama, saat pasukan TNI yang tergabung dalam Satgas Penegakan Hukum (Satgas Gakkum) melakukan pengamanan dalam rangka proses pergeseran pasukan yang akan melaksanakan pengamanan dan pembangunan infrastruktur Trans Papua Wamena-Mumugu sekitar pukul 08.00 WIT.

Awalnya, perlawanan personel TBI berhasil memukul mundur kelompok kriminal sampai menghilang ke dalam hutan belantara. Belum lama reda, serangan kedua muncul.

Sekitar pukul 15.00 WIT, dua helikopter jenis Bell tiba dari Timika untuk melaksanakan evakuasi korban prajurit yang gugur. Belum lagi lagi menyentuh tanah, alat angkut udara itu jadi sasaran. 

Serangan di Papua, khususnya Nduga, oleh KKB bukan hal baru. Namun, momentum kali ini berdekatan dengan penyelenggaraan Pemilu 2019 yang tinggal sebulan lagi. 

Apakah aksi para separatis bisa jadi gangguan serius untuk pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan di provinsi paling timur Indonesia? 

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menegaskan, bukan kali ini saja pemilu digelar di Papua. 

"Kita menyelenggarakan pemilu di Papua sudah lama. Kendala-kendala distribusi logistik jika dibutuhkan kita minta bantuan TNI dan Polri," kata Ilham kepada Liputan6.com, Jumat (8/3/2019).

Dia menyatakan, sudah ada 18 juta lebih surat suara yang sudah didistribusikan di Papua. "Papua sudah semua terkirim," kata Ilham.

Infografis Baku Tembak TNI Vs KKB Papua
Infografis Baku Tembak TNI Vs KKB Papua. (Liputan6.com/Abdillah)

Komisioner KPU lainnya Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya belum dapat laporan dari KPU Provinsi Papua mengenai keterkaitan serangan kelompok bersenjata dengan penyelenggarakan pemilu. 

"Kami belum dapat laporan dari KPU Provinsi Papua," kata dia.

Sementara itu, jajaran KPU Kabupaten Mimika, Papua mulai Jumat pagi (8/3/2019) ini melakukan pelipatan surat suara yang akan digunakan saat pemungutan suara Pemilu Serentak 17 April 2019.

Komisioner KPU Mimika yang membidangi Divisi Sosialisasi dan SDM, Fidelis Piligame di Timika, Jumat, mengatakan bahwa proses pelipatan surat suara akan dipusatkan di Kantor Sekretariat KPU Mimika, Jalan Hasanuddin Timika.

"Dengan mempertimbangan keamanan dan lain-lain maka pelipatan surat suara dilakukan di Kantor Sekretariat KPU Mimika dengan pengawasan penuh dari komisioner KPU, Bawaslu dan pihak keamanan," jelas dia.

Pengamat militer dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, kemungkinan kelompok separatis Papua berulah saat pemilu selalu ada.

Apalagi pembangunan infrastruktur sedang gencar dilakukan di Papua.

"Intinya penyelenggara pemilu, masyarakat, serta pemerintah perlu waspada dengan kemungkinan tersebut. Saya kira, kita tak bisa menduga-duga motif di balik penyerangan, yang pasti semua pihak harus waspada," kata saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (8/3/2019).

Khairul mengatakan, kalau kelompok separatis tersebut berulah kembali, tentunya akan mengganggu penyelengaraan pemilu. Karena sekarang masuk tahun politik dan akan banyak isu-isu yang akan berkembang di masyarakat.

"Dan, kita tak perlu bersitegang kalau isu tersebut tersebar karena dapat berpotensi mengganggu prosesi pemilu itu sendiri," kata dia.

Dia menduga, motif penyerangan kelompok separatis yang terjadi pada Kamis 7 Maret 2019 lebih ke arah infrastruktur. Karena penyerangan sebelumnya juga menyasar lokasi pembangunan fisik di Papua.

"Mungkin ada motif lain, tapi karena ini sedang tahun politik, isu-isu politik juga akan menyeruak di masyarakat. TNI dan Polri juga sudah terintegrasi satu sama lain, jadi pengamanan juga pasti akan ditingkatkan," kata Khairul.

Khairul mengatakan, TNI dan Polri perlu mengusut tuntas dan terjun langsung ke lapangan dan melakukan penindakan terhadap kelompok bersenjata di Papua. Dia juga berharap, pengamanan menjelang pemilu bisa maksimal.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Wilayah Rawan di Papua Saat Pemilu

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, Papua menjadi salah satu fokus utama Polri dalam rangka pengamanan pada setiap tahapan pemilu. Apalagi saat ini, sedang dalam tahap pendistribusian logistik pemilu sehingga potensi kerawanannya cukup tinggi.

"Mengacu pada kejadian 2018 kemarin pada saat Pilkada ada anggota Polri yang meninggal saat pengiriman logistik pemilu, sehingga perlu diantisipasi karena lokasinya cukup berjauhan dan memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi baik serangan KKB maupun memang dari kondisi geografis," kata Dedi kepada Liputan6.com, Jumat (8/3/2019).

Dia menerangkan, dalam indeks kerawanan Pemilu 2019 yang sudah dipetakan Mabes Polri, Papua menduduki peringkat ketiga untuk tingkat provinsi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten, sebagian besar wilayah di Papua juga memiliki tingkat kerawanan yang tinggi, antara lain Boven Digoel, Nduga, Puncak Jaya, Nabire, Waropen, Mamberamo Tengah, Sarmi, dan Jayawijaya.

"Inilah yang menjadi fokus pengamanan nanti akan perlu ditambah pasukan-pasukan untuk mempertebal kekuatan pasukan di Papua. Pasukan organik tentunya tidak akan cukup dalam rangka mengamankan pemilu 2019," kata dia.

Dedi menambahkan, Polri sudah mempersiapkan pasukan tambahan yang nanti akan digeser H-7 sebelum pencoblosan atau saat minggu tenang. Pasukan tambahan akan ditempatkan ke polres-polres yang memiliki tingkat potensi kerawanan cukup tinggi baik dari serangan Kelompok Kriminal Bersenjata maupun dari kondisi geografis. Ada 1.593 personel yang akan diperbantukan ke Papua dari dari Mabes Polri.

Sementara itu, Polri telah memperpanjang masa tugas Satgas Papua hingga pelaksanaan Pemilu 2019 usai. Satgas tersebut dibentuk untuk melakukan tindakan persuasif dan represif terhadap gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di Papua.

Dia menjelaskan, Polri tidak bekerja sendiri dalam satgas khusus di Papua, tapi bekerja sama dengan TNI. Satgassus ini berada di lapis kedua. Pada lapis pertama yang melakukan pengejaran kelompok kriminal bersenjata adalah TNI.

"Satgassus mem-back up untuk areal-areal yang sudah ditentukan, semua harus bersinergi. Satgassus terus memitigasi berbagai potensi serangan KKB di beberapa wilayah," kata Dedi.

Dedi menyatakan, selain penegakan di bidang hukum, yang diutamakan Polri saat ini adalah adanya Binmas Noken. Binmas Noken bergerak untuk mengadakan edukasi, sosialisasi, juga pelatihan kepada masyarakat baik di bidang pertanian atau peternakan kemudian pelatihan lain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Papua.

Dedi mengakui, salah satu tugas Binmas Noken adalah sosialisasi soal pemilu. Akan tetapi, program utamanya adalah masalah kesejahteraan, kemudian juga menjadi guru bantu dalam proses belajar mengajar di beberapa wilayah di Papua.

Sulitkah Berantas Kelompok Bersenjata di Papua?

KKB Serang Tim Survei Papua Terang, Rampas 3 Senjata Milik TNI
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) melukai 5 anggota TNI yang mengawal tim survei Papua Terang di Distrik Wagemuka, Paniai, Papua....

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui, bukan hal yang mudah untuk TNI-Polri memberantas kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). Jokowi menilai medan di Kabupaten Nduga dipenuhi hutan belantara sehingga menyulitkan TNI-Polri mengejar kelompok pimpinan Egianus Kogoya.

"Tidak mudah bagi TNI-Polri untuk mengejar dan menyelesaikan ini, tidak mudah karena medannya betul-betul sangat berat dan hutan belantara," ujar Jokowi di Gerbang Tol Natar Lampung Selatan, Jumat (8/3/2019).

Menurut Jokowi, sejak terjadinya penembakan kepada anggota TNI dan pekerja Trans Papua, dia telah memerintahkan agar kelompok itu segera ditangkap. 

"Sudah saya perintahkan sejak peristiwa yang pertama dulu, untuk dikejar, diselesaikan tetapi kita harus tahu, yang namanya Nduga medannya bukan sesuatu yang gampang," ucap Jokowi.

Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta prajurit TNI untuk melakukan eskalasi operasi terhadap kelompok kriminal bersenjata di Papua. Dia juga meminta agar penambahan pasukan dan kekuatan TNI di Nduga diperkuat.

"Setelah tewasnya sejumlah prajurit TNI dan warga sipil, diperlukan respons yang lebih tegas dan terukur. Karena itu, operasi yang lebih ofensif tampaknya sangat diperlukan untuk menumpas gerakan KKB di Nduga dan sekitarnya," ucapnya melalui keterangan tertulis, Jumat (8/3/2019).

Operasi yang lebih ofensif, kata dia secara tidak langsung dapat membantu pengamanan dalam proses pembangunan infrastruktur di Papua. "Papua hendaknya tidak boleh dihambat oleh gerakan KKB," kata dia.

Pria yang kerap disapa Bamsoet ini berharap, keluarga ketiga prajurit yang gugur di Nduga dapat tabah menghadapi peristiwa duka ini. Dia pun berharap, prajurit itu bisa diberikan penghargaan.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengusulkan perubahan nama kelompok kriminal bersenjata (KKB) menjadi kelompok separatis. Sehingga TNI dapat meningkatkan status operasi.

"Saya sudah pernah menyampaikan perlunya mengevaluasi lagi nama itu, kelompok kriminal bersenjata, pertanyaannya benar tidak mereka kelompok kriminal? Kalau saya mengatakan tegas saja kalau memang kelompok separatis ya kelompok separatis saja sehingga status operasinya ditingkatkan," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat (8/3/2019).

Moeldoko mengatakan, kalau terus-terusan disebut sebagai kelompok kriminal, nanti TNI juga akan terus menjadi korban. Selain itu, bila penyebutan kelompok kriminal bersenjata, maka tidak ada bedanya dengan kelompok kriminal biasa misalnya di Tanah Abang.

"TNI melihat ada kekuatan tapi tidak bisa di depan karena harus polisi yang di depan. Itu masalah, situasi yang dihadapi oleh prajurit-prajurit di depan," tambah Moeldoko.

Dia mengakui, kendala dari perubahan penetapan status tersebut adalah adanya implikasi politik luar negeri. Moeldoko mengatakan, penetapan status tersebut perlu dikonsultasikan lebih jauh.

"Pasti akan melibatkan menteri dalam negeri, menteri luar negeri, menteri pertahanan, menko polhukam dan lainnya," tambah Moeldoko.

 

Kronologi Penyerangan

Penembakan Senjata Api
Ilustrasi Foto Penembakan dengan Senjata Api (iStockphoto)

Tiga prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Nanggala meninggal dunia dalam kontak tembak dengan kelompok kriminal bersenjata, di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua.

Kodam XVII/Cenderawasih menyatakan, penyerangan yang dilakukan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) pimpinan Egianus Kogoya di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga tak seimbang.

Dalam penyerangan yang dilakukan pukul 08.00 WIT, Kamis 7 Maret 2019, anggota TNI yang saat itu berjumlah 25 orang, diserbu oleh 50-70 kekuatan anggota KKSB.

Kejadian ini terjadi saat Satgas Penegakan Hukum (Satgas Gakkum) yang melakukan proses pergeseran pasukan TNI yang akan melaksanakan pengamanan dan pembangunan infrastruktur Trans Papua Wamena- Mumugu di Kabupaten Nduga.

Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi menyebutkan, anggota KKSB itu menggunakan senjata campuran, yakni senjata standar militer maupun senjata tradisional seperti panah dan tombak.

"Ketiga prajurit yang gugur sebagai kusuma bangsa adalah Serda Mirwariyadin yang berasal dari Nusa Tenggara Barat, Serda Yusdin asal Palopo Sulsel dan Serda Siswanto Bayu Aji berasal dari Grobokan Jateng. Ketiga jenasah saat ini berada di RSUD Timika," kata Aidi, Kamis (7/3/2019).

Aidi menambahkan dalam penyerangan itu, pasukan TNI berhasil merebut 5 senjata api milik KKSB. Pasca penyerangan, TNI menemukan satu jenasah yang berada di lokasi kejadian.

"Kami perkirakan ada 7-10 orang anggota KKSB yang tewas, namun mayatnya berhasil dibawa kabur oleh teman-temannya," ucapnya.

Usai baku tembak, sekitar pukul 15.00 WIT, dua unit heli jenis Bell tiba dari Timika untuk melaksanakan evakuasi korban prajurit yang gugur, namun sebelum mendarat, heli itembaki KKSB. Pasukan TNI pun membalas tembakan sehingga heli berhasil mendarat dan proses evakuasi dapat dilaksanakan dalam keadaan aman.

Sementara itu, jenazah tiga prajurit akan diterbangkan ke kampung halaman mereka masing-masing, yaitu Nusa Tenggara Barat, Palopo Sulawesi Selatan, dan Grobokan Jawa Tengah pada Jumat siang 8 Maret 2019.

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Yoshua Pandit Sembiring mengatakan, TNI akan terus mendukung Polri dalam upaya penegakan hukum terhadap aksi-aksi kelompok bersenjata yang meresahkan masyarakat Papua.

"Kami tidak pernah dan tidak akan pernah mundur selangkah pun dalam menghadapi KKSB. Meskipun beberapa prajurit TNI-Polri telah gugur dalam tugas, namun kami tetap berkomitmen untuk melindungi warga masyarakat Papua dari teror yang dilakukan KKB," ujar Pangdam.

Dia menegaskan, kehadiran prajurit TNI di Papua untuk melindungi, bukan menakuti rakyat. "TNI adalah pelindung rakyat," tegas Yosua dalam upacara penerimaan Satgas TNI di Markas Yonif RK 751/VJS, di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Kamis 7 Maret 2019.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya