Demi Ketahanan Pangan, BWS Maluku Utara Targetkan Embung dan Air Baku Baru

Kementerian PUPR melalui Ditjen Sumber Daya Air terus mengenjot pembangunan infrastuktur untuk menyediakan air bersih kepada masyarakat. Salah satunya di wilayah Maluku Utara.

oleh Reza diperbarui 11 Mar 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2019, 06:00 WIB
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara, Abdul Muis
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara, Abdul Muis

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) melalui Ditjen Sumber Daya Air terus mengenjot pembangunan infrastuktur untuk menyediakan air bersih kepada masyarakat. Salah satunya di wilayah Maluku Utara.

Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara, Abdul Muis mengatakan bahwa provinsi Maluku tengah mengerjakan beberapa bendung, embung dan pengadaan air baku untuk provinsi Maluku Utara. Dalam tugasnya, ada beberapa aspek yang difokuskan BWS Maluku Utara. Pertama ialah aspek konservasi air bersih. 

“Pertama BWS Maluku Utara bertugas untuk membuat konservasi. Jadi, memanfaatkan sumber daya air di provinsi Maluku Utara. Terutama pada pulau – pulau kecil yang sulit mendapatkan air bersih,” tutur Abdul Muis saat ditemui di kantor BWS Maluku Utara, Rabu (6/2/2019).

Mengenai hal itu, ia menjelaskan pada naungan BWS Maluku Utara terdapat dua sungai, yaitu sungai Halmahera Timur dan Halmahera Selatan. Namun saat musim kemarau tiba, sungai-sungai kering. Maka dari itu, BWS Maluku Utara memfokuskan untuk membuat bendung dan embung agar ketersedian air selalu ada.

“Untuk Ternate dan Tidore itu 100 persen air baku dari air tanah. Pulau Morotai 50 persen air tanah dan sisanya 50 persen air permukaan. Itu pun sangat kecil jika kemarau tiba,” tutur Abdul Muis.

Maka dari itu, lanjut Abdul Muis BWS Maluku Utara prioritaskan untuk membuat embung konservasi supaya air hujan tertampung lebih lama di daratan dan meresap sebagai imbuhan air tanah.

“Salah satu embung yang sudah kita bangun pada 2017 ialah Embung Konservasi Gurabunga yang terletak di Kelurahan Gurabunga yang mampu menampung 30.000 m3,” ujar Abdul Muis.

Untuk 2019, lanjut Abdul Muis, BWS Maluku Utara akan merencanakan pembangunan Embung Gurabati di Pulau Tidore.

“Untuk embung tersebut tidak terlalu luas dengan daya tampung 500 ribuan perkubik dengan panjang 30 meter. Namun jika sudah terbangun, embung itu bisa menjadi manfaat bagi air tanah,” tutur Abdul Muis.

Selain embung, sambung Abdul Muis, BWS Maluku Utara juga sedang menggarap beberapa bendung untuk aliran irigasi bagi ketahanan pangan. Mulai dari Bendung Dakaino, Akedaga, dan Mancalele.

Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara, Abdul Muis
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara, Abdul Muis saat menunjukan Pulau Hiri, Maluku Utara, Rabu (6/3/2019)

“Dakaino sudah selesai pembangunannya pada 2018. Namun perlu tahap untuk jaringan lanjutan. Kalau ketiga bendung itu beropersi bisa melayani lahan persawahan sampai 3000 hektar,” imbuh Abdul Muis.

Sementara itu untuk program 2019, Abdul Muis menjelaskan akan membangun bendung Akelamo yang berlokasi di Kabupaten Halmahera Timur. Nantinya bendung itu akan melayani 4600 hektar lahan persawahan.

Bendung Dakaino
Bendung Dakaino diharapkan bisa menyuplai air lebih banyak ke lahan persawahan, Senin (3/3/2019)

“Sebenarnya 2013 kita sudah membangun Bendung Akelamo. Kini pembangunan lanjutan akan dilakukan pada 2019. Namun akses darat menuju ke lokasi itu sulit. Jadi kami masih kordinasi dengan pemerintah setempat untuk kendala tersebut,” ujar Abdul Muis.

Selain itu, BWS Maluku Utara juga merencanakan pembangunan bendung Tilope yang nantinya bisa melayani 1700 hektar dan bendungan Wairoro.

“Untuk Wairoro masih tahapan desain, mungkin 2020 bisa mulai tahap pembangunan. Bendungan itu juga bisa melayani 3000 hektar persawahan dan bisa melayani air baku untuk Ibukota Weda, Halmahera Tengah,” ujar Abdul Muis.

Mengenai penyedian air, lanjut Abdul Muis pada 2018, BWS Maluku Utara sudah membangun jaringan pipa bawah laut untuk mendistribusikan air baku ke Pulau Maitara dari Tidore Kepulauan.

“Saat diresmikan jaringan pipa bawah laut itu. Masyarakat Pulau itu sangat senang sekali. Bahkan walikota saat sambutan sempat meneteskan air mata. Pulau Meitara sudah merdeka sekarang kata walikota,” tutur Abdul Muis.

Untuk jaringan pipa bawah laut itu, pada 2019, Abdul Muis melanjutkan akan merencanakan yang sama untuk masyarakat Pulau Hiri. Terdapat setidaknya 3000 jiwa di pulau tersebut yang krisis air.

“Dengan suksesnya jaringan pipa bawah laut di Pulau Meitara. Kami sedang merencanakan untuk membuat hal yang sama di Pulau Hiri. Karena terdapat 3000 jiwa yang membutuhkan air bersih,” ujar Abdul Muis.

Tantangan

Dalam pembangunan infrastuktur untuk penyedian air baku dan ketahanan pangan, Abdul Muis mengaku ada tantangan yang dihadapi oleh BWS Maluku Utara, yaitu akses.

“Karena Maluku Utara terdiri kepulauan, maka dari itu untuk akses semua melalui laut, tidak bisa menggunakan jalur darat. Misalnya membawa batu untuk bendung dari Palu atau Manado. Semua itu melalu akses jalur laut,” tutur Abdul Muis.

Abdul Muis berharap, adanya alokasi dana untuk meningkatkan pembangunan infrastuktur di Maluku Utara. Mulai dari pembuatan irigasi, air baku dan pengamanan pantai.

Petani di daerah Dakaino, Halmahera, Maluku Utara
Petani di daerah Dakaino, Halmahera, Maluku Utara

“Untuk pengamanan pantai memang mendapatkan porsi sedikit dari anggaran. Namun, akan dilakukan penanggulangan secara bertahap,” ujar Abdul Muis.

Perlu diketahui, ketahanan pangan merupakan salah satu program utama pemerintah saat ini. Oleh karena itu, perlunya didukung pasokan air untuk mewujudkan hal itu.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan 1 juta hektar jaringan irigasi baru dan merehabilitasi sekitar 3 juta hektar jaringan irigasi dalam periode 2015-2019.

Infrastruktur irigasi berupa bendungan dan saluran irigasi berperan meningkatkan produktivitas pangan nasional guna mencapai ketahanan pangan sebagaimana Nawa Cita Presiden Joko Widodo.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya