Liputan6.com, Jakarta Indonesia untuk pertama kalinya memiliki moda raya terpadu atau Mass Rapid Transit (MRT). Penduduk Jakarta dan sekitarnya bisa menikmati layanan MRT ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (21/3/2019), menjajal MRT yang rencananya mulai beroperasi komersial pada 1 April 2019.
Simak videonya di sini
MRT diyakini bisa menjadi salah satu solusi kemacetan parah yang selalu menghantui Ibukota setiap hari. Dampak dari kemacetan di Jakarta dan sekitarnya, diperkirakan merugikan negara hingga mencapai Rp100 triliun per tahun.
Advertisement
"Ya lebih baik uang sebanyak itu (besaran kerugian negara karena macet,red) dibangun MRT, LRT (Light Rail Transit). Itu namanya keputusan politik sehingga hitungan makro negara kita masih untung gede, dibandingkan kita kehilangan Rp100 triliun per tahun, atau Rp2.000 triliun hilang selama 20 tahun atau Rp1.000 triliun hilang kalau 10 tahun. Kalau kita pakai uang itu untuk membangun, pasti sudah jadi," kata Jokowi dalam acara Deklarasi 10.000 Pengusaha Dukung Jokowi-Amin di Gelora Bung Karno, Jakarta pada Kamis malam, 21 Maret 2019.
Proyek pembangunan MRT di Jakarta dan sekitarnya, sepanjang sekitar 231 km senilai Rp571 triliun. Nah, besaran nilai investasi tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan kerugian yang harus dibayarkan setiap tahun akibat kemacetan di Ibukota.
Lambatnya pembangunan infrastruktur, menurut Jokowi, karena umumnya pejabat ragu-ragu untuk memutuskan pembangunan proyek infrastruktur. Tak lain karena melihat besaran investasi yang mesti ditanamkan.
Hal tersebut juga yang dilihatnya dalam proses pembangunan MRT. Keputusan pembangunan MRT diambil oleh Jokowi ketiga menjabat Gubernur DKI Jakarta bersama wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Jokowi meresmikan dimulainya pembangunan MRT pada 10 Oktober 2013, ketika menjadi gubernur DKI Jakarta.
Menurutnya, proyek transportasi masal pasti rugi dan yang dapat untung adalah kawasan properti di sekitarnya atau Transit Oriented Development (TOD). Hitungan untung-rugi itu adalah pandangan dari pengusaha atau pebisnis. Akan tetapi, lanjut Jokowi, masih di hadapan pengusaha dan pekerja pro Jokowi atau Kerjo, untuk negara atau pemerintah hitungannya adalah benefit (manfaat) khususnya intangible benefit (manfaat tidak berwujud). Melayani masyarakat adalah keuntungan bagi pemerintah atau negara secara makro.
Menurut Jokowi, hal tersebut yang sering tidak dipertimbangkan oleh pemimpin terdahulu sehingga proyek infrastruktur dan transportasi besar tidak segera diputuskan. "Kita ini pejabat publik, itu (pembangunan infrastruktur) adalah keputusan politik. Jadi sampai kapan pun pasti rugi," kata Jokowi.
Persepsi kerugian tersebut, sejatinya akan tergantikan karena pembangunan infrastruktur terbukti dapat memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian dan juga bagi masyarakat serta pemerintah baik pusat maupun daerah itu sendiri. (adv)