Emas Hitam di Kaki Angling Darma

Kota Bojonegoro mempunyai julukan populer sebagai kota beremas hitam. Ada minyak bumi terbesar di sana. Sumber minyak itu juga menghidupi warga masyarakat di sekitar lokasi.

oleh Liputan6 diperbarui 30 Apr 2012, 00:18 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2012, 00:18 WIB
120429potret.jpg
Liputan6.com, Bojonegoro: Bojonegoro dikenal sebagai kabupaten minyak atau tanah beremas hitam. Julukan populer ini bukan tanpa alasan karena di bagian barat wilayah Bojonegoro terdapat blok Cepu. Areal ini menjadi sumber minyak bumi terbesar di Tanah Air.

Ada tiga lokasi yang tercakup, Blora di Jawa Tengah, Tuban dan Bojonegoro di Jawa Timur. Wilayah terluas penambangan minyak Blok Cepu, ada di Bojonegoro. Kilang-kilang Blok Cepu dipegang silih berganti mulai dari kontraktor kelas lokal maupun internasional. Mereka pun beruntung menjadi operator guna menguras minyak bumi Angling Darma, julukan bagi kabupaten Bojonegoro.

Pada saat bersamaan, silih berganti pula warga setempat nimbrung mengais sisa-sisa sumur tua yang dilepas perusahaan  raksasa karena tak lagi punya nilai ekonomis dalam skala bisnis. Pengelola sumur bekas ini dikenal dengan sebutan penambang tradisional.

Salah satu desa yang kondang dengan penambangan minyak tradisional adalah Hargo Mulyo. Tim Potret SCTV pun menyambangi desa ini guna melihat lebih dekat aktivitas warga penambang. Hampir sebagian penduduk di wilayah kecamatan Kedewan memang manggantungkan hidup dari emas hitam. Sisanya, konsisten menggeluti pekerjaan khas pedesaan di Pulau Jawa sebagai petani.

Para pekerja penambang tradisional ini memiliki keahlian tambang lewat warisan orang tua atau kakek mereka yang umumnya juga  menjadi penambang di zamannya. Turun temurun pekerjaan ini mereka lakukan menjadi penambang minyak kelas sandal jepit dengan teknologi penyedotan yang amat sederhana. Tak mudah mengelola sumur tua peninggalan masa kolonial. Butuh waktu panjang dan biaya besar agar minyak mentah kembali menyembur. Sekali proses pengangkatan tanah, misalnya, perlu waktu berjam-jam dengan cara yang sepenuhnya jauh dari teknologi tinggi.

Para penambang pun kerap mendatangi dan memperbaiki sumur tua. Namun, itu pun belum tentu mereka beruntung. Bisa saja minyak mentah atau dalam istilah setempat disebut lantung tak keluar meski digali sampai ratusan meter.

Lazimnya untuk mengoperasikan kembali, warga membentuk kelompok. Mereka bergotong royong mengeluarkan uang dan waktu. Setelah minyak keluar dan penjualan lancar, hasilnya pun dibagi rata.

Seperti halnya yang dilakukan penambang Laman. Pengelola enam sumur ini sedang berupaya mengaktifkan kembali lubang yang mati suri sejak dua  tahun lalu. Untuk memperbaikinya, Ia membutuhkan dana seratus juta lebih. Itulah sebabnya Laman menggandeng investor dari luar desa. Jika dana sudah ditangan dan persiapan matang, mereka pun mulai mengebor.

Warga Hargo Mulyo yang boleh dibilang sukses mengelola sumur tua adalah Kamito. Sumur yang Ia kelola adalah warisan sehingga menjadi semacam usaha keluarga turun temurun. Kandungan sumur Kamito cukup baik karena minyaknya tak banyak bercampur air. Dalam sehari, sumur ini bisa menghasilkan empat sampai lima belas drum.

Untuk memperlancar pengeboran, Kamito mengoperasikan mesin dari truk tua yang dengan sentuhan sederhana berfungsi menarik kawat baja atau sling dan timba dari dalam sumur. Bahan bakar truk ini adalah solar, hasil dari sumur yang Kamito kelola. Tak setiap hari pekerja di sini menggali. Dalam sepekan, Kamito dan kawan-kawan hanya menambang tiga hari lantaran kapasitas produksi tak lagi melimpah seperti dulu. (ADI/Vin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya