Liputan6.com, Jakarta - Video yang menayangkan aksi pembakaran surat suara yang diduga berlokasi di Kabupaten Puncak Jaya, Papua beredar viral di media sosial. Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengaku telah mengecek video pembakaran tersebut.
Menurutnya, surat suara itu tak digunakan lagi dan dibakar untuk menghindari penyalahgunaan.
Baca Juga
"Yang dibakar itu dokumen yang tidak diperlukan lagi, agar tidak disalahgunakan," kata Jaleswari dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/4/2019).
Advertisement
Jaleswari menjelaskan dari keterangan yang didapat, benda yang dibakar itu bukanlah dokumen pemilu seperti formulir C1 KWK, rekapitulasi perhitungan suara, dan berita acara perhitungan suara tingkat distrik.
Dia memastikan bahwa dokumen-dokumen penting sudah diamankan ke kantor KPU Mulia, Puncak Jaya, Papua, untuk dilakukan rekapitulasi.
Jaleswari menduga unggahan video itu bertujuan untuk mengacaukan dan mendelegitimasi kerja para penyelenggara pemilu.Â
"Sepertinya mereka ingin membuat isu di Tingginambut tidak aman padahal ini wilayah yang aman dan baik-baik saja selama pemilu" ucap dia.
Sebelumnya, beredar video viral di media sosial pembakaran kotak dan surat suara diduga terjadi di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Hasil penyelidikan dilakukan polisi kotak dan surat suara dibakar itu merupakan dokumen Pemilu tak terpakai.
"Dokumen yang dibakar oleh masyarakat di depan kantor Distrik Tingginambut adalah sisa dokumen-dokumen Pemilu yang sudah tidak butuhkan lagi dan sudah dibuatkan Berita Acara Pemusnahannya," kata Kapolda Papua Irjen Martuani Sormin Siregar dalam keterangannya kepada Merdeka.com, Rabu (24/4/2019).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Gunakan Sistem Noken
Martuani menjelaskan, Pemilu di Distrik Tingginambut dilakukan dengan sistem noken. Sehingga suara masyarakat diwakilkan oleh kepala suku setempat.
"Masyarakat memang tidak melaksanakan hak politiknya karena Pemilu dilaksanakan dengan sistem noken," ujar dia.
Mantan Kadiv Propam Polri ini meyebut video tersebut dibuat dan diviralkan untuk membuat isu di Tingginambut tidak ada Pemilu karena tidak aman.
"Sekaligus untuk mendiskreditkan KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang independen," Martuani menjelaskan.
Advertisement