Liputan6.com, Jakarta - Tradisi mudik Lebaran tak hanya dinantikan para pemudik yang pulang kampung dan bertemu sanak keluarga. Tapi juga, tradisi ini menjadi ladang rezeki bagi sebagian orang, salah satunya bagi para porter yang ada di stasiun maupun bandara.
Jumlah penumpang masa angkutan lebaran 2019 yang melalui Stasiun Kereta Api Gambir diprediksi bakal meningkat menjadi 997.730 dari 915.540 orang tahun lalu. Ini tentu menjadi kabar baik bagi para porter.
Saat arus mudik Idul Fitri 2019 (26 Mei) sampai H+1, akumulasi jumlah penumpang di Stasiun Gambir sebanyak 238.623 orang.
Advertisement
Menurut salah satu porter, Pendi, pendapatannya saat arus mudik ini meningkat.
"Lumayan ada peningkatan," ujar dia di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Kamis 6 Juni 2019.
Dalam sehari, rata-rata Pendi mengantongi Rp 300 ribu. Namun di hari biasa, penghasilannya rata-rata Rp 100 ribu-Rp 150 ribu.
Para porter tak mematok tarif khusus. Upah mereka tergantung pemberian penumpang. Penumpang pun memberi upah sesuai berat atau banyak sedikitnya barang yang harus dibawa ke lantai tiga atau peron. Terkadang sekali mengangkat barang bisa mendapat Rp 20 ribu, Rp 30 ribu dan jika beruntung ada juga yang memberi upah Rp 50 ribu.
"Kalau hari biasa susah bisa dapat sampai Rp 300 ribu, apalagi Rp 400 ribu. Di hari biasa rata-rata Rp 100 ribu atau Rp 150 ribu sehari. Sudah segitu saja. Nanti juga (setelah arus balik) sepi lagi," kata pria 70 tahun ini.
Peningkatan pendapatan selama mudik Lebaran ini juga diakui porter lainnya, Rohim. Dia mengaku rata-rata mengantongi Rp 300 ribu per hari.
"Kalau hari-hari biasa rata-rata Rp 100 ribu sehari," kata pria yang telah bekerja sebagai porter selama 11 tahun ini.
Berjasa Bagi Kebersihan Stasiun
Kebersihan Stasiun Gambir juga tak lepas dari peran para porter. Rohim mengatakan, setiap hari selama tiga kali para porter bergotong royong membersihkan beberapa area di kawasan stasiun. Ada tiga sif gotong royong kebersihan ini yaitu pagi, malam (selepas Maghrib) dan pukul 23.00.
Bagi Rohim dkk, ini adalah bentuk kepedulian mereka dengan tempat yang telah menjadi ladang mata pencaharian mereka ini.
"Ini atas kesadaran kita. Ini kan ibaratnya sawah kita, kita nyari makan di sini, makanya kita harus ikutan merawat dan menjaga," ujar Rohim.
"Kami punya prinsip lihat sampah langsung pungut. Kita tanggap. Enggak nunggu cleaning service. Ibaratnya ada rumput di sawah kita ambil (cabut)," sambung dia.
Tak hanya perihal kebersihan. Para porter pun akan sigap dan tanggap membantu para penumpang jika dibutuhkan pertolongan.
Tiap bulan para porter mengeluarkan iuran Rp 15 ribu per orang. Iuran ini dialokasikan untuk membeli peralatan kebersihan. Selain itu juga dianggarkan untuk para porter yang membutuhkan bantuan.
Rohim mencontohkan, jika ada porter yang sakit atau punya acara hajatan, akan diberikan bantuan dan anggarannya diambil dari iuran yang telah dikumpulkan para porter.
Rohim mengatakan kondisi Stasiun Gambir saat ini sangat jauh berbeda dengan kondisi belasan tahun lalu. Para porter pun berkomitmen untuk menjaga ladang rezeki mereka.
"Dulu masih berantakan. Masih kotor. Beda emang dengan sekarang," tutup dia.
Reporter: Hari Ariyanti
Advertisement