Karen Agustiawan: Saya Harusnya Bebas

Melihat pertimbangan majelis hakim dan satu pendapat berbeda dari hakim ad hoc Tipikor, Anwar, Karen Agustiawan bersikukuh dirinya bebas dari segala tuntutan.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2019, 19:20 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2019, 19:20 WIB
Jalani Sidang Putusan, Karen Agustiawan Dapat Dukungan Keluarga dan Rekan
Terdakwa kasus dugaan korupsi investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009, Karen Agustiawan (tengah) didampingi keluarganya saat akan menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/6/2019). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Eks Direktur PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan alias Karen Agustiawan menyatakan banding usai majelis hakim menjatuhkan vonis 8 tahun penjara atas kasus investasi pertamina di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.

Karen menegaskan langkah itu diambil berdasarkan pertimbangan hakim yang menyatakan tidak ada aliran dana kepadanya dan tidak ada kecurangan.

"Telah dibuktikan tidak ada fraud, tidak ada aliran dana, ini hanya digunakan swasta yang dibuat-buat seolah-olah ini tidak due dilligence," kata Karen usai sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019). 

Dia pun sempat mengingatkan seluruh jajaran direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masih aktif agar terus berhati-hati waspada dalam mengambil keputusan, sehingga tidak bernasib sama sepertinya. Istilah "di-Karenkan" ia gunakan sebagai gambaran adanya dugaan kriminalisasi

"Karena semuanya ini masih bisa di-Karenkan," tukasnya.

Melihat pertimbangan majelis hakim dan satu pendapat berbeda dari hakim ad hoc Tipikor, Anwar, Karen Agustiawan bersikukuh dirinya bebas dari segala tuntutan.

"Saya harusnya bebas. Saya enggak ngerti kenapa (divonis) 8 tahun," kata Karen seraya menemui rekan dan keluarga yang hadir persidangan.

Seperti diketahui dalam vonis hakim, Karen dibebaskan pembayaran uang pengganti sebagaimana tuntutan jaksa yang menuntutnya pidana penjara selama 15 tahun dan membayar uang pengganti Rp 284 miliar. Aturan uang pengganti sesuai dalam Pasal 18 undang-undang Tipikor yang mengatur perampasan harta benda dari hasil kejahatan tindak pidana korupsi.

Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim anggota, M Idris dari fakta persidangan, wanita yang pernah menjadi guru besar di Universitas Harvard ini tidak terbukti menerima keuntungan dari investasi di Basker Manta Gummy (BMG) Australia. Hanya saja, Karen dianggap menguntungkan perusahaan ROC Ltd, sehingga dari proses tersebut menimbulkan kerugian bagi keuangan negara.

"Menurut majelis hakim terdakwa tidak terbukti menerima uang yang menguntungkan diri sendiri," ucap M Idris.

Sementara itu, vonis hakim terhadap Karen lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntutnya pidana penjara selama 15 tahun, denda Rp 1 miliar serta uang pengganti sebesar Rp 284 miliar.

Jika dalam tuntutan, Karen Agustiawan dikenakan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 undang-undang Tindak Pidana Korupsi, maka hakim menggunakan Pasal 3 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kronologi Kasus Pertamina yang Menjerat Karen Agustiawan

Kasus ini berawal saat Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2009, PT Pertamina memang menganggarkan kebutuhan dana akusisi blok migas 2009 sebesar 161 juta dolar AS atau Rp 1,772 triliun.

Pertamina lalu membuat Tim Pengembangan dan Pengelolaan Portofolio Usaha Hulu Migas (TP3UH) yang diketuai Senior Vice President Upstream Business Development PT Pertamina R Gunung Sardjono Hadi.

Sedangkan Karen Agustiawan, selaku Direktur Hulu melakukan akusisi dan divestasi dan dikendalikan fungsi Merger dan Akusisi (M & A) yang membuat tim kerja sendiri dengan diketuai oleh Manager M & A Bayu Kristanto.

Pada 29 Januari 2009, Bayu Kristanto tanpa berpedoman pada Sistem Tata Kelola Investasi dan Kajian internal Pertamina langsung menerima penawaran 'confidential participation in project' pihak Citibank Indonesia dan membuat surat 'expression of interest' yang ditandatangani R Gunung Sardjono Hadi yang mengatakan bahwa PT Pertamina tertarik dengan penawaran ROC Ltd.

"Selanjutnya Citi Group menyatakan PT Pertamina sebagai 'short listed' (memenuhi syarat) dan mengirimkan jadwal penawaran," tambah jaksa .

Selanjutnya Bayu Kristanto membentuk tim kerja internal akusisi Project Diamond untuk melakukan kajian kelayakan dan membuat proposal akusisi blok BMG di Australia. Dibentuk juga tim internal yaitu PT Delloite Konsultan Indonesia sebagai "financial advosior project diamond" dan Baker McKenzie Sydney sebagai "legal advisor project diamond".

"Namun hasil "due dilligence" tim teknis hanya menyadur hasil penilaian yang dikeluarkan "resource Investment Strategy Consultans" atas permintaan ROC pada Januari 2009 dan tidak pernah melakukan penilaian sendiri terkait rencana investasi itu. Tim teknis lalu menyarankan diperlukan waktu 'due dilligence' yang lebih lama," ungkap jaksa.

Sedangkan hasil "due dilligence" tim eksternal yang selesai pada 23 April 2009 datanya tidak lengkap, karena ada data yang tidak diserahkan oleh ROC meski sudah diminta Pertamina.

Pada 6 Maret 2009, R Gunung Sardjono juga menandatangani "confidentiality agreement" (CA) yaitu perjanjian rahasia dan memberikan 'access data room' kepada PT Pertamina untuk mengakses dan mendapatkan seluruh dokumen meski belum ada pembahasan dan persetujuan dari direksi dan komisaris PT Pertamina.

Pada 19 Maret, Bayu Kristanto memaparkan fungsi renbang bisnis dan transformasi korporat dan tim Komite Investasi Risiko Usaha (KIRU). Padahal presentasi itu belum dilengkapi proposal usulan yang ditandatangani Direktur Hulu PT Pertamina serta belum dilengkapi hasil "due dilligence" dari tim kerja internal dan eksternal.

Tujuan pemaparan Bayu Kristanto itu hanya untuk memenuhi syarat formalitas belaka dan tidak dilengkapi hasil kajian akhir dan proposal usulan investasi juga belum ada kajian aspek hukum.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya