Liputan6.com, Jakarta - Nama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin kembali muncul dalam sidang kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kemenag dengan terdakwa Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi.
Sekretaris Jenderal Kemenag Nur Kholis Setiawan yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang menyebut Menteri Lukman mengintervensinya agar Haris Hasanuddin mendapatkan jabatan Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
Selain mengintervensi, Lukman disebut dalam dakwaan menerima Rp 70 juta dari Haris. Tak hanya itu, tim penyidik KPK juga menyita uang Rp 180 juta dan USD 30 ribu di laci meja kerja Lukman.
Advertisement
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, persidangan masih berjalan di Pengadilan Tipikor. Hal tersebut yang menjadi alasan pihak lembaga antirasuah belum menjerat Menteri Lukman meski beberapa fakta sudah muncul di persidangan.
"Proses persidangan masih berjalan, jadi kita simak dulu, nanti kita lihat fakta-fakta yang muncul di persidangan tersebut," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (12/6/2019).
Dia mengatakan, KPK akan menelisik sejumlah fakta yang muncul di persidangan dengan bukti-bukti yang sudah dimiliki oleh tim penyidik. Menurut Febri, tim penyidik akan mengonfirmasi kecocokan antara fakta dengan bukti-bukti tersebut.
"Jadi tidak bisa berdiri sendiri, kami akan lihat misalnya ketika satu saksi bicara sesuatu, akan kami lihat dengan saksi yang lain, apakah ada kesesuaian dan juga dengan bukti yang lain. Jadi mari kita simak bersama-sama fakta persidangan," kata Febri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bantahan Menteri Lukman
Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menerima suap dengan total Rp 70 juta, baik secara langsung atau melalui perantara, dari Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Penerimaan tersebut merupakan bagian komitmen fee yang telah disediakan Haris karena berhasil menduduki jabatan Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Menanggapi hal tersebut, Lukman membantah menerima suap Rp 70 juta.
"Saya sungguh terkejut. Kenapa? Karena sungguh saya sama sekali tidak pernah menerima sebagaimana yang didakwakan, Rp 70 juta dalam dua kali pemberian katanya menurut dakwaan itu. Rp 20 juta dan 50 juta. Jadi sama sekali saya tidak pernah mengetahui apalagi menerima,” kata Lukman di Kantor Kemenag, Jakarta, Senin (3/6/2019).
Lukman membantah ada pertemuan khusus dengan Haris, terkait dengan pertemuan di Hotel Mercure, Lukman mengaku kedatangannya untuk pembinaan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag.
"Saya tidak pernah menghadiri atau pertemuan khusus bersama dia. Jadi pertemuan saya, saya datang ke Hotel Mercure untuk melakukan pembinaan pada sejumlah ASN Kementerian Agama itu langsung saya lakukan. Jadi tidak ada jeda waktu semenit pun untuk saya hanya berdua dengannya,” jelas dia.
Sementara tuduhan menerima Rp 20 juta, menurutnya ajudannya hanya menerima Rp 10 juta dan saat ini sudah dikembalikan ke KPK.
"Uang sebagaimana dinyatakan saudara Haris diberikan kepada saya, sama sekali tidak pernah saya sentuh. Yang menerima 20 juta itu bukan, tapi Rp 10 juta, yang menerima adalah ajudan saya. Dan saya baru dikabari oleh ajudan saya malam setelah tiba di Jakarta. "Pak ini titipan dari Kakanwil". Saya mengatakan apa konteks nya karena saya merasa uji tidak jelas,” jelasnya
Mengetahui ada pemberian uang Rp 10 juta yang diterima ajudannya, Lukman mengaku uang jtu bukan haknya sehingga ia ingin mengembalikan ke Haris.
"Saya tidak punya hak menerima itu karena saya hadir di Tebu Ireng bukan agendanya Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur, itu agendanya Pondok Pesantren Tebu Ireng kerjasama dengan Kementerian Kesehatan. Saya hadir sebagai Menteri Agama yang berbicara sebagai narasumber," ucap dia.
"Oleh karena itu saya merasa tidak berhak menerima honorarium itu dan pada saat itu juga memerintahkan ajudan saya untuk mengembalikan, itu tanggal 9 Maret malam untk mengembalikan lagi ke saudara Haris,” kata dia.
Namun hingga OTT Haris pada 15 Maret, ajudan belum sempat mengembalikan uang Rp 10 juta pada Haris, maka pada 22 Maret Lukman baru bisa mengembalikan ke KPK.
"Maka kemudian saya memutuskan uang Rp 10 juta itu saya serahkan ke KPK sebagai gratifikasi dan saya resmi mendapatkan tanda terima gratifikasi dari KPK. Artinya KPK menerima laporan saya dan menyikapi sebagaimana ketentuan yang berlaku. Karena ketentuannya menyatakan jangka waktu 30 hari kerja gratifikasi yang diterima penyelenggara negara wajib dilaporkan kepada KPK,” beber dia.
Pelaporan gratifikasi oleh Menag ke KPK bukanlah kali pertama. Sejak menjadi penyelenggara negara, Menag tercatat beberapa kali melaporkan gratifikasi. Menag bahkan pernah menerima penghargaan dari KPK sebagai salah satu pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan menjadi milik Negara.
Penghargaan disampaikan pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2017. Hanya ada tiga orang yang mendapat penghargaan itu, yaitu: Presiden, Wapres, dan Menag Lukman Hakim Saifuddin.
Advertisement