Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum menerima salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus BLBI.
MA diketahui membebaskan Syafruddin dari segala tuntutan kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
"Sampai hari ini KPK belum menerima salinan putusan kasasi dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dari Mahkamah Agung," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis 19 Juli 2019 malam.
Advertisement
Oleh karena itu, KPK belum memutuskan apakah akan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) melalui penuntut umum atau tidak. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sempat menyatakan tengah menunggu salinan lengkap putusan kasasi MA terkait kasus BLBI itu.
"Setelah KPK menerima salinan putusan, maka KPK akan mempelajari secara cermat putusan tersebut, dan mempertimbangkan secara serius melakukan upaya hukum biasa atau Iuar biasa sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Saut, Selasa, 9 Juli 2019.
Sebelumnya, MA memutus bebas Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam putusan tersebut terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari para hakim. KPK beranggapan keputusan hakim MA itu tak diambil dengan suara bulat.
Ketua Majelis Hakim Salman Luthan menyatakan sependapat dengan Pengadilan Tinggi DKI yang menyebut kasus Syafruddin merupakan ranah pidana. Pengadilan Tinggi DKI diketahui memvonis Syafruddin 15 tahun penjara atas kasus korupsi yang disinyalir merugikan negara Rp 4,58 triliun.
Sedangkan Hakim Syamsul Rakan Chaniago menyatakan perbuatan Syafruddin dalam kasus BLBI masuk dalam ranah perdata. Sementara Hakim Askin mengatakan perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan administrasi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Upaya Hukum Tetap Berjalan
Meski hakim MA membebaskan Syafruddin, KPK memastikan upaya hukum kasus ini tetap berjalan. KPK menegaskan akan terus melakukan penyidikan terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.
"KPK tidak akan berhenti melakukan upaya hukum dalam perkara ini. Khususnya, dalam rangka mengembalikan dugaan kerugian negara Rp 4.58 triliun dalam perkara ini," kata Saut.
Har ini, KPK pun memanggil pasangan suami istri itu untuk dimintai keterangan sebagai tersangka. Ini merupakan pemanggilan kedua bagi pasangan suami istri itu pasca-ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya Sjamsul dan Itjih mangkir saat panggilan pemeriksaan perdana pada Jumat, 28 Juni 2019.
Surat panggilan kedua untuk pasangan suami istri tersebut telah dikirimkan KPK ke lima alamat di Indonesia dan Singapura. Di Indonesia, KPK mengirimkan surat ke alamat di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, sejak Rabu, 10 Juli 2019.
Sedangkan untuk alamat di Singapura, KPK mengirimkan surat melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ke empat alamat sejak Kamis, 11 Juli 2019. Empat alamat itu yakni 20 Cluny Road, Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West, 9 Oxley Rise, The Oaxley dan 18C Chatsworth Rd.
Tak hanya melayangkan surat panggilan, KPK juga meminta KBRI Singapura mengumumkan pemanggilan pemeriksaan Sjamsul dan Itjih di papan pengumuman Kantor KBRI Singapura. Upaya pemanggilan tersangka juga dilakukan dengan meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura sejak Rabu, 10 Juli 2019.
Selain keduanya, KPK juga akan memeriksa mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) periode 2000-2001 sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Rizal Ramli.
Rizal Ramli sendiri sempat tak hadir pada pemeriksaan 11 Juli 2019. Saat itu Rizal Ramli meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.
Advertisement