Liputan6.com, Jakarta - Tepuk tangan menggema memenuhi ruangan pembukaan Kongres V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Bali saat Prabowo Subianto datang. Tak ada hujatan yang terlontar saat Ketua Umum Partai Gerindra itu menembus para kader berbaju merah. Suasana Kamis 8 Agustus 2019 kala itu cukup hangat.
Prabowo yang mengenakan baju batik awalnya sempat duduk di barisan para ketua umum parpol. Namun, seketika saat Megawati, Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, dan Ma'ruf Amin hadir, dia diminta Megawati duduk di barisan empat tokoh bangsa itu. Dia duduk disamping Ma'ruf Amin.
"Terima kasih Pak Prabowo sudah menghangatkan kongres," begitu kata Megawati mengawali pidato politik di Kongres V PDIP.
Advertisement
Di pidato politiknya, Megawati mengajak Prabowo bercanda. Beberapa pernyataannya juga menyinggung Prabowo. Dia pun memberikan isyarat, bahwa 'pertempurannya' hanya urusan politik, tidak sampai mendarah daging.
"Iya loh, kan capek ya namanya tempur terus, ya sudahlah, nanti tempur lagi di 2024," canda Megawati.
Dia juga mengatakan, Prabowo harus mendekatinya suatu hari nanti. "Bener loh Mas Bowo, kalau nanti, ya enggak tahu dong, tolong deketin saya ya. Aduh, masa sih serius terus enggak boleh juga ya," kata Megawati.
Saat meninggalkan lokasi kongres dan berpamitan dengan Megawati, terdengar Prabowo membalas candaan Megawati. "Saya sudah kena banyak pukul," canda Prabowo disambut tawa.
Sementara itu, Puan Maharani menyebut pernyataan Megawati yang meminta Prabowo mendekatinya suatu saat nanti merupakan salah satu isyarat ajakan untuk berkoalisi. Dia mengartikan ajakan tersebut apabila Prabowo ingin maju untuk Pemilu 2024.
"Dinamika politik selalu berkembang. Tadi Ibu dalam pidatonya menyampaikan makanya kalau 2024 mau maju lagi, deket-deket saya ya. Silakan dipikirkan apa maksudnya," kata dia di Hotel Grand Inna Beach, Bali, Kamis 8 Agustus 2019.
Peluang memperlebar koalisi ini juga disebut oleh Presiden Jokowi. Dia mengatakan, dalam politik apapun menjadi mungkin menyusul keakraban Prabowo Subianto dengan PDIP
"Semuanya serba mungkin dalam politik. Tapi tidak dalam waktu dekat ini, karena kita belum ketemu dengan ketua koalisi. Ya, semuanya ada hitungan, kalkulasi, kajian, disesuaikan kepentingan bangsa dan negara. Kalau baik, kenapa tidak," ujar Puan di Hotel Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Kamis 8 Agustus 2019.
Namun, masih kata dia, hal ini belum pernah dibahas. Semuanya harus dibicarakan dengan ketua umum parpol pendukung lainnya.
Wasekjen PDIP 2015-2019 Ahmad Basarah mengatakan, Prabowo Subianto memang dekat dengan keluarga Megawati Soekarnoputri. Megawati dan Prabowo juga mempunyai hubungan khusus karena sempat berpasangan sebagai capres-cawapres di Pemilu 2009. Hubungan keduanya pun masih baik.
"Dan apa yang terjadi dengan pertemuan di Teuku Umar itu sebetulnya, secara simbolik memberikan pendidikan politik. Ini cara pemimpin melakukan agenda Pemilu. Jadi setelah Pemilu, selesai," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat 9 Agustus 2019.
Lalu, apakah kehadiran Prabowo di Kongres V PDIP sebagai sinyal merapat koalisi? Basarah mengatakan, mengenai koalisi pemerintahan, Megawati sudah berulang kali mengatakan menghormati hak prerogatif Presiden Jokowi.
"Kalau pertemuan ini lebih besar muatan pendidikan politiknya. Ini sudah membangun silaturahmi lagi," kata dia.
Mengenai pernyataan Megawati, supaya Prabowo mendekatinya, menurut dia secara pribadi bisa dibaca ke arah koalisi. Dan Jokowi, kata Basarah, memberi sinyal sangat mungkin.
"Tapi Pak Jokowi memegang etika politik, pasti harus diputuskan mengenai postur dan anggota kabinetnya akan mengajak ketua partai politik. Tapi sampai saat ini belum ada pertemuan paripurna bahas kabinet. Saya kira pasca-kongres ini Pak Jokowi akan menginisiasi. Kalau ada usulan, partai nonkoalisi dilibatkan, pasti akan dibicarakan dalam forum politik dengan para ketum parpol pendukung," kata Basarah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Apa Kata Partai Koalisi Jokowi?
Wakil Sekjen DPP Golkar Maman Abdurahman mengaku tidak mempermasalahkan kehadiran Prabowo Subianto di Kongres V PDIP. Kedatangan Ketua Umum Partai Gerindra tersebut dinilainya hal yang positif. Dia pun menyerahkan kepada Joko Widodo atau Jokowi bila Gerindra akan gabung di koalisi pemerintahan.
"Karena kami dari Partai Golkar sudah memberikan kepercayaan penuh kepada beliau untuk mengambil langkah-langkah terbaik untuk menjalankan serta merealisasikan program 2,5 tahun ke depan," kata Maman kepada Liputan6.com, Jumat 9 Agustus 2019.
Maman mengatakan, Partai Golkar memandang Jokowi bukan sebagai individu atau petugas partai. Golkar menempatkan Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia yang harus diberikan kepercayaan dan wibawa penuh di dalam menjalankan roda pemerintahan ke depan.
"Maka dari itu Partai Golkar menyerahkan sepenuhnya kepada Pak Jokowi dengan catatan apapun keputusan, apapun yang diambil harus betul betul karena pertimbangan objektivitas dan semangat kebersamaan bukan karena tekanan-tekanan," kata dia.
Maman mengatakan, jumlah koalisi di parlemen sudah sangat cukup yaitu 60 persen. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh menanggapi positif keakraban Megawati dan Prabowo di Kongres V PDIP. Menurutnya, meski Prabowo tokoh oposisi, situasi baik untuk suasana kekeluargaan.
"Bagus. Artinya baik, artinya musyawarah dan mufakat, adat istiadat, semangat kekeluargaan dapat kita rasakan," kata Surya di Hotel Grand Inna Beach, Bali, Kamis 8 Agustus 2019.
Menurut Surya, keakraban Megawati dan Prabowo tidak bakal mempengaruhi koalisi pendukung Presiden Joko Widodo saat ini.
"Kita ini berpolitik bukan baru satu minggu. Sudah cukup lama. Kan dengan model dan sistem demokrasi seperti ini nah kita seharusnya bisa menyesuaikan," sebutnya.
Menurut Surya Paloh, pada dasarnya pertemuan dua tokoh itu mengukuhkan kesadaran supaya bangsa bergerak lebih maju.
Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzhar Simanjutak menegaskan selama ini hubungan Megawati dan Prabowo memang sangat baik. Namun, semua keputusan Gerindra gabung ke koalisi pemerintahan berada di tangan sang mantan Danjen Kopassus itu.
"Gerindra secara resmi sudah menyerahkan sepenuhnya keputusan akan berkoalisi artinya masuk pemerintahan atau menjadi mitra kritis di luar pemerintahan kepada Pak Prabowo," kata Dahnil pada merdeka.com, Jumat 9 Agustus 2019.
Dahnil mengatakan, Prabowo dan Megawati memang sering berbicara soal kebangsaan. Sehingga wajar jika keduanya cair di acara kongres.
Dia pun menambahkan, keputusan koalisi tidak hanya berada di tangan Prabowo. Tetapi juga di tangan Megawati dan Jokowi.
Advertisement
Koalisi atau Kesepakatan?
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego mengatakan, setiap langkah politikus sebesar Prabowo pasti ada motifnya, dan yang paling seksi sekarang adalah koalisi.
Dia pun menduga, pertemuan Mega dan Prabowo tidak dalam model koalisi, tapi ada kesepakatan setelah mereka bersaing di Pemilu 2019.
"Dan sekarang mencoba membangun kesepakatan baru, apa itu, yang tahu mereka," kata Indria kepada Liputan6.com, Jumat 9 Agustus 2019.
Indria mengatakan, pertemuan Megawati dan Prabowo tidak sederhana hanya untuk membagi-bagikan kekuasaan atau koalisi. Sebab, bila bergabung di koalisi pemerintahan, Gerindra kemungkinan hanya akan mendapat dua atau tiga kursi menteri di kabinet Joko Widodo - Ma'ruf Amin.
"3 kursi apa artinya, kan pendukung Prabowo banyak. Banyak juga yang tidak setuju politik dagang sapi. (pasti) Ada kesepakatan di luar itu yang dilakukan Prabowo. Lebih dari itu ya," kata dia.
Dia menilai, bila Prabowo gabung dalam koalisi pemerintahan, maka lebih banyak merugi. Selain jatah kursi menteri tidak banyak, dia juga akan mendapat cibiran karena tujuan selama hanya mencari kekuasaan.
"Paling cuma dua, padahal Prabowo ini suaranya lebih lebih hebat dari Surya Paloh, lebih dari anggota koalisi yang lain. Reward yang diberikan Pak Jokowi kepada koalisi bagi bagi koalisi kursi menteri. Tapi pendukung Prabowo lebih banyak," kata dia.
Indria menambahkan, alasan Prabowo mendekati Megawati setelah pertarungan di Pemilu 2019 ini, hanya Prabowo sendiri yang tahu.
"Siapa lagi yang kontrol pemerintahan, kekuasaan harus diawasi, kalau enggak disalahgunakan. Tapi hal hal yang lebih subtansial yang tahu lebih Prabowo," kata Indria.
Pengamat politik voxpoll research and consultant Pangi Chaniago menilai, sinyal koalisi itu sudah dibuka Presiden Jokowi saat mengatakan bisa bekerjasama dengan siapapun termasuk oposisi.
"Artinya Jokowi membuka peluang Prabowo masuk dan ditambahkan dengan Mega kemarin di kongres," kata Pangi Chaniago kepada Liputan6.com, Jumat 9 Agustus 2019.
Pangi mengatakan, politik selalu banyak konflik kepentingan. Bisa saja nantinya PDIP dan Gerindra bergabung di Pemilu 2024, yaitu mereka kerja sama untuk paket gabungan koalisi PDIP dan Gerindra untuk mengusung Prabowo-Prananda atau Prabowo-Puan Maharani.
"Karena saat ini elektablitas Pak Prabowo belum ada yang bisa saingi dia di pilpres. Anies belum ada partai, Ridwan Kamil dan AHY juga. Sehingga pencermatan saya, Prabowo paling bagus," kata dia.
Pangi mengatakan, PDIP sudah menang dua kali berturut-turut di Pemilu. Karena itu, PDIP berpikir ulang bagaimana nanti nasibnya kalau Jokowi sudah tidak ada lagi mengikuti Pemilu.
Mengenai pernyataan Megawati yang menyebutkan supaya Prabowo dekat dengannya, Pangi menilai, artinya supaya Prabowo jangan jauh-jauh dari PDIP.
"Jadi kalau misal Pak Prabowo mau maju lagi dan peluang koalisi dengan PDIP ada, ayo kita wujudkan janji yang tertunda di Batu Tulis," kata dia.
Dia menambahkan, kunci bergabungnya Prabowo ke koalisi ada di Megawati. Kalau Ketua Umum PDIP itu sudah setuju, maka yang lain sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
"Ini level yang sudah paling konkrit. Ini levelnya terus naik, rekonsiliasi, konsolidasi, dan kongres yang menuju power sharing. Tapi kalau ada resistensi ya wajar. Jadi tinggal sejauh mana Jokowi menggunakan hak prerogatifnya yang tak bisa diintervensi," kata Pangi.