Liputan6.com, Jakarta - Polri mencatat ada sebanyak 52 ribu konten hoaks terkait kerusuhan di Papua yang mayoritas penyebarannya melalui Twitter. Dari situ, ada dugaan elite asing turut ikut menyebarkan konten hoaks tersebut.
"Twitter yang mendominasi, baru Facebook. Kalau Twitter, berarti bukan melibatkan golongan akar rumput lagi tapi sudah middle ini. Elite dalam negeri dan luar negeri," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2019).
Pasalnya, lanjut dia, dari penelusuran konten hoaks kerusuhan Papua, beberapa di antaranya terdeteksi diproduksi oleh akun dengan domisili di luar negeri.
Advertisement
"Dengan pertimbangan itu, maka sementara dibatasi dulu (internet). Enggak diblok, dibatasi dulu, untuk menghindari berita hoaks itu meluas di masyarakat dan memicu anarkis terjadi," jelas Dedi.
Dedi menyebut, berdasarkan data statistik, ada penurunan signifikan aksi kerusuhan di Papua usai pembatasan internet dilakukan. Berbeda dengan sebelumnya yang sangat masif terjadi.
"Peningkatan dari 32 ribu jadi 52 ribu hoaks. Kalau itu semua masuk sana, bisa jadi apa itu," Dedi menandaskan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Batasi Orang Asing Masuk Papua dan Papua Barat
Polri menduga ada keterlibatan asing terhadap insiden yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Bahkan, 4 warga negara asing asal Australia dideportasi lantaran diduga ikut melakukan aksi Papua Merdeka.
Menko Polhukam Wiranto mengatakan, pemerintah Indonesia akan membatasi akses ke pihak asing untuk masuk ke wilayah tersebut.
"Jadi kemarin pada saat rapat dengan menteri luar negeri dan sudah memastikan bahwa sekarang tidak leluasa kita buka dalam keadaan seperti ini. Papua, Papua Barat tidak kita buka seluas-luasnya kepada kedatangan orang asing di sana," kata Wiranto di kantornya, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Dia mengatakan, orang asing tak akan mudah masuk ke wilayah tersebut. Akan dilakukan filter terlebih dahulu.
"Ada filter-filter yang kita lakukan. Jika keadaan nanti sudah kondusif, sudah aman, silakan," jelas Wiranto.
Dia pun menuturkan, pembatasan masuk Papua dan Papua Barat ini adalah hak Indonesia. Sehingga negara lain harus menghormatinya.
"Ini adalah hak negara kita untuk melakukan itu," pungkasnya.
Advertisement