Samarinda Berselimut Asap, BMKG Sebut Tidak Bisa Pantau Kualitas Udara karena Alat Rusak

BMKG Stasiun Meterologi Samarinda menyebut sejak Jumat pagi, terdeteksi 187 titik panas (hotspot).

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Sep 2019, 07:16 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2019, 07:16 WIB
20151027-Begini Penampakan Kabut Asap di Kalimantan Timur
Asap mengepul dari sejumlah titik api yang membakar hutan di wilayah Kalimantan Timur, Selasa (27/10). Kabut asap yang menyelimuti Kalimantan mulai berkurang dikarenakan beberapa wilayah sumber asap telah turun hujan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda, hampir sepekan ini berselimut kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), yang diperkirakan berasal dari kabupaten lain di Kaltim. Kendati demikian, kabut asap belum mengganggu jarak pandang.

BMKG Stasiun Meterologi Samarinda menyebut sejak Jumat pagi, terdeteksi 187 titik panas (hotspot). Paling banyak, berada di Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu.

"Secara visual kabut asap mulai ada. Dari posisi kantor di sini, terlihat kabut tipis. Kalau kita lihat dari kawasan Samarinda Seberang, kabut asap tipis agak tebal. Tapi belum ganggu jarak pandang," kata Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Temindung Sutrisno ditemui merdeka.com, Jumat (6/9/2019).

Kendati demikian, dari pantauan BMKG, memang di Kaltim secara umum masih terjadi hujan. "Hujan sangat ringan tidak merata. Spot-spot hujan lokal," ujar Sutrisno.

"Dari 187 hotspot pagi tadi, titik warna merah dari citra satelit berada pada tingkat kepercayaan di atas 80 persen, itu adalah sangat positif titik api Karhutla," tambah Sutrisno.

"Sore ini di Kalimantan Timur angin bertiup dari tenggara sampai selatan. Kalau angin dari arah barat daya, bisa menambah kepekatan asap di Kaltim. Karena kita ketahui, kabut asap terkonsentrasi di Kalbar dan Kalteng," jelasnya lagi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Meski demikian, untuk di Samarinda, BMKG belum bisa memantau kualitas udara yang mulai berselimut kabut asap.

"Alat Particulate Meter (PM) 10 yang kita punya rusak, karena terendam banjir bulan Juni 2019 kemarin. Jadi, kita tidak bisa tahu kualitas udara," ungkap Sutrisno.

Musim kemarau di Kalimantan Timur, menurut Sutrisno, diperkirakan berlangsung hingga akhir Oktober 2019, dan musim hujan mulai dasarian III Oktober 2019 sampai dasarian I November 2019.

Reporter : Saud Rosadi

umber: merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya