BMKG: Tren Kenaikan Pencemaran Udara di Sumatera Terus Meningkat Akibat Karhutla

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati meskipun terus mengalami kenaikan, namun porisnya masih di bawah ambang batas aman.

oleh Yopi Makdori diperbarui 14 Sep 2019, 16:50 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2019, 16:50 WIB
Asap Karhutla Selimuti Pekanbaru
Pengendara motor menembus kabut asap pekat yang menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (10/9/2019). Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tersebut menurunkan jarak pandang dan kualitas udara turun ke status tidak sehat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan terjadi tren kenaikan pencemaran udara di wilayahnya Sumatera. Hal ini terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan asap pekat.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati meskipun terus mengalami kenaikan, namun porisnya masih di bawah ambang batas aman.

"Konsentrasi PM10 selama September 2019 secara umum masih menunjukkan nilai di bawah NAB (nilai ambang batas), namun tren konsentrasi harian terus meningkat," katanya di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Sabtu (14/9/2019).

Namun, ia melanjutkan, pada 12 dan 13 September 2019, konsentrasi PM10 di Pekanbaru, Riau melonjak melebihi nilai batas ambang.

Sementara itu, menurut Dwikorita, tren konsentrasi harian di Pontianak Kalimantan Barat cenderung stabil. Namun, lanjutnya, di wilayah Sampit terus meningkat hingga kemarin tanggal 13 September 2019 mencapai nilai tertinggi di hingga di atas 550 mikron.

"Melebihi nilai ambang batas," jelasnya.

Partikulat (PM10) sendiri menurut Dwikorita adalah partikel udara yang berdiameter kurang atau sama dengan10 µgram permeter kubik Dengan Nilai Ambang Batas (NAB) harian konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien adalah 150 µgram permeter kubik.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jokowi Diminta Kunjungi Riau

Presiden Joko Widodo diminta untuk mengunjungi Riau. Hal itu diminta agar Jokowi bisa melihat langsung kondisi di sana dan juga bisa merasakan langsung apa yang dirasakan masyarakat Riau pascakebakaran hutan dan lahan.

"Kami orang Riau meminta dengan sangat presiden untuk turun ke Riau. Tidak cukup hanya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Siti Nurbaya Bakar)," kata Anggota DPD-RI Edwin Pratama Putra di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/9/2019).

Edwin mengungkapkan, kondisi di Riau saat ini sudah mengkhawatirkan. Terlebih, kabut asap saat ini sudah mulai menutupi tanah kelahirannya.

"Akibat kabut asap itu, sudah 280 ribu orang terkena infeksi saluran pernapasan akut (ispa), bahkan sekarang sudah sampai jutaan," ungkapnya.

Sebelumnya, Sebanyak delapan kabupaten di Riau mengalami kebakaran hutan dan lahan. Akibatnya, kabut asap pekat di sejumlah wilayah dan jarak pandang menjadi terbatas, di bawah 1 kilometer. Paling parah terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu.

"Ada 8 daerah yang terjadi kebakaran lahan yaitu, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Siak, Kampar, Bengkalis, Pekanbaru, Rokan Hilir dan Rokan Hulu," ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau Edwar Sanger kepada merdeka.com, Kamis (12/9/2019).

Dia menjelaskan, kebakaran lahan yang masih terjadi di Indragiri Hulu tepatnya di kaki bukit Taman Nasional Bukit Tigapuluh Desa Pauh Peranap, Kabupaten Inhu seluas 5 hektare.

"Kemudian lokasi yang baru terjadi kebakaran lahan di Inhu yakni di Desa Pasir Kelampaian Kecamatan 5 ha, dan paling parah di Desa Lambang Sari IV seluas 63 hektare," kata Edwar.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya