Istana Persilakan Publik Ajukan Uji Materi UU KPK Hasil Revisi

DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang digelar, Selasa (17/9/2019).

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2019, 17:23 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2019, 17:23 WIB
Moeldoko
Kepala Staf Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mempersilakan pihak-pihak yang tidak terima pengesahan revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), mengajukan uji materi.

"Itu kan haknya publik, hak publik enggak bisa kita batasi. Tapi yang paling penting, proses politik harus dilihat secara jernih supaya masyarakat tidak salah dalam melihat," kata Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019).

Dia mengatakan, masyarakat harus melihat dengan jernih dan tidak menyalahkan satu pihak dalam UU KPK yang telah direvisi, terlebih Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Kalau nanti salah melihat, dari kacamata yang berbeda maka yang disalahkan hanya presiden, hanya pemerintah, ini enggak fair. Proses politik secara keseluruhan sehingga kita melihatnya lebih bijaksana," lanjut Moeldoko.

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang digelar, Selasa (17/9/2019).

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selaku pimpinan sidang mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.

"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK, dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" ujar Fahri dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.

"Setuju," jawab anggota dewan serentak.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Poin Revisi

DPR Sahkan Revisi UU KPK
Menkumham Yasonna Laoly berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR selaku Pimpinan Sidang Fahri Hamzah usai menyampaikan pandangan akhir pemerintah terhadap revisi UU KPK dalam sidang paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (17/9/2019). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Laporan terhadap hasil keputusan tingkat pertama dibacakan oleh Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas. Supratman menyebutkan enam poin revisi yang telah dibahas dan disetujui bersama.

Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga hukum berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam kewenangan dan tugas bersifat independen dan bebas dari kekuasaan.

Kedua, pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi kewenangan dan tugas KPK agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan pengawas telah disepakati mayoritas fraksi dan pemerintah ditunjuk oleh presiden.

Ketiga, revisi terhadap kewenangan penyadapan oleh KPK di mana komisi meminta izin kepada dewan pengawas. Berikutnya, mekanisme penggeledahan dan penyitaan yang juga harus seizin dewan pengawas.

Kelima, mekanisme penghentian dan atau penuntutan kasus Tipikor. Terakhir terkait sistem pegawai KPK di mana pegawai menjadi ASN.

Dalam pengambilan keputusan tingkat pertama, tujuh fraksi; PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, PAN, PKB, dan Hanura menerima revisi tanpa catatan.

Sementara Dua fraksi yakni Gerindra dan PKS menerima dengan catatan tidak setuju berkaitan pemilihan dewan pengawas yang dipilih tanpa uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Terakhir, Demokrat belum memberikan sikap karena menunggu konsultasi pimpinan fraksi.

 

Reporter: Intan Umbari

Sumber: Merdeka

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya