Liputan6.com, Bogor - Presiden Joko Widodo atau Jokowi enggan berkomentar banyak soal revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang bakal disahkan dalam waktu dekat. Dia mengaku masih fokus dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Saya saat ini masih fokus kepada RUU KUHP, yang lain menyusul," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/9/2019).
Baca Juga
Jokowi diketahui telah meminta agar DPR menunda pembahasan Revisi KUHP. Dia telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menjaring masukan dari masyarakat terkait revisi tersebut.
Advertisement
"Saya perintahkan Menkumham kembali jaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan sempurnakan RUU KUHP yang ada," jelas dia.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah menyepakati hasil pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Kesepakatan tersebut terjadi dalam rapat kerja Komisi III bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa malam 17 September 2019.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Permudah jalan koruptor mendapatkan remisi?
Namun, revisi UU Pemasyatakatan itu dinilai akan mempermudah jalan koruptor mendapatkan remisi. Sebab, bila revisi disahkan, maka Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 yang mengatur tentang prasyarat pemberian remisi tidak berlaku.
PP 99/2012 mengatur tentang prasyarat pemberian remisi bagi narapidana kasus kejahatan berat, seperti napi tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi dan kejahatan keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transaksional dan teroganisasi.
Pasal 43A PP 9/2012 itu mengharuskan, napi bakal mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, ketika bersedia menjadi justice collaborator, menjalani hukum dua pertiga masa pidana, menjalani asimilasi 1/2 dari masa pidana yang dijalani dan menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan.
Sementara ayat (3) Pasal 43B itu mensyaratkan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam memberikan remisi.
Wakil Ketua Komisi III Herman Hery membenarkan dengan revisi UU Pemasyarakatan, pembebasan bersyarat dan remisi terhadap koruptor tidak lagi merujuk kepada PP 99 tahun 2012.
"Tidak lagi. Otomatis PP 99 menjadi tidak berlaku karena semua dikembalikan ulang," kata Herman saat dihubungi tentang revisi UU Pemasyarakatan, Jakarta, Rabu 18 September 2019.
Menkumham Yasonna Laoly menyatakan, revisi UU Pemasyatakatan yang dinilai akan mempermudah jalan koruptor mendapatkan remisi hanya ketakutan dan buruk sangka sebagian kalangan saja.
"Haduh semuanya saja, nanti KUHP lagi (diprotes), itu namanya suudzon (buruk sangka," kata Yasonna di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (18/9/2019).
Menurutnya semua orang memiliki hak mendapatkan remisi, termasuk napi korupsi. Kalaupun ada pembatasan, kata dia, harus melalui undang-undang.
"Nanti kita lihat pelan-pelan ya, nanti kita lihat turunannya seperti apa dulu lah. Pokoknya setiap orang punya hak remisi. (pembatasan) itu melanggar hak asasi. pembatasan itu melalui dua, pengadilan dan UU," ucap Yasonna.
Advertisement