Liputan6.com, Jakarta - Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rivanlee Ananda menyebut, ada 390 pengaduan yang diterima tim advokasi untuk demokrasi. Jumlah itu akumulasi pengaduan yang diterima sejak 25 September hingga 3 Oktober dari berbagai daerah, termasuk Jakarta.
Rivan menyebut, jenis pengaduan yang masuk di antaranya hilangnya anggota demonstran, mendapat perlakuan intimidasi baik verbal atau non verbal oleh polisi, dan kekerasan fisik. Hanya saja, belum ada rincian jumlah dari masing-masing jenis pengaduan.
"Total aduan sampai 3 Oktober pukul 21.00 WIB, 390 orang," kata Rivan di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Advertisement
Rivan menyebut dari pengaduan tersebut didominasi oleh mahasiswa, kemudian pelajar, karyawan, hingga pekerja lepas seperti ojek daring.
Ia menuturkan, bentuk pengaduan bermacam-macam seperti hilangnya mahasiswa usai aksi unjuk rasa, mendapat intimidasi baik verbal atau non verbal dari polisi. Berdasarkan data pengaduan, lokasi kejadian itu terjadi di depan gedung DPRD, tempat para masa berunjuk rasa.
"Mayoritas di depan gedung DPRD masing-masing Provinsi, selalu disertai intimidasi verbal dan nonverbal," katanya.
Rivan mengatakan, untuk mendata bentuk kekerasan ataupun peristiwa kekerasan yang terjadi di lapangan selama aksi tidak lah mudah. Banyak pelapor enggan mengungkap peristiwa saat itu. Padahal, kata Rivan, banyak foto-foto menunjukan adanya lebam dan memar di tubuh masa usai aksi demo.
"Ini kesulitan kami karena tidak semua mau bicara," tukasnya.
Ia mengingatkan agar aparat tidak represif tiap kali adanya unjuk rasa. Ia bersama tim advokasi untuk demokrasi mengkritik keras penggunaan gas air mata, peluru karet, serta aksi pengeroyokan oleh aparat saat mengamankan demonstrasi.
Reporter: Yunita Amalia
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.