Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berlaku. Kini, KPK tak lagi sendiri. Lembaga itu bakal didampingi oleh Dewan Pengawas. Lalu, siapa saja anggotanya?
Presiden Jokowi belum memberi sinyal terkait tokoh-tokoh yang dibidiknya untuk mengawasi KPK.Â
Baca Juga
Namun, dia meminta masyarakat percaya anggota Dewan Pengawas KPK nanti dapat mengemban amanah. Terlebih, sesuai ayat 1 Pasal 69A UU KPK hasil revisi, ketua dan anggota Dewan Pengawas akan dipilih oleh Presiden.
Advertisement
"Percayalah yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik," kata Jokowi saat berbincang-bincang dengan para wartawan di Istana Merdeka Jakarta, Jumat 1 November 2019.
Pelantikan Dewan Pengawas akan dibarengi dengan pimpinan KPK periode 2019-2023 pada Desember nanti.
Â
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati yang merupakan salah satu perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, menyebut kelahiran Dewan Pengawas KPK merupakan tanda "the new orde baru".
"Kalau kita kaitkan dengan beberapa UU yang merepresi rakyat, maka sebetulnya ini adalah perulangan yang terjadi sebelum 1998 atau Orde Baru," kata Asfina di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu 3 November 2019.
Menurut dia, Orde Baru sebetulnya adalah cerita korupsi yang luar biasa yang dijalankan oleh sistem negara itu sendiri, yakni pemerintahan, yang mengakibatkan ada kelemahan politik. Termasuk politik warga, dan juga politik dari parpol, berikut oposisinya.
"Tujuannya adalah mengambil dari akumulasi uang yang didapatkan dari mega-mega korupsi, dan untuk menjalankan itu perlu ada sebuah penertiban rakyat, pemberantasan korupsi memang tujuan utamanya dilemahkan, ini sebuah lonceng bahwa (apa) yang kita sebut neo Orde Baru," kritik Asfina.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, tak ada dewan pengawas di lembaga antirasuah negara lain. Dia menilai, pengawasan untuk lembaha antirasuah selesai di tingkat internal, sehingga independensinya tetap terjaga.
"Pada dasarnya lembaga antikorupsi di belahan dunia manapun, tidak pernah ada lembaga pembentukan lembaga dewan pengawas. Justru yang harus dibangun adalah sistem pengawasan internal, dan itu juga bisa diakomodir dengan adanya deputi pengawas internal dan pengaduan masyarakat di KPK," Kurnia menandasi.
Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) berharap proses seleksi Dewan Pengawas KPK yang dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi berlangsung secara transparan dan akuntabel.
"Kami harap proses pemilihannya dibuat secara transparan, akuntabel, dan mendengarkan aspirasi masyarakat sehingga betul-betul didapatkan lima orang Dewan Pengawas yang memiliki integritas dan track record anti korupsi yang sangat baik," ucap Ketua Pukat UGM Oce Madril saat dihubungi, Sabtu 2Â November 2019.
Oce mengatakan dalam menyeleksi Dewan Pengawas KPK, Presiden Jokowi harus memiliki kriteria yang ketat. Dia mengingatkan bahwa posisi tersebut merupakan jabatan yang strategis sehingga tidak bisa diisi oleh sembarang orang.
Oce kemudian menyarankan agar Presiden Jokowi memilih anggota Dewan Pengawas KPK dari kalangan profesional maupun akademisi, bukan berasal dari orang-orang berlatar belakang partai politik.
Menurut dia, Dewan Pengawas KPK harus diisi oleh kalangan yang memiliki pengalaman panjang di bidang antikorupsi, serta memiliki integritas dan rekam jejak yang baik di mata publik.
"Harus yang profesional, jangan sampai memasukkan nama-nama yang kontroversi. Presiden bisa saja memilih dari mantan-mantan pimpinan KPK yang lama, dari kalangan akademisi, bisa juga mengambil dari mantan hakim yang memiliki track record baik. Jadi ada banyak sumber," kata dia seperti dilansir Antara.
Dewan Pengawas KPK merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dewan Pengawas nantinya berisi lima anggota, dengan seseorang merangkap sebagai ketua.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masih Tunggu Putusan MK
Beberapa poin dalam UU Nomor 19 tahun 2019 memang menuai kritik. Salah satunya terkait Dewan Pengawas KPK ini. Banyak yang berharap Presiden Jokowi akan mengeluarkan Perppu KPK untuk membatalkannya.
Namun, Jokowi memberi kode tegas tidak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU sebelum putusan MK keluar.
Jokowi mengaku tengah menghormati proses uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita melihat hahwa sekarang ini masih ada proses uji materi di MK. Kita harus menghargai proses-proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Menurut dia, tak elok apabila mengeluarkan perppu sementara proses uji materi UU KPK di MK masih berlangsung. Jokowi menilai hal ini bagian sopan santun dalam bertata negara.
"Jangan ada, orang yang masih berproses, uji materi kemudian langsung ditimpa dg sebuah keputusan yang lain. Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertata negaraan," jelas Jokowi.
Juru Biacara KPK Febri Diansyah, mengaku pihaknya sudah pasrah jika Presiden tak menerbitkan perppu.
"Diterbitkan atau tidak diterbitkannya Perppu itu menjadi domain dari Presiden karena itu kewenangan dari Presiden. Jadi terserah pada presiden," pasrah Febri saat ditemui di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat 1 November 2019, malam.
Menurut Febri, KPK sudah cukup konsen dengan menyampaikan pemikirannya kepada Presiden Jokowi terkait Perppu KPK. Kendati hasilnya belum sesuai harapan, KPK bertekad akan terus maju.
"Saat ini fokus KPK adalah meminimalisir efek kerusakan atau peleemahan yang terjadi di pascarevisi undang-undang dilakukan. Itu yang kami kerjakan setiap hari melalui tim transisi," jelas Febri.
Â
Advertisement