Indonesia Kembangkan Sistem Diagnosis Malaria Berbasis AI, Apa Kelebihannya?

Pengembangan teknologi diagnosis malaria berbasis AI dilakukan oleh BRIN. Sistem ini dirancang secara otomatis menentukan status infeksi malaria pasien melalui analisis mendalam microphotograph sediaan darah tipis dan tebal.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori Diperbarui 09 Apr 2025, 18:01 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2025, 18:01 WIB
Indonesia Kembangkan Sistem Diagnosis Malaria Berbasis AI, Apa Kelebihannya?
Indonesia Kembangkan Sistem Diagnosis Malaria Berbasis AI, Apa Kelebihannya? ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Sistem diagnosis malaria di Indonesia menunjukkan perkembangan. Diagnosis malaria kini diperkaya dengan inovasi berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Pengembangan teknologi diagnosis malaria berbasis AI dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sistem canggih ini dirancang secara otomatis menentukan status infeksi malaria pasien melalui analisis mendalam microphotograph sediaan darah tipis dan tebal.

Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN, Anto Satriyo Nugroho, mengatakan bahwa data yang digunakan dalam pengembangan ini berasal dari berbagai pelosok Indonesia. Sehingga, memungkinkan sistem untuk mengenali beragam spesies parasit malaria.

“Uniknya, pengembangan sistem ini memanfaatkan ekstraksi fitur morfo-geometris yang memungkinkan AI untuk mengidentifikasi karakteristik ukuran dan bentuk sel darah yang terinfeksi,” tutur Anto saat diundang Summit Institute for Development (SID) Indonesia untuk menjadi pembicara pada webinar bertajuk Artificial Intelligence Research in Indonesia, Kamis, 27 Maret 2025.

Anto tak memungkiri, ada tantangan dalam pengembangan sistem diagnosis malaria ini. Termasuk karena adanya perubahan morfologi parasit malaria selama siklus hidup nyamuk.

“Perubahan morfologi parasit malaria selama siklus hidupnya menjadi tantangan untuk diagnosis dan menjadi perhatian.”

“Kami di BRIN sangat optimis bahwa penelitian dan pengembangan AI yang berkelanjutan akan mampu menciptakan alat diagnosis yang sangat penting dan berkontribusi signifikan dalam upaya pemberantasan malaria di Indonesia,” harap Anto seperti mengutip laman resmi BRIN, Rabu (9/4/2025).

 

Dorong Kolaborasi Peneliti, Industri, dan Pemerintah

Anto menambahkan, BRIN saat ini tengah mendorong kolaborasi antara peneliti, industri, dan pemerintah untuk mempercepat pengembangan teknologi AI yang relevan dengan kebutuhan lokal.

Pengembangan AI berbasis data lokal yang dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam berbagai aplikasi menjadi salah satu fokus utamanya.

Anto menekankan bahwa visi riset BRIN adalah untuk mengembangkan AI agar dapat bekerja sama dengan manusia, bukan menggantikannya.

Risetnya berfokus dalam mendukung berbagai sektor strategis di Indonesia, termasuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan siber.

“AI memiliki potensi besar untuk memberikan solusi inovatif terhadap tantangan nasional, terutama dalam era transformasi digital yang semakin pesat,” ujar Anto.

 

Berkaca pada Teknologi MAMBIS

Anto menyebut, penggunaan sistem Mobile Automated Multi-Biometric Identification System (MAMBIS) oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengidentifikasi korban, seperti korban kecelakaan atau bencana, merupakan salah satu bentuk pemanfaatan AI yang telah digunakan saat ini.

Proses identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan pemindaian sidik jari secara langsung atau melalui sidik jari laten, atau melalui pemindaian iris mata.

“Setiap Kepolisian Resort (Polres) di tingkat kota atau kabupaten memiliki dua perangkat MAMBIS yang memudahkan mereka dalam mengidentifikasi korban di lokasi kejadian secara efisien,” jelasnya.

 

Teknologi Face Recognition

Tidak hanya itu, saat ini telah ada teknologi pengenalan wajah (face recognition) yang diterapkan di Stasiun Solo Balapan untuk menyederhanakan proses masuk ke area peron kereta api. Inisiatif ini tidak hanya mempercepat proses masuk dengan waktu sekitar satu detik, dibandingkan cara manual lima detik, tetapi juga meningkatkan akurasi.

Teknologi ini didukung oleh peran pemerintah, termasuk Kementerian Dalam Negeri untuk spesifikasi teknis KTP-el, Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait data biometrik dalam chip KTP-el, serta dukungan dari industri dan BRIN untuk pengembangan sistem autentikasi biometrik.

Dengan berbagai riset dan inovasi kecerdasan buatan yang dikembangkan saat ini, BRIN berada di garis depan dalam memajukan riset tersebut di Indonesia. Berfokus untuk kemanusiaan dan penekanannya pada kolaborasi antara kecerdasan manusia dan mesin menjadi landasan penting dalam upaya menghasilkan inovasi yang bermanfaat nyata bagi bangsa dan negara.

BRIN sebagai motor penggerak riset dan inovasi AI, berperan dan berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

“Kolaborasi adalah kunci keberhasilan riset AI di Indonesia. Dengan memanfaatkan data lokal dan sumber daya manusia yang kompeten, kita dapat menciptakan teknologi yang tidak hanya canggih tetapi juga sesuai dengan konteks Indonesia,” tutup Anto.

infografis beda DBD dan Malaria
Apa bedanya DBD dan Malaria?... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya