Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor. Pada Rabu waktu setempat, 2 April 2025, Trump mengumumkan penerapan tarif minimal 10 persen terhadap semua impor barang dari seluruh dunia.
Langkah ini memicu kekhawatiran akan perang dagang global yang lebih besar, mengingat tarif yang lebih tinggi juga diberlakukan terhadap negara-negara tertentu yang dianggapnya sebagai 'pelanggar terburuk'. Pengumuman ini disampaikan di Gedung Putih, di mana Donald Trump menunjukkan poster yang menampilkan daftar tarif baru untuk berbagai negara.
Baca Juga
Tarif dasar 10 persen akan mulai berlaku pada 5 April 2025, sementara tarif timbal balik yang lebih tinggi, hingga lebih dari 50 persen untuk beberapa negara, akan diterapkan mulai 9 April 2025.
Advertisement
Langkah ini dianggap sebagai perubahan besar dalam norma perdagangan global sejak Perang Dunia Kedua. Trump menilai, kebijakan ini ditujukan untuk melawan praktik perdagangan tidak adil yang selama ini merugikan Amerika Serikat.
Untuk Indonesia, Trump sendiri memberlakukan tarif impor baru sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia. Lantas apa saja dampak kebijakan tarif impor AS terbaru terhadap Indonesia?
1. IHSG Memerah
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan tindakan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada Selasa, 8 April 2025 pukul 09:00:00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).
Pada pembukaan perdagangan Selasa (8/4/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka anjlok 9,19% ke level 5.912,06 usai libur panjang Lebaran Idulfitri 1446 H.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan, perdagangan akan dilanjutkan pada pukul 09:30:00 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan. Tindakan ini dilakukan karena terdapat penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 8%.
“BEI melakukan upaya ini dalam rangka menjaga perdagangan saham agar senantiasa teratur, wajar, dan efisien sesuai dengan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas dan diatur lebih lanjut pada Surat Keputusan Direksi BEI nomor Kep-00002/BEI/04-2025,” jelas Kautsar dalam keterangan resmi, Selasa (8/4/2025).
Meskipun begitu, Kiwoom Sekuritas meyakini IHSG masih akan mampu bertahan di atas level support psikologis 6.000, dengan asumsi didukung oleh kebijakan regulator yang memperluas batas auto reject bawah (ARB) menjadi 15% untuk seluruh fraksi harga saham.
"Tekanan IHSG kami perkirakan masih akan berlanjut di sepanjang hari dengan estimasi kami IHSG mampu bertahan di atas level support psikologis 6.000 dengan asumsi ditopang perubahan ARB menjadi 15% untuk seluruh fraksi," ujar VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, kepada Liputan6.com.
Oktavianus menjelaskan selama masa libur bursa dalam rangka Lebaran, sejumlah sentimen negatif global mengguncang pasar keuangan dunia, yang kini menekan pasar saham domestik. Salah satunya adalah kebijakan tarif dagang balasan dari mantan Presiden AS, Donald Trump.
“Trump mengumumkan pengenaan tarif resiprokal sebesar 10% ke seluruh negara mitra dagang, dan tambahan tarif berdasarkan komposisi defisit perdagangan, yang salah satunya ditujukan kepada Indonesia sebesar 32%," ujar dia.
2. Rupiah Melemah
Rupiah terpantau berada di level 16.800-an pada Selasa, 8 April 2025 setelah Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan tindakan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) saham.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan kebijakan kenaikan tarif yang diumumkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Menurutnya, kondisi ini akan mendorong investor mencari aset yang lebih aman dan keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Rupiah? IHSG? Pelemahan kurs rupiah diperkirakan berlanjut, investor cari aset yang aman, keluar dari negara berkembang," kata Bhima kepada Liputan6.com, Minggu (6/4/2025).
Advertisement Terlihat 15 Tahun Lebih Muda Berkat Satu RahasiaPelajari Lebih Bhima menjelaskan, pelemahan kurs rupiah dapat membawa dampak luas terhadap perekonomian Indonesia. Salah satu konsekuensi utamanya adalah imported inflation atau inflasi yang berasal dari kenaikan harga barang impor.
Advertisement
3. Barang Impor Makin Mahal
Dengan rupiah yang semakin melemah, harga barang-barang impor seperti pangan, perlengkapan rumah tangga, dan barang elektronik akan mengalami kenaikan, yang pada akhirnya dapat menekan daya beli masyarakat.
"Tekanan rupiah wajib diwaspadai efeknya ke imported inflation (harga barang impor jadi lebih mahal), menekan daya beli lebih lanjut terutama pangan, dan kebutuhan sekunder (perlengkapan rumah tangga, elektronik dsb)," katanya.
Selain itu, setelah libur Lebaran, pasar saham juga harus bersiap menghadapi potensi capital outflow atau arus modal keluar yang semakin besar.
Jika tekanan terhadap pasar keuangan semakin tinggi, bukan tidak mungkin trading halt (penghentian sementara perdagangan saham) dapat terjadi kembali untuk menstabilkan kondisi pasar.
"Pasca libur lebaran, pasar saham bersiap hadapi capital outflow. Trading halt bukan tidak mungkin terjadi lagi," ujarnya.
4. Ancam Kelanjutan Industri Tekstil
Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menilai, tarif impor Trump sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia jadi ancaman serius yang tidak boleh diabaikan.
Sebab, itu langsung menghantam sektor eskpor utama Indonesia. Semisal tekstil dan alas kaki yang menyumbang 27,5 persen dari total ekspor Indonesia ke AS.
Berkaca kepada angka perdagangan di 2024, ekspor produk tekstil dan alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat mencapai sekitar USD 7 miliar, atau setara Rp 117,25 triliun (kurs Rp 17.750 per dolar AS). Dengan adanya tarif impor baru, tekstil dan produk turunannya berpotensi kehilangan pendapatan ekspor luar biasa besar.
"Seberapa besar sih sebetulnya dampak dari tarif tambahan ini? bisa jadi menurut saya di fase awal itu penurunannya akan bisa lebih daripada 20 persen. Ini yang kita takutkan, karena skenarionya di penurunan 20 persenan dari value yang ada ini, tentunya akan memberikan ancaman bagi sektor TPT," ujar Andry kepada Liputan6.com, Jumat (4/4/2025).
Andry mengatakan, kebergantungan sektor TPT terhadap pasar Amerika Serikat cukup besar. Sehingga, tarif Trump bakal sangat berpengaruh terhadap kelanjutan industri tekstil di Indonesia.
"Dependensi terhadap pasar TPT dan alas kaki, kurang lebih 38,1 persen. Artinya, sebanyak 38,1 persen produk yang diekspor oleh Indonesia larinya ke US. Kalau kita diberikan tarif impor yang cukup besar itu, ya maka menurut saya ini pasti akan ada pengurangan yang cukup dalam," urainya.
"Jika penurunan tadi bisa menurun sampai 20 persen, maka 38,1 persen ekspor kita ke US pasti akan berkurang. Dari 38 persen itu bisa menjadi hanya 30 persen saja," dia menekankan.
Advertisement
5. Puluhan Ribu Buruh Indonesia Terancam PHK
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memprediksi akan ada 50 ribu buruh yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam 3 bulan ke depan. PHK ini terjadi imbas kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena imbas kebijakan tarif yang diumumkan Presiden Trump pekan ini. Kebijakan itu menjadikan barang Indonesia yang masuk ke AS dikenakan tarif 32 persen dengan begitu harga jual akan lebih mahal.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, 50 ribu buruh bisa terkena PHK dalam 3 bulan penerapan tarif Trump. Adapun, tarif resiprokal Trump berlaku mulai 9 April 2025.
"Dalam kalkulasi sementara, setelah mendengarkan fakta-fakta yang disampaikan oleh serikat pekerja, kalkulasi sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh, badai PHK gelombang kedua ini bisa tembus di angka lebih dari 50 ribu dalam kurun waktu 3 bulan pasca ditetapkannya tarif berjalan," ungkap Iqbal dalam konferensi pers virtual, Sabtu (5/4/2025).
Tarif tinggi yang ditetapkannya itu membuat barang asal Indonesia jauh lebih mahal saat dijual ke AS. Sayangnya, bukan tambahan keuntungan yang didapat, melainkan ada kekhawatiran menurunnya pembeli produk asal Tanah Air.
"Jadi barang Indonesia yang di Amerika kena tarif 32 persen, naik harganya. Karena harganya naik, tentu hukum ekonomi pembeli akan menurun, tetap ada yang beli. Jadi pembeli rakyat Amerika menurun untuk membeli barang Indonesia karena mahal, dikenakan tarif," tuturnya.
