Busyro Muqoddas: OTT Anggota KPU Bentuk Lemahnya Pengawasan Internal

Posisi KPU, menurut Busyro rentan ditunggangi oleh oknum dari partai politik yang memiliki kepentingan.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jan 2020, 06:51 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2020, 06:51 WIB
Mantan Pimpinan KPK Beri Penyuluhan Antikorupsi
Mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan M Busyro Muqoddas (kiri ke kanan) menyampaikan pandangan kepada peserta Diklat & Sertfikasi Penyuluh Antikorupsi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/11). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyatakan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan merupakan bentuk lemahnya pengawasan dari internal KPU.

Busyro menegaskan, tertangkapnya Wahyu Setiawan tersebut juga menggambarkan tidak transparannya proses birokrasi dari lembaga negara, yang dimanfaatkan adanya kepentingan dari oknum partai politik tertentu.

"OTT itu menunjukkan intransparansi birokrasi dari lembaga negara, termasuk KPU. Satu sisi, pengawasan internal lemah, sisi lain ada penumpangan kepentingan dari oknum partai politik," kata Busyro di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (10/1/2020).

Pada Rabu 8 Januari lalu, KPK menangkap anggota KPU Wahyu Setiawan. Wahyu Setiawan merupakan salah satu dari tujuh Komisioner KPU yang terpilih pada periode 2017-2022.

Wahyu Setiawan diduga meminta dana operasional sebesar Rp 900 juta untuk membantu penetapan kader PDI Perjuangan Harun Masiku sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pengganti antarwaktu (PAW).

Posisi KPU, lanjut Busyro, rentan ditunggangi oleh oknum dari partai politik yang memiliki kepentingan. Padahal, baik KPU maupun partai politik, merupakan pilar demokrasi Indonesia yang sudah seharusnya transparan dan jujur.

"Keduanya seharusnya menjadi pilar demokrasi dan demokrasi itu harus jujur. Nyatanya sebaliknya, keduanya berperan destruktif, parpol iya, KPU iya," kata Busyro seperti dikutip Antara.

Selain menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Agustiani Tio Fridelina. Selain itu, politikus PDIP Harun Masiku dan Saeful dari unsur swasta.

"Tidak cukup mereka mundur, tetapi harus ada koreksi total dari hulu hingga hilir," ujar Busyro.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jumlah Uang Diterima

Pemberian suap kepada Wahyu Setiawan tersebut dilakukan sebanyak dua kali. Pertama, di pertengahan Desember 2019. Adapun salah satu sumber dana memberikan uang sebesar Rp 400 juta yang ditujukan kepada Wahyu melalui Agustiani.

Saat itu, Wahyu Setiawan menerima uang dari Agustiani sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta Selatan. Kemudian, di akhir Desember 2019, tersangka Harun memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp 850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.

Saeful memberikan uang sebanyak Rp 150 juta kepada Doni (advokat) dan sisanya sebanyak Rp 450 juta diberikan kepada Agustiani, serta sebesar Rp 250 juta diduga untuk operasional Saeful.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya