Samurai, Geisha, dan Deru Kota Kanazawa: Tua Bertemu Muda

Ada yang berbeda ketika saya menapakkan kaki di Kanazawa, kota yang masuk Distrik Hokuriku, sebelah barat daya Pulau Honshu. Kota ini memiliki curah hujan tinggi di seantero Jepang.

oleh Andrie Harianto diperbarui 23 Jan 2020, 06:55 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2020, 06:55 WIB
Kanazawa
Higashi Chaya District (Andry Haryanto/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai sebuah Ibu Kota Perfectur Ishikawa, Kanazawa tentunya punya warna-warni kesibukan warganya. Namun, di tengah hal itu kekayaan budaya masih terjaga dan menjadi destinasi wisata hingga saat ini. Bak batu permata, inilah Kanazawa, ketika 'tua' bertemua dengan 'muda'.

Ada yang berbeda ketika saya menapakan kaki di Kanazawa, kota yang masuk Distrik Hokuriku, sebelah barat daya Pulau Honshu. Kota ini memiliki curah hujan tinggi di seantero Jepang.

Meski sebuah kota, budaya Jepang zaman dulu masih terlihat jelas di kota ini. Seperti kotanya para Samurai, Geisha, dan juga beragam budaya yang turut membangun Kanazawa.

"Kami menyebutnya Jepang yang autentik," kata Yoshiko Tomiyama #tourguideyoshi, pemandu wisata saya selama menjelajah rute perjalanan "Three Star Road" atas undangan pemerintah Jepang dan Meitetsu World Travel, 9-20 Januari 2020, saat berada di Kanazawa, Jumat 18 Januari 2019.

Syahdan, Lord Maeda yang merupakan bagian dari Klan Kaga memerintah pada 1603-1868 pada Zaman Edo, zaman di mana perang saudara masih bergejolak di Jepang. Daerah satu dengan lainnya saling berebut ekspansi kekuasaan, saling berseteru dan membunuh. Klan Kaga sendiri disebut sebagai 'Sejuta Koku Beras' atau Hyakumangoku. Koku adalah jumlah beras yang diproduksi untuk bertahan satu tahun untuk satu orang.

"Artinya banyak rezeki," kata Yoshi bercerita.

Nah, Klan Kaga juga termasuk orang terpandang kala itu. Mereka tercatat sebagai orang terkaya kedua mengalahkan empire yang ada di Tokyo. Kekayaan Maeda inilah yang kemudian dia gunakan untuk membangun kekuatan militer di Kanazawa, yaitu Samurai.

Tokyo yang merasa terancam dengan aktivitas militer terus memata-matai Maeda. Maeda pun berstrategi agar apa yang disaksikan Tokyo tidak terlalu kentara.

"Salah satunya adalah dengan membayar pajak kepada Tokyo," kata Yoshi yang juga Sake Sommelier.

Tidak itu saja, untuk membungkus kekuatan militer yang dia bangun agar tidak terlalu bau terendus ke luar, maka Maeda banyak membuat aktivitas-aktivitas budaya di Kanazawa.

"Sehingga kalau Tokyo bertanya soal finansial dan kekuatan Samurai, maka akan dijawab dengan aktivitas-aktivitas budaya di wilayahnya. Terkesan bahwa Kaga Klan tidak berniat memberontak apalagi menyerang Tokyo," tutur Yoshi.

 

Budaya, Keramik, dan Pastry

Distrik Keresidenan Samuran
Baju zirah petinggi Samurai, Nomura, yang mengabdi untuk Lord Maeda, pemimpin Kanazawa pada era Edo. (Andry Haryanto/Liputan6.com

Rupanya apa yang dilakukan Maeda berjejak hingga saat ini. Nuansa kentalnya budaya baheula masih sangat terasa meski dikepung kemajuan zaman dan teknologi. Buah pemikiran budaya Maeda itu kini dilestarikan pemerintah setempat menjadi salah satu objek pariwisata.

Ini bisa dilihat dari beberapa spot pembangunan kota oleh Lord Maeda. Beberapa diantaranya adalah pembuatan keramik, kerajinan kertas emas, pertunjukan Geisha, pastry dan hidangan laut.

"Samurai punya budaya minum teh, oleh karena itu diperlukan peralatan minum seperti keramik. Nah, agar tidak terlalu pahit perlu dibuatkan peganan atau pastry. Pastry Kanazawa adalah sangat terkenal di Jepang," ujar Yoshi.

Salah satu pastry terbaik terletak tidak jauh dari kediaman Nomura, seorang petinggi Samurai yang dibanggakan Lord Maeda. Tokonya bernama Murakami, mirip novelis kenamaan dari Jepang, Haruki Murakami. Tapi yang pasti, toko pastry ini tidak ada sangkut paut dengan sang Novelis yang kerap digadang-gadang para Harukis mendapatkan nobel sastra. Adapun lokasinya di Nagamachi Samurai Distrik.

Adapun rumah Nomura kini menjadi tujuan wisata para wisatawan untuk mengenal bagaimana para Samurai hidup. Harga tiketnya bervariasi. Untuk dewasa dipatok 550 yen per orang, usia 15-17 tahun 400 yen per orang, dan anak 7-14 tahun cukup 250 yen.

Ketika memasuki rumah tersebut, baju zirah khas Samurai terpajang di dalam etalase sudut dekat pintu masuk . Tertera keterangan mengenai baju sang Samurai Nomura.

 

Minum Teh ala Samurai

Minum Teh ala Samurai
Di kediaman Nomura, petinggi Samurai yang mengabdi untuk Lord Maeda, selain para pengunjung akan melihat setiap sudut rumah yang kini sebagai destinasi wisata, juga dapat merasakan sensasi minum teh ala Samurai (Andry Haryanto/Liputan6.com)

Lalu saya dapat menyaksikan berbagai macam ruang dengan fungsi berbeda. Misal ruang untuk para tamu, ruang Gaban atau prajurit kerajaan, ruang berdoa, dan yang paling-paling atraktif adalah ruang minum teh yang biasa digunakan Nomura untuk menerima tamu dan minum teh.

"Di ruang teh ini tidak ada kelas, siapapun masuk ke sini tidak boleh membawa senjata ke dalam ruang minum teh. Pintu masuk dinuat rendah agar menunjukan semuanya sama dan memberi hormat," tutur Yoshi.

Teh atau matcha tersedia di ruang lantai dua dan menghadap taman asri empunya rumah. Satu gelas matcha dan sebatang manisan dihargai 300 yen. Saya pun diajakan bagaimana cara meminum teh ala Samurai. Begini caranya: "Teh diangkat dengan tangan kanan dan diletakan di tangan kiri, sebelum diminum outar searah jarum jam dua kali," ujar petugas pelayan teh Rumah Nomura kepada saya dan beberapa tamu, Sabtu 18 Januari 2020.

Teh diminum perlahan. Sampai hirupan terakhir, hirup sampai berbunyi. Itu artinya anda menikmati teh dan minta ditambah satu gelas lagi. Setelah habis, hapus bekas bibir di gelas keramik dengan jempol dan telunjuk. Lalu putar arah berbalik jarum jam dua kali.

"Letakan gelas perlahan ke tempatnya. Telapak tangan kita di lantai sejajar dengan lutut dan kita bisa mengintip perlahan kiri dan kanan keindahan gelas keramik tuan rumah yang memberi teh," tutur perempuan setengah baya itu.

Jangan keasyikan duduk lama di ruang minum teh, karena masih banyak pengunjung yang ingin menikmati sensasi minum teh ala Samurai.

 

Bergaya dengan Kimono

Kimono
Belum lengkap bila tidak mencoba Kimono layaknya Samurai. Di Kanazawa terdapat beberapa penyewaan Kimono. Ada yang penyewaan Kimono kualitas bagus di Kaga Yuzen, di Koshomachi 8-8. Harga termurah adalah 2000 yen hingga 6000 yen per empat jam (Andry Haryanto/Liputan6.com)

Belum lengkap bila tidak mencoba Kimono layaknya Samurai. Di Kanazawa terdapat beberapa penyewaan Kimono. Ada yang penyewaan Kimono kualitas bagus di Kaga Yuzen, di Koshomachi 8-8. Harga termurah adalah 2000 yen dengan syarat Kimono hanya digunakan di dalam gedung dan anda akan berfoto dengan latar yang berbeda. Atau, ke luar gedung selama satu jam dengan Kimono dan dipatok harga 4,500 yen. Bila tiga jam makan akan dikenakan biaya 6 ribu yen.

Sementara saya memilih untuk memakai Kimono hanya di dalam gedung. Alasannya, cukup mahal bila menggunakan Kimono 3-4 jam di luar. Apalagi musim dingin, dan tidak efektif bila ingin mengejar spot-spot Kanazawa lainnya yang akan dijelajah.

 

Pertunjukan Ekslusif Geisha

Terakhir penutup penjelajahan saya di Kanazawa adalah beruntung dengan sangat mendapat slot untuk menyaksikan pertunjukan para Geisha. Harganya lumayan untuk sebuah pertunjukan langka dan ekslusif, yaitu 5 ribu yen untuk 45 menit pertunjukan.

Seperti biasa, teh dan kue manis menjadi sajian saat itu. Saya tidak sendiri, ada sekitar 15 penonton lainnya yang ikut menyaksikan pertunjukan Geisha di Kanazawa Geigi.

"Tidak semua orang yang punya uang bisa menyaksikan ini, yang punya pertunjukan akan menyeleksi siapa yang bisa menyaksikan (pertunjukan)," kata Yoshi.

Terdapat lima Geisha yang sudah menunggu saya dan Yoshi. Karena tersasar, kami adalah tamu paling akhir yang ditunggu untuk memulai pertunjukan Geisha. Pertunjukan dibagi dalam dua tiga babak, yang terakhir adalah kegiatan atraktif dengan para penonton.

Sebelum dimulai, pihak manajemen memberikan selembaran kertas yang dilaminating mengenai aturan pertunjukan. Yaitu, hanya boleh memfoto di babak kedua serta perjanjian tidak boleh mem-posting aksi panggung para Geisha di media sosial.

"Agar pertunjukan tetap ekslusif," kata Yoshi.

Geisha untuk sebagian orang dipandang negatif. Namun sebenarnya mereka adalah penghibur kesenian untuk keluarga raja. Mereka dipilih secara ketat dan dididik agar menjadi Geisha yang punya ilmu seni yang tinggi.

"Mereka adalah superstar pada zamannya, karpet merah dan privasi yang ditutup rapat," beber Yoshi.

Lantas, mengapa tidak semua orang bisa menyaksikan Geisha?

"Karena ini bukan soal uang, tapi pribadi mereka yang akan menonton. Geisha itu profesional, mereka tidak boleh disentuh, mereka adalah seniman," kata Yoshi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya