Liputan6.com, Jakarta Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dinilai mengancam nasib pekerja industri tembakau nasional. Dampak kebijakan ini bertentangan dengan prinsip peningkatan lapangan pekerjaan yang didorong oleh Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menegaskan bahwa ekosistem industri tembakau menjadi tumpuan penyerapan kerja dalam jumlah besar dari hulu hingga hilir. Kebijakan yang tidak tepat terhadap industri tembakau dapat berdampak pada banyak pihak, dengan jutaan nyawa bergantung pada industri ini.
Baca Juga
"Industri tembakau dari hulu sampai hilir melibatkan pekerja yang sangat besar. Setiap kebijakan yang menekan industri tembakau dipastikan dapat berdampak besar terhadap keberlangsungan pekerja di dalamnya," ujarnya kepada media.
Advertisement
Sudarto menambahkan bahwa dampak pandemi masih terasa hingga kini, dengan PHK besar-besaran di berbagai industri dan daya beli masyarakat yang menurun, menunjukkan bahwa kondisi industri secara umum belum pulih sepenuhnya.
Oleh karena itu, kebijakan yang menekan industri, termasuk industri tembakau, tidak hanya tidak sejalan tetapi juga bertentangan dengan visi Presiden Prabowo untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Jika kebijakan penyeragaman kemasan rokok (tanpa identitas merek) ini dipaksakan, maka kondisi (industri) akan semakin parah dan berdampak pada PHK," ujarnya.
Sudarto mendesak pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap industri tembakau yang telah menyerap tenaga kerja secara signifkan dan meningkatkan taraf hidup bagi masyarakat Indonesia. Industri tembakau juga berkontribusi besar dalam penerimaan negara.
Lapangan Kerja Baru
Menurut Sudarto, pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang dapat mempertahankan serta mengembangkan industri hingga menciptakan lapangan kerja baru. Kebijakan yang menekan industri dapat menghambat target pertumbuhan ekonomi yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Prabowo Subianto hingga 2029.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional, Tino Rahardian, menjelaskan bahwa penerapan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek di beberapa negara terbukti gagal menurunkan angka perokok dan malah merugikan negara.
"Ini tidak ada dampak signifikan terhadap literasi masyarakat. Kebijakan ini sudah dilakukan negara lain dan tidak berhasil," ujarnya.
Advertisement
Kemasan Rokok Tanpa Identitas
Tino merujuk hasil studi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada 2024 yang menilai kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan membuat pemerintah mengalami kerugian ekonomi hingga Rp182,2 triliun. Kebijakan Kemenkes dinilai menimbulkan masalah baru, seperti PHK.
Tino mengatakan, kebijakan Kemenkes tidak dilakukan secara hati-hati dan terkesan berjalan sendiri. Kebijakan seharusnya ditetapkan dengan semangat kolaboratif dan merangkul kementerian lain yang terkait.Kemenkes juga diminta untuk mengevaluasi kebijakannya, terutama karena penyusunan kebijakan ini dapat melawan keinginan Presiden Prabowo Subianto. Arah kebijakan pemerintahan saat ini mengharuskan industri memiliki manfaat dan dampak besar terhadap masyarakat.
