Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan dua tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.
Mereka adalah Ketua DPRD Muara Enim Aries HB (AHB) dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi (RS).
Baca Juga
"Penahanan keduanya diperpanjang untuk 40 hari ke depan terhitung sejak tanggal 17 Mei 2020 sampai dengan tanggal 25 Juni 2020," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (15/5/2020).
Advertisement
Ali menyebut, tim penyidik masih membutuhkan waktu untuk mendalami keterlibatan keduanya melalui pihak-pihak lain.
"Perpanjangan penahanan terhadap para tersangka dilakukan karena proses pemberkasan perkara kedua tersangka tersebut belum selesai," kata Ali.
Sebelumnya, KPK menjerat Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.
Keduanya dijerat sebagai tersangka berdasarkan pengembangan kasus yang telah menjerat Bupati nonaktif Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar dan bos PT Enra Sari, Robi Okta Fahlefi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula saat Dinas PUPR Muara Enim hendak melaksanakan pengerjaan pembangunan jalan pada tahun 2019. Untuk mendapatkan pekerjaan tersebut, Robi Okta diduga memberikan suap kepada beberapa pihak.
Selain kepada Ahmad Yani yang merupakan Bupati Muara Enim, Robi Okta diduga memberikan uang suap sebesar Rp 3,031 miliar dalam kurun waktu Mei hingga Agustus 2019 kepada Aries HB.
Pemberian ini diduga berhubungan dengan commitment fee perolehan Robi Okta atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim.
Sementara Ramlan Suryadi diduga menerima suap dari Robi sebesar Rp 1,115 miliar. Selain itu Robi juga diduga memberikan satu unit telepon genggam merk Samsung Note 10 kepada Ramlan.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Aries dan Ramlan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Advertisement