Susul Muhammadiyah dan NU, PGRI Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud

PGRI menilai, kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak yang diinisiasi Kemendikbud tidak jelas.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 24 Jul 2020, 13:27 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2020, 13:26 WIB
Mendikbud Nadiem Makarim mempimpin upacara peringatan HUT PGRI ke-74 dan Hari Guru Nasional 2019.
Mendikbud Nadiem Makarim mempimpin upacara peringatan HUT PGRI ke-74 dan Hari Guru Nasional 2019, Senin (25/11/2019). (Liputan6.com/ Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Keputusan itu diambil setelah PGRI menyerap aspirasi anggota dan pengurus di seluruh Indonesia. 

"Pengurus Besar PGRI melalui rapat koordinasi bersama pengurus PGRI Provinsi seluruh Indonesia, perangkat kelengkapan organisasi, badan penyelenggara pendidikan, dan satuan pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada Kamis tanggal 23 Juli 2020, memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," ujar Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (24/7/2020).

Keputusan PGRI tersebut terjadi setelah sebelumnya, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) lebih dulu menyatakan mundur dari POP Kemendikbud. Padahal organisasi tersebut lolos seleksi POP Kemendikbud.

Beberapa pertimbangan keputusan PGRI tersebut yakni, alokasi anggaran untuk POP yang mencapai lebih dari setengah triliun rupiah itu bermanfaat apabila untuk membantu siswa, guru atau honorer, penyediaan infrastuktur di daerah khususnya di daerah 3T demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19.

Sebagaimana dilansir Antara, PGRI juga memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan standar akuntansi pemerintah.

"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," kata Unifah.

Selain itu, lanjut dia, kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak yang diinisiasi Kemendikbudtidak jelas.

PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan.

Uni menambahkan, bahwa PGRI sebagai mitra strategis pemerintah pusat dan daerah berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan pendidikan nasional.

"Saat ini PGRI melalui PGRI Smart Learning and Character Center (PGSLCC) dari pusat hingga daerah berkonsentrasi melakukan berbagai program peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas yang dilakukan secara masif dan terus menerus khususnya dalam mempersiapkan dan melaksanakan PJJ yang berkualitas," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Perhatikan Nasib Guru

guru muda di pedalaman Mappi
Diana Da Costa bersama dengan siswa di SD Kaibusene, Kabupaten Mappi, Provinsi Papua. (Liputan6.com/Katharina Janur/Diana Da Costa)

PGRI berharap, Kemendikbud memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekruitmen selama 10 tahun terakhir, kemudian memprioritaskan penuntasan penerbitan SK guru honorer yang telah lulus seleksi PPPK sejak awal 2019.

Selain itu, PGRI juga menuntut Kemendikbud membuka rekruitmen guru baru dengan memberikan kesempatan kepada honorer yang memenuhi syarat, dan perhatian terhadap kesejahteraan honorer yang selama ini mengisi kekurangan guru dan terdampak pandemi.

Unifah juga meminta Kemendikbud menunda terlebih dahulu pelaksanaan program organisasi penggerak pada 2020.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya