Muhammadiyah Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Adapun alasan pengunduran diri Muhammadiyah ini dilandaskan pada beberapa pertimbangan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 22 Jul 2020, 14:09 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2020, 14:09 WIB
20170624-Muhammadiyah-Yogyakarta-Idul Fitri
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno menyatakan pihaknya mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pengunduran diri ini didasarkan beberapa pertimbangan, termasuk memperhatikan perkembangan di masyarakat soal program ini.

"Setelah mengikuti proses seleksi POP dan memperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat tentang POP di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud, dengan ini kami sampaikan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah mundur dari program tersebut," tegas Kasiyarno dalam keterangan tulis yang diterima Liputan6.com pada Rabu (22/7/2020).

Adapun alasan pengunduran diri ini dilandaskan pada beberapa pertimbangan. Pertama karena Muhammadiyah merupakan organisasi besar yang tak sepantasnya disandingkan dengan organisasi masyarakat baru. Terlebih lagi CSR dari perusahaan yang turut terpilih dalam seleksi.

"Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020," ucap dia.

Alasan berikutnya adalah karena kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas. Pasalnya menurut Kasiyarno, dalam seleksi tersebut Kemendikbud turut mengikutsertakan lembaga CSR dari beberapa perusahaan swasta, serta tidak membedakannya dengan ormas yang memang bergerak dalam bidang pendidikan .

"Karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," ucapnya.

Kendati begitu, kata Kasiyarno, Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan sekalipun tanpa keikutsertaan organisasinya dalam Program Organisasi Penggerak ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

DPR Kritisi POP Libatkan CSR

Komisi X DPR mempertanyakan masuknya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam Program Organisasi Penggerak. Dua entintas ini masuk dalam kategori Gajah yang artinya bisa mendapatkan hibah hingga Rp 20 miliar per tahun.

“Kami tidak memungkiri jika program organisasi penggerak bisa diikuti oleh siapapun yang memenuhi persyaratan. Kendati demikian harus digarisbawahi bahwa program organisasi penggerak juga merupakan upaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya yang bergerak di bidang Pendidikan,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, kepada wartawan, Selasa (21/7/2020).

Huda menjelaskan semangat Program Organisasi Penggerak merupakan upaya untuk melibatkan entitas-entitas masyarakat yang bergerak di bidang Pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia. Untuk mendukung program ini maka Kemendikbud mengalokasikan anggaran hampir Rp 600 miliar.

Anggaran tersebut akan dibagikan untuk membiayai pelatihan atau peningkatan kapasitas yang diadakan organisasi masyarakat yang terpilih. “Proses rekrutmen organisasi penggerak ini telah dilakukan. Berdasarkan data yang kami terima ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi dengan 183 proposal jenis kegiatan,” katanya.

Berdasarkan data tersebut, lanjut Huda juga diketahui jika Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation termasuk dua dari 156 ormas yang lolos sebagai Organisasi Penggerak. Mereka masuk Organisasi Penggerak dengan Kategori Gajah. Untuk kategori ini organisasi penggerak bisa mendapatkan alokasi anggaran hingga Rp 20 miliar per tahun dengan sasaran lebih dari 100 sekolah baik jenjang PAUD/SD/SMP.

“Dengan demikian Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah,” katanya.

Padahal menurut dia, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Harusnya dengan semangat CSR mereka mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi concern perusahaan dalam memberdayakan masyarakat.

“Lah ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, Yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” pungkasnya.

Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.

Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan. Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.

Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya