Cerita Lobi Ma’ruf Amin Dinginkan Hubungan Nadiem Makarim dengan NU dan Muhammadiyah

Masduki menganggap kisruh itu terjadi karena sejak awal Nadiem Makarim tak menjalin komunikasi yang baik dengan NU dan Muhammadiyah.

oleh Yopi Makdori diperbarui 03 Agu 2020, 17:42 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2020, 15:25 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memperkenalkan konsep Kampus Merdeka.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memperkenalkan konsep Kampus Merdeka. (Foto: Kemendikbud)

Liputan6.com, Jakarta Kisruh antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, terkait program organisasi penggerak, dengan dua ormas keagamaan besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah mendingin. 

Hal ini rupanya berkat lobi-lobi Wakil Presiden Maruf Amin beserta timnya ke dua ormas terbesar di Indonesia tersebut.

Bermula saat Mendikbud Nadiem Makarim bertandang ke rumah dinas Wakil Presiden Maruf Amin, Selasa, 28 Juli 2020. Anggota staf khusus Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, menuturkan bahwa kedatangan Nadiem saat itu menyangkut kisruh Program Organisasi Penggerak (POP) antara pihaknya dengan dua ormas keagamaan tersebut.

Masduki menerangkan, dalam pertemuannya dengan Maruf Amin, pendiri Gojek itu meminta Wapres menjadi jembatan atas jurang yang terbentuk antara ia dengan NU dan Muhammadiyah.

"Dia (Nadiem) minta Pak Wapres dan Pak Wapres meminta saya untuk berkomunikasi dengan kedua organisasi tersebut," ucap Masduki saat dihubungi Liputan6.com, Senin (3/8/2020).

Menurut Masduki, kisruh itu terjadi karena sendari awal Mendikbud Nadiem Makarim tak menjalin komunikasi yang baik dengan kedua ormas keagamaan itu. 

"Masing-masing pihak melakukan komunikasi, sama-sama melakukan komunikasi. Segi empat-lah, Pak Nadiem, Dirjen juga melakukan komunikasi dengan NU dan Muhammadiyah. Kemudian Pak Nadiem juga menghubungi kami dan kami juga melakukan hubungan gitu," paparnya.

Menurut Masudiki, peran Wapres mendorong komunikasi tersebut. Sehingga POP, yang dilihatnya sebagai program baik besutan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), bisa berjalan.

"Jadi Program POP itu sebenarnya program yang bagus, cuman salah komunikasi di awal kan," ucap dia.

"Dengan demikian diperlukan dikondisikan-lah, supaya komunikasi itu bisa berjalan kembali, walaupun sebelumnya ada missed komunikasi," katanya.

Masduki menilai, sebagai orang baru di lingkungan pendidikan, Nadiem dianggap wajar kurang melakukan komunikasi dengan sejumlah pihak tersebut. 

"Pak Nadiem kan seorang profesional di dunia yang lain gitu ya. Sehingga ketika Pak Nadiem diminta untuk menjabat itu, Pak Jokowi kan orang yang senang dengan langkah-langkah yang tidak konvensional ya. Jadi, orang mengharapkan langkah Pak Nadiem itu out of the box," tutur dia.

Namun begitu, sebaik apa pun terobosan Nadiem, menurut Masduki, komunikasi menjadi faktor penting supaya suatu program bisa berjalan dengan baik.

"Titik krusial ya komunikasi ini. Apalagi posisi Pak Nadiem sebagai menteri itu selalu dijabat oleh pihak Muhammadiyah," ucap dia.

Sehingga, lanjut Masduki, Nadiem mestinya perlu mempererat komunikasi dengan NU dan Muhammadiyah.

"Pak Nadiem sebenarnya menduduki kursi yang cukup panas ya. Dalam kondisi seperti itu, maka dia juga harus banyak melakukan komunikasi, nah itu yang tidak dilakukan di awal," tegasnya.

Meskipun begitu, dengan permohonan maaf di depan publik, menurut Masduki, sudah mengisyaratkan bahwa Mendikbud menjalankan langkah yang cemerlang, sekaligus ciri dari kepemimpinan yang baik.

"Dia menyatakan kalau salah dia minta maaf, dan dia sudah lakukan itu," tutur dia.

Dikatakan Masduki, permohonan maaf Mendikbud itu begitu diapresiasi oleh Maruf Amin.

Masduki juga menuturkan pesan Wapres Maruf Amin kepada Mendikbud saat bertandang ke kediamannya. Kata dia, Nadiem diminta untuk mengintensifkan komunikasi dengan pihak-pihak strategis.

"Karena kata Wapres, enggak ada artinya program yang bagus kalau enggak diterima oleh publik," bebernya. 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Awal Polemik Program Organisasi Penggerak

Kisruh NU-Muhammadiyah dengan Kemendikbud mencuat saat kedua ormas tersebut mundur  dari Program Organisasi Penggerak (POP). Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno menyebut pengunduran diri ini didasarkan beberapa pertimbangan, termasuk memperhatikan perkembangan di masyarakat soal program ini.

"Setelah mengikuti proses seleksi POP dan memperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat tentang POP di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud RI, dengan ini kami sampaikan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah mundur dari program tersebut," tegas Kasiyarno dalam keterangan tulis yang diterima Liputan6.com pada Rabu, 27 Juli 2020. 

Adapun alasan dibalik pengunduran diri tersebut dilandaskan pada beberapa pertimbangan. Pertama karena Muhammadiyah merupakan organisasi besar yang tak sepantasnya disandingkan dengan organisasi masyarakat yang baru muncul. Terlebih lagi CSR dari perusahaan yang turut terpilih dalam seleksi.

"Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020," ucap dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya