Wujud Rasa Syukur, Nelayan Muncar Banyuwangi Kembali Gelar Tradisi Petik Laut 

Mengusung tema Melestarikan Laut Sampai Anak Cucu, warga pesisir Muncar, Banyuwangi kembali menggelar tradisi tahunan petik laut di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, Kamis (3/9/2020).

oleh Gilar Ramdhani pada 03 Sep 2020, 22:33 WIB
Diperbarui 03 Sep 2020, 22:32 WIB
Nelayan Muncar Kembali Gelar Tradisi Petik Laut 
Warga pesisir Muncar, Banyuwangi kembali menggelar tradisi tahunan petik laut di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, Kamis (3/9/2020).

Liputan6.com, Banyuwangi Mengusung tema Melestarikan Laut Sampai Anak Cucu, warga pesisir Muncar, Banyuwangi kembali menggelar tradisi tahunan petik laut di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, Kamis (3/9/2020).

Meski di tengah wabah Covid-19, tradisi yang selalu digelar pada 15 Muharram itu tetap dilaksanakan walaupun secara sederhana.

Acara tersebut dibuka oleh Wakil Bupati Banyuwangi, Yusuf Widyatmoko. Yusuf mengatakan tema petik laut yang diangkat pada tahun ini sangat luar biasa. Karena mengingatkan kepada semua orang betapa pentingnya menjaga laut untuk anak cucu.

"Melestarikan laut sampai anak cucu kita ini menurut saya luar biasa, kalau bukan sekarang, kapan lagi kita mulai," ungkap Yusuf.

Yusuf juga mengingatkan warga akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di kehidupan sehari-hari. Pembiasaan new normal harus dilakukan salam kehidupan sehari-hari. 

"Sekali lagi kami ingatkan agar selalu memakai masker, rajin cuci tangan, dan menjaga jarak,” harap Yusuf.

 

Digelar Sederhana

Sementara itu ketua panitia petik laut, Sihat Af Tarjo mengatakan tradisi ini digelar sebagai rasa ungkap syukur nelayan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan dalam bentuk hasil tangkapan ikan masyarakat nelayan Muncar.

"Ini juga sekaligus memohon berkah dan keselamatan," kata Sihat.

Namun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang dilaksanakan semeriah mungkin, di tahun ini ritual yang dimulai sejak tahun 1901 itu digelar sesederhana mungkin untuk menghindari kerumunan massa yang lebih banyak.

Tradisi ini dilakukan dengan melarung hasil bumi di atas gitik atau replika perahu kecil berukuran lima meter ke tengah samudra.

“Pisang raja ini mempunyai filosofi nelayan seakan-akan menjadi raja lautan ketika melaut, sedangkan kinangan sirih berfilosofi lambang masyarakat yang selalu ingat petuah dan menghormati leluhurnya,” tambah Sihat. 

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya