Jakob Oetama dalam Kenangan: Sosok yang Mencintai Indonesia

Jakob Oetama mengingatkan wartawan untuk tidak sekedar menjadi tukang menulis berita, namun juga harus menyuarakan manusia dan kemanusiaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2020, 16:31 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2020, 16:09 WIB
Tokoh pers nasional Jakob Oetama meninggal dunia di usia 88 tahun. (Dok: Kompas Grup)
Tokoh pers nasional Jakob Oetama meninggal dunia di usia 88 tahun. (Dok: Kompas Grup)

Liputan6.com, Jakarta Tokoh pers nasional sekaligus pendiri Kompas-Gramedia, Jakob Oetama meninggal dunia hari ini, Rabu (9/9/2020). Beliau berpulang pada usia 88 tahun di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Berikut jejak perjalanan Jakob Oetama yang disarikan dari dokumentasi kompas.id, Kamis 9 September 2020.

Sebelum mengawali kariernya dalam dunia jurnalistik, pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 27 September 1931 itu pernah menjadi guru SMP Mardiyuana, Cipanas, Jawa Barat. Kemudian beralih profesi menjadi wartawan di Majalah Mingguan Penabur pada tahun 1956.

Kontribusi Jakob Oetama dalam bidang jurnalistik tak bisa dipandang sebelah mata. Pada 1963, bersama PK Ojong, pemimpin Kompas-Gramedia ini menerbitkan majalah Intisari. Dua tahun kemudian, keduanya mendirikan harian Kompas, pada 28 Juni 1965.

Bagi banyak tokoh pers di Tanah Air, Jakob Oetama dinilai memiliki wawasan yang mencerahkan. Setiap gagasannya bahkan sangat berpengaruh pada perkembangan jurnalistik di Indonesia.

Bagaimana jurnalistik menjadi proses kerja intelektual. Bukan sekedar hanya menyajikan fakta, namun juga melahirkan konteks dan interpretasi.

Dia pun kerap mengingatkan wartawan untuk tidak sekedar menjadi tukang menulis berita, namun juga harus menyuarakan manusia dan kemanusiaan.

Lewat Kompas, Jakob Oetama menyampaikan kritik secara sopan. Praktik jurnalisme ini sempat membuat Kompas dikritik sebagai media penakut dan pencari selamat. Meski banyak menuai banyak kritik, tak sedikit pula yang menghargai hasil kerjanya. 

"Orang berkomunikasi, itu yang paling penting bahwa tujuannya tercapai. Cara apa yang membuat tujuan itu bisa lebih tercapai, gebrak-gebrak atau meyakinkan," ucap Jakob saat sempat menjadi bintang tamu dalam sebuah program acara. 

Kepergian PK Ojong pada 1980 meninggalkan beban berat bagi Jakob. Jika selama ini konsentrasinya hanya mengurusi bidang redaksional, mau tidak mau dia harus turuh tangan mengurusi aspek bisnis.

Dari situlah dia kemudian mengembangkan kelompok Kompas-Gramedia hingga besar dan merambah hingga lintas bidang usaha.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sosok yang Mencintai Indonesia

Tokoh pers nasional Jakob Oetama meninggal dunia di usia 88 tahun. (Dok: Kompas Grup)
Tokoh pers nasional Jakob Oetama meninggal dunia di usia 88 tahun. (Dok: Kompas Grup)

Tak hanya dikenal sebagai tokoh pers nasional, Jakob Oetama juga dikenal sebagai sosok yang sangat mencintai Indonesia.

Dia tak pernah lelah mengungkapkan rasa cinta dan syukurnya atas kekayaan yang dimiliki Indonesia, keragaman suku serta nilai-nilai budaya. 

Dalam sejumlah tulisannya, dia bahkan berulang kali mengungkapkan visinya tentang Kompas di masa depan.

Menurutnya, Kompas tak bisa mengelak dari situasi kekinian jaman yang diwarnai dengan perkembangan teknologi, gaya hidup, dan perubahan industri media.

Kehadiran kompas secara multimedia adalah niscaya dan mutlak. Kompas masa depan hadir dalam setiap sarana dan beragam saluran dengan visi memberikan pencerahan bagi masyarakat.

"Bekerja itu juga ibadah. Karena itu, bekerja itu harus kita lakukan dengan sepenuh hati dan sesuai dengan kemampuan kita," kata Jakob dalam kenangan.

Selamat jalan, Pak Jakob. Jasamu bagi dunia jurnalisme akan selalu dikenang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya