Anies Tarik Rem Darurat, Ini 6 Permintaan DPRD DKI saat PSBB Kembali Berlaku

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta agar Gubernur Anies lebih tegas dalam pelaksanaan rem darurat terkait pengendalian Covid-19 di Ibu Kota.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 11 Sep 2020, 15:30 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2020, 15:30 WIB
Anies Baswedan Teken Kepgub Perpanjangan PSBB Transisi Otomatis hingga 24 September
Kendaraan petugas PMI menyemprotkan disinfektan di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (1/9/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Kepgub Nomor 879 Tahun 2020 yang berisi aturan perpanjangan PSBB Transisi secara otomatis dengan syarat tertentu. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat dengan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota.

Menurut Anies, alasan penerapan PSBB di Jakarta guna mencegah penyebaran virus corona Covid-19 semakin tinggi.

"Kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu. Bukan lagi masa transisi, tapi PSBB awal dulu," kata Anies dalam video YouTube Pemprov DKI Jakarta, Rabu, 9 September 2020.

DPRD DKI Jakarta pun bereaksi terhadap rencana Anies. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta agar Anies lebih tegas dalam pelaksanaan rem darurat terkait pengendalian Covid-19 di Ibu Kota.

"Saya menekankan kepada Gubernur agar seluruh pengawasan diperketat. Sekarang sudah bukan lagi sosialisasi-sosialisasi, tapi penindakan tegas," kata Prasetio dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 September 2020.

Selain itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani berharap ada dispensasi bagi sopir ojek online untuk bisa tetap beroperasi jika kebijakan PSBB kembali diberlakukan.

Berikut 6 permintaan DPRD DKI Jakarta apabila PSBB kembali diterapkan di Ibu Kota dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Anies Diminta Lebih Tegas

Delvira/Liputan6.com
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lebih tegas dalam pelaksanaan rem darurat terkait pengendalian Covid-19 di Ibu Kota.

Dia juga mendorong agar Anies memberikan tindakan tegas kepada masyarakat atau pun pelaku usaha yang tetap melanggar protokol kesehatan saat PSBB ketat.

"Saya menekankan kepada Gubernur agar seluruh pengawasan diperketat. Sekarang sudah bukan lagi sosialisasi-sosialisasi tapi penindakan tegas," kata Prasetio dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 September 2020.

Politikus PDI Perjuangan tersebut mengaku mendukung langkah Anies untuk kembali memberlakukan PSBB ketat. Sebab, kata Prasetio, jumlah kasus aktif Covid-19 di Jakarta semakin tinggi.

"Melihat kondisi terkini soal perkembangan penyebaran virus corona, memang sudah seharusnya dikembalikan seperti semula. Semua aturannya harus dikembalikan," ucap dia.

 

Jangan Potong Tunjangan PNS

Mediasi Buntu, DPRD DKI Gelar Konferensi Pers
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Prasetio juga mengimbau agar Anies tidak melakukan pemotongan tunjangan kepada para pegawai Pemprov DKI yang bertugas sebagai pengawas di lapangan saat PSBB.

"Seperti PNS di Dinas Kesehatan, Satpol PP, Dinas Perhubungan. Mereka itu yang capek di lapangan, dan jangan sampai ada pemotongan," jelas dia.

 

Pelaksanaan Jangan Tanggung

20151120-Gedung DPRD DKI Jakarta
(Istimewa)

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menganggap kebijakan rem darurat oleh Pemprov DKI merupakan langkah tepat di tengah tren peningkatan kasus positif Covid-19.

Namun, dia mengingatkan, kebijakan ini jangan mengorbankan masyarakat yang telah patuh menjalankan protokol kesehatan selama PSBB transisi.

"PSBB ketat tepat, tapi jangan korbankan masyarakat yang patuh," kata Gilbert.

Ia menuturkan, sejak awal skema PSBB transisi di DKI adalah kebijakan yang gagal. Sebab tidak ada ketegasan sanksi yang diberikan Pemprov kepada para pelanggar.

Kendati Gubernur DKI Anies Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur yang mengatur sanksi pelanggar PSBB transisi, hal itu dinilai Gilbert tidak maksimal.

Dampak dari ketidaktegasan Pemprov adalah, mobilitas masyarakat tidak terkontrol dan menyebabkan penularan Covid-19 di Ibu Kota sangat cepat.

"Semakin hari kasus semakin naik dan tidak terkendali. Melihat data jangan hanya melihat Rt (1 versus 1), tapi harus juga melihat nilai absolut (10 kasus baru versus 1.000 kasus baru per hari). Juga jangan hanya melihat positivity rate (5 versus 5) karena ini juga sudah terlambat 4,5 hari," jelas politikus yang pernah berkecimpung di WHO itu.

Dia berpandangan, mengubah aktivitas masyarakat di masa PSBB transisi ke masa PSBB pun sulit. Sebab, masyarakat dianggap lelah terus menerus melakukan adaptasi setiap kali kebijakan dikeluarkan.

"PSBB ketat jangan sampai menjadi PSBB transisi nama baru. Pengorbanan masyarakat terlalu besar, khususnya yang patuh dengan protokol pencegahan. Bila ketidaktegasan merupakan penyebab gagalnya PSBB transisi, maka hal tersebut jangan sampai terulang di PSBB Ketat. Masyarakat lebih susah disuruh patuh sekarang, mungkin kejenuhan ikut berpengaruh," ujar Gilbert.

 

Kerja Sama dengan TNI-Polri

4.000 Personel TNI-Polri Apel Pengamanan Pemilu 2019
Polisi bersenjata lengkap menghadiri apel pengamanan Pemilu 2019 di Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/4). Apel diikuti 4.000 personel gabungan TNI-Polri. (ADEK BERRY/AFP)

Gilbert pun menekankan Pemprov DKI serius dan tegas dalam melaksanakan kebijakan PSBB yang akan dimulai 14 September nanti.

Yang terpenting, kata dia, pengawasan ketat harus dilakukan di komunitas sosial, permukiman padat penduduk, transportasi umum.

Agar pengawasan berjalan maksimal, menurut dia, perlu ada bantuan personel TNI-Polri. Gilbert juga mengingatkan Pemprov agar tidak serba tanggung saat menjalankan kebijakan.

"Jam malam perlu diberlakukan. Kebijakan tanggung hanya akan menuai kegagalan. Jangan buat PSBB transisi hanya ganti nama jadi PSBB ketat, dan masyarakat yang patuh, kaum disabilitas dan anak-anak jadi korban," dia memungkasi.

 

Ojek Online Diberi Dispensasi

Ojek Online Gunakan Pelindung Pembatas Antar Penumpang
Driver Grab Bike mengenakan Grab Protect pelindung yang membatasi antara pengemudi dan penumpang saat diluncurkan di Jakarta, Selasa (9/6/2020). Penumpang ojek online (ojol) kini tak perlu khawatir menggunakan transportasi ini di tengah pandemi Corona. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani berharap ada dispensasi bagi sopir ojek online untuk bisa tetap beroperasi jika kebijakan PSBB kembali dilaksanakan.

"Saya berharap tetap boleh beroperasi karena ojol (ojek online) ini alternatif dibandingkan orang bertumpuk di bus atau kereta," kata Zita.

Dia menuturkan, memperbolehkan ojol saat PSBB tidak akan menjadi masalah. Karena selama ini penerapan protokol kesehatan yang dilakukan ojol sudah sangat baik.

"Juga penerapan protokol kesehatan di ojol sangat baik, seperti menggunakan masker, menjaga jarak dengan menggunakan pembatas plastik antara driver dan penumpang dan menyediakan handsanitizer," ungkap Zita.

Dia menegaskan, jika ojol masih beroperasi saat PSBB, ini bisa menggerakkan ekonomi rakyat kecil.

"Jadi mudah-mudah saya harap tetap dibolehkan, karena ini berhubungan dengan hajat ekonomi banyak rakyat kecil," tukas Zita.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya