DPRD DKI: Berlakukan PSBB Ketat, Pelaksanaannya Jangan Tanggung

Ia menuturkan, sejak awal skema PSBB transisi di DKI adalah kebijakan yang gagal.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Sep 2020, 09:27 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2020, 09:16 WIB
FOTO: Pemprov DKI Bagi Sif Kerja di Masa PSBB Transisi
Suasana jam pulang kerja di jalur pedestrian kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (22/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan perubahan sif kerja dengan waktu jeda tiga jam, yaitu pukul 07.00-16.00 pada sif pertama dan pukul 10.00-19.00 pada sif kedua. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menganggap kebijakan rem darurat oleh Pemprov DKI merupakan langkah tepat di tengah tren peningkatan kasus positif Covid-19. Namun, dia mengingatkan kebijakan ini jangan mengorbankan masyarakat yang telah patuh menjalankan protokol kesehatan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.

"PSBB ketat tepat, tapi jangan korbankan masyarakat yang patuh," kata Gilbert, Kamis (10/9/2020).

Ia menuturkan, sejak awal skema PSBB transisi di DKI adalah kebijakan yang gagal. Sebab tidak ada ketegasan sanksi yang diberikan Pemprov kepada para pelanggar. Kendati Gubernur DKI Anies Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur yang mengatur sanksi pelanggar PSBB transisi, hal itu dinilai Gilbert tidak maksimal.

Dampak dari ketidaktegasan Pemprov adalah, mobilitas masyarakat tidak terkontrol dan menyebabkan penularan Covid-19 di Ibu Kota sangat cepat.

"Semakin hari kasus semakin naik dan tidak terkendali. Melihat data jangan hanya melihat Rt (1 versus 1), tapi harus juga melihat nilai absolut (10 kasus baru versus 1000 kasus baru per hari). Juga jangan hanya melihat positivity rate (5 versus 5) karena ini juga sudah terlambat 4,5 hari," jelas politikus yang pernah berkecimpung di WHO itu.

Dia berpandangan, mengubah aktivitas masyarakat di masa PSBB transisi ke masa PSBB pun sulit. Sebab, masyarakat dianggap lelah terus menerus melakukan adaptasi setiap kali kebijakan dikeluarkan.

"PSBB ketat jangan sampai menjadi PSBB transisi nama baru. Pengorbanan masyarakat terlalu besar, khususnya yang patuh dengan protokol pencegahan. Bila ketidaktegasan merupakan penyebab gagalnya PSBB transisi, maka hal tersebut jangan sampai terulang di PSBB Ketat. Masyarakat lebih susah disuruh patuh sekarang, mungkin kejenuhan ikut berpengaruh," ujarnya.

Ia pun menekankan Pemprov DKI serius dan tegas dalam melaksanakan kebijakan PSBB yang akan dimulai 14 September nanti.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Bisa Dibantu TNI-Polri

Yang terpenting, kata dia, pengawasan ketat harus dilakukan di komunitas sosial, permukiman padat penduduk, transportasi umum. Agar pengawasan berjalan maksimal, menurutnya perlu ada bantuan personel TNI-Polri.

Gilbert juga mengingatkan Pemprov agar tidak serba tanggung saat menjalankan kebijakan.

"Jam malam perlu diberlakukan. Kebijakan tanggung hanya akan menuai kegagalan. Jangan buat PSBB transisi hanya ganti nama jadi PSBB ketat, dan masyarakat yang patuh, kaum disabilitas dan anak-anak jadi korban," dia memungkasi.

 

Reporter: Yunita Amalia/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya