Pakar Hukum: Tim Pansel Sekjen DPD RI Tidak Konstitusional dan Ilegal

Proses pembentukan Pansel tersebut dinilai bermasalah dan mengandung cacat secara yuridis sejak kelahirannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2020, 18:34 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2020, 16:14 WIB
Bersih-Bersih dan Perawatan Rutin Gedung Parlemen
Suasana gedung Parlemen saat dilakukan pembersihan gedung, Senayan, Jakarta, Senin (31/7). Bersih - bersih ini dilakukan tiga bulan sekali untuk perawatan Gedung MPR/DPR/DPD. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Dr Fahri Bachmid menilai, pembentukan dan susunan Panitia Seleksi (Pansel) Sekretaris Jenderal DPD RI tidak konstitusional. Sebab, proses pembentukan Pansel tersebut bermasalah dan mengandung cacat secara yuridis sejak kelahirannya.

Hal tersebut, kata Fahri, menjadi problem hukum yang serius karena tidak sesuai dengan UU RI No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, sebagaimana diubah terahir melalui UU RI No. 13 Tahun 2019 (UU MD3) dan Peraturan DPD RI No. 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib DPD RI. Menurut dia, pembentukan Pansel mestinya melibatkan unsur pimpinan DPD RI.

Hal tersebut dapat dicermati dengan mendasar pada norma ketentuan Pasal 414 ayat (1) yang menyebutkan bahwa "Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR dan Sekretariat Jenderal DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413, masing-masing dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal yang diusulkan oleh pimpinan lembaga masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang kepada presiden".

Kemudian, secara teknis hukum terkait proses pembentukan dan pengisian Sekjen DPD diatur dalam ketentuan Pasal 317 ayat (1) Peraturan DPD RI No. 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib yang menyebutkan bahwa "Usul pengangkatan Sekretaris Jenderal DPD diajukan setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan oleh tim seleksi yang dibentuk pimpinan DPD".

Sementara ayat (2) menyebutkan "Keanggotaan tim seleksi berjumlah paling banyak 9 (sembilan) orang yang berasal dari unsur internal dan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Selanjutnya ketentuan ayat (3) mengatur "Unsur internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari perwakilan alat kelengkapan yang meliputi : a. 2 (dua) perwakilan dari komite; b. 1 (satu) perwakilan dari panitia perancang undang-undang; dan c. 1 (satu) perwakilan dari panitia urusan rumah tangga.

"Dengan demikian, berdasar pada konstruksi norma di atas, dan jika dalam pembentukan Panitia Seleksi kemudian tidak melibatkan unsur pimpinan DPD, maka itu ilegal dan produk yang dihasilkan dapat dibatalkan," ujar Fahri Bachmid kepada wartawan, Selasa (22/9/2020).

"Kalau dalam prosesnya (pembentukan Pansel) tanpa mengindakan kaidah-kaidah yang diatur dalam UU MD3 itu bisa bermasalah, dan tentunya mengandung cacat formil. Kalau cacat hukum, berarti potensial akan digugat ke pengadilan. Ini akan bermasalah nantinya. Makanya tim Pansel ini harus dibatalkan," imbuh dia.

Menurut Fahri Bachmid, agar tidak terjadi kerugian keuangan negara dengan sebuah proses seleksi yang bermasalah secara hukum, maka Pansel perlu dibentuk ulang, karena nomenklatur yang digunkan pembentukan Pansel saat ini juga keliru. Sebab UU menyebut Tim Seleksi, bukan Panitia Seleksi. Maka hendaknya proses pembentukan harus berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak boleh membangun tafsir lain.

Jabatan Sekjen adalah jabatan Pimpinan Tinggi Madya, dan sangat strategis dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas-tugas konstitusional kelembagaan DPD RI. Dengan demikian proses dan mekanisme pengisian dan lain-lain harus dilaksanakan secara hati-hati, cermat dan kredible. Artinya tidak boleh menyisahkan celah hukum sekecil apa pun, karena bisa fatal dan menghambat pelaksanaan tugas dan wewenang DPD kedepan, 

"Dan untuk menghindari persoalan hukum dan problem legitimasi dikemudian hari,  Pembentukan Tim Seleksi harus dimulai lagi dari awal, dengan berpedoman pada mekanisme dan pengisian yang telah diatur sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi harus dikembalikan Tim Seleksi itu pada proses yang benar," kata eks kuasa hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin di sidang sengketa Pemilu 2019 di MK tersebut.

Lebih lanjut, Fahri Bachmid juga menanggapi Keppres Nomor 39 Tahun 2020 tentang pemberhentian Reydonyzar Noenek sebagai Sekjend DPD RI yang dikeluarkan Presiden Jokowi 6 Mei 2020. Menurut Fahri, jika masa jabatan Reydonyzar Noenek sudah berakhir dan tidak ada Keppres perpanjangan jabatan, maka tugas yang dikerjakan Reydonyzar Noenek sejak keluarnya Keppres merupakan tindakan tidak sah secara hukum, terhitung sejak Keppres Mei 2020.

"Kalau tidak ada perpanjangan Keppres itu bisa tidak sah semua tindakan yang dilakukan Sekjend saat ini. Itu cacat yuridis. Harusnya kalau jabatannya sudah habis ya diperpanjang oleh presiden. Kalau (Reydonyzar Noenek) menjalankan tugas dari Mei sampai sekarang itu bisa ilegal karena tanpa ada dasar hukumnya. Itu bisa bermasalah," katanya. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tanpa Berkonsultasi

Sebelumnya, Anggota DPD RI Intsiawati Ayus mengatakan proses seleksi terbuka (lelang) jabatan Sekjen DPD RI bermasalah karena tidak sesuai UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana diubah terakhir melalui UU Nomor 13 Tahun 2019 (UU MD3) dan Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Tata Tertib (Tatib DPD RI).

Menurut Ayus, jika mengacu pada Pasal 414 ayat (1) UU MD3, Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, dan Sekretariat Jenderal DPD RI, masing-masing dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang diusulkan oleh pimpinan lembaga masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang kepada Presiden. 

Kemudian Pasal 317 Tatib DPD RI mengatur bahwa usul pengangkatan Sekretaris Jenderal DPD RI diajukan setelah uji kepatutan dan kelayakan oleh tim seleksi yang dibentuk Pimpinan DPD RI. Tim Seleksi tersebut kata dia, terdiri dari unsur internal dan eksternal, dimana unsur internal terdiri dari anggota DPD RI perwakilan komite, PPUU dan PURT.

"Panitia Seleksi Sekretaris Jenderal yang dibentuk saat ini tidak berkonsultasi kepada Pimpinan DPD RI dan tidak mempunyai unsur anggota DPD RI sebagaimana ketentuan Tatib DPD RI. Tentunya hal ini sangat disayangkan karena DPD RI sebagai lembaga perwakilan daerah harus menjaga marwah lembaga dalam semua hal, termasuk dari lelang jabatan Sekretaris Jenderal DPD RI ini," papar Ayus, Minggu (20/9/2020).

"Jangan sampai hal ini bermasalah  karena Sekretaris Jenderal merupakan jabatan strategis yang mengkoordinasikan dukungan administrasi dan keahlian terhadap pelaksanaan wewenang dan tugas DPD RI," dia memungkasi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya