Polda Sulteng Periksa Anggotanya Terkait Kekerasan ke Jurnalis Saat Liput Demo

Sebelumnya, jurnalis perempuan di Palu, Alsih Marselina, melapor ke polisi menjadi korban pemukulan oleh anggota kepolisian saat meliput demo tolak RUU Cipta Kerja di Palu pada 8 Oktober 2020.

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 14 Okt 2020, 08:05 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2020, 08:04 WIB
Wartawan Hitam Jakarta Kecam Kekerasan Polisi saat Unjuk Rasa di DPR
Wartawan melakukan aksi teatrikal tolak kekerasan jurnalis di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Mereka mengecam kekerasan terhadap jurnalis oleh kepolisian saat peliputan unjuk rasa di Gedung DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara (Propam) Polda Sulawesi Tengah memeriksa sejumlah anggotanya yang dilaporkan melakukan tindak kekerasan terhadap seorang jurnalis perempuan saat meliput demo tolak RUU Cipta Kerja di Palu, Kamis 8 Oktober 2020.

Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto, mengungkapkan hal tersebut. 

"Propam masih mendalami kasus itu dengan memeriksa sejumlah anggota," kata Didik soal kekerasan terhadap jurnalis seperti dilansir Antara, Rabu (14/10/2020).

Sebelumnya, jurnalis perempuan di Palu, Alsih Marselina, melapor ke polisi menjadi korban pemukulan oleh anggota kepolisian saat meliput demo tolak RUU Cipta Kerja di Palu pada 8 Oktober 2020.

Korban Alsih, menyatakan terus melanjutkan perkara yang menimpanya sampai ke proses hukum.

"Saya akan meneruskan perkara ini sampai kepada tahap pengadilan, karena saya tidak terima diperlakukan seperti itu. Jangan sampai terjadi lagi kepada wartawan lain ke depannya," ucap Alsih.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Mengecam

Sejumlah organisasi profesi Jurnalis yang ada di Kota Palu, seperti AJI Palu, IJTI Sulteng dan PFI mengecam keras kasus kekerasan terhadap jurnalis ini, dan ​​meminta untuk segera mengusut tuntas kasus tersebut.

Sebelumnya, 18 pekerja media atau jurnalis mengalami kekerasaan saat meliput demo tolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja berdasarkan data Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

"Hingga hari ini, data yang dikumpulkan IJTI sebanyak 18 jurnalis mengalami tindak kekerasan dalam peliputan aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat IJTI Yadi Hendriana dalam keterangannya tertulisnya, Minggu 11 Oktober 2020.

Menurut Yadi, data tersebut menambah catatan buruk dan ancaman bagi kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang. Atas dasar tersebut, IJTI pun mengecam kekerasan yang dialami para awak media.

Dia juga mendesak Kapolri Jenderal Pol Idham Azis meminta jajarannya menyelidiki dan memeriksa anggota Polri yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan kepada para jurnalis. Yadi mengatakan, intimidasi, kekerasan, atau menghalang-halangi kerja jurnalistik adalah tindakan pidana sebagaimana tertuang dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999.

"Mendorong Dewan Pers dan Polri melakukan evaluasi pelaksanaan dan sosialisasi MoU kedua lembaga karena faktanya ditataran paling bawah masih banyak anggota polisi yang tidak paham tugas-tugas jurnalis yang dilindungi oleh UU," kata Yadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya